Honestly, saya bukan orang yang tertarik dunia
bisnis. Entreprenur, usaha, dan semacamnya bukan hal yang menarik bagi saya.
Dulu saya pernah sih punya usaha,
namun karena rame-rame, akhirnya goncang
dan ambruk di tengah jalan. Sejak itu saya memilih dunia yang pasti-pasti saja.
Sebab ‘traumatis’ ini, akhirnya membuat saya selalu menyingkirkan buku-buku
bisnis dari list bacaan. Males aja gitu baca buku bisnis yang kadang isinya
nggak lebih dari motivasi-motivasi yang rada-rada omong kosong. Subyektif
banget ya paragraph pembukanya.
Hingga akhirnya, beberapa waktu lalu
seorang kawan memberikan sebuah buku. Judulnya ‘Kok Bisa Gitu?’. Dari judulnya
tidak terbayang isinya apa ya? Duh naluri editor muncul nih. Namun setelah saya
baca, saya menemukan banyak ilmu (teori maupun teknis) tentang bisnis, yang
dituliskan dengan gaya cerita.
Pernah membaca buku Sokola Rimba-nya
Butet Manurung? Atau Catatan Seorang Demonstran-nya Soe Hok Gie? Nah buku ini
mirip-mirip seperti itu meskipun tidak sedetil dua buku di atas. Apabila Butet
dan Gie menuliskan hingga detil tanggalnya, Budi –Fabian Budi Seputro,
menuliskan kisah perjalanan sesuai tahun.
Budi –begitu ia biasa disebut, adalah
owner Sate Ratu. Saya pernah mereview produknya beberapa waktu lalu. Bagi
pecinta sate yang berdomisili di Jogja, saya yakin sudah pernah mendengar atau
bahkan mencicipi produk dari brand ini. Berbeda dengan sate kebanyakan, menu
yang disuguhkan Sate Ratu memiliki cita rasa yang unik dank has. Tapi, kali ini
saya tidak akan membahas hal ini lagi. Saya justru ingin sedikit berceita
–menceritakan kembali, perjalanan Sate Ratu dari titik awal, hingga saat ini. Saya
tentu tidak akan menceritakan semuanya. Biar pada penasaran, lalu baca bukunya,
terus icip satenya. Hehe.
Bagi yang sedang belajar bisnis atau lebih tepatnya manajemen bisnis, buku ini oke banget kalaumau dijadikan referensi. Pada bagian awal, Budi menceritakan kisahnya membangun brand Sate Ratu. Dari awalnya merupakan bisnis bersama lalu satu persatu partner-nya memilih mundur. Lalu tinggal ia dan istrinya yang berjuang membesarkan ‘anak’.
Saya memiliki beberapa momen ‘aha’
saat membaca buku ini. Pada part awal, momen aha saya adalah saat Budi
menceritakan betapa menggemaskannya proses memilih staff. Bukan sekedar memilih
orang saja, namun sepaket dengan isi kepalanya, attitudenya, hingga keluarganya. Lho kok keluarga? Yes, sebagai
manusia yang hidup di tengah masyarakat yang selalu ikut riweh kalau saudaranya
bahkan tetangganya punya gawe,
ternyata ini berpengaruh sekali dalam hal performa kerja. Di sisi lain, ketika
memilih orang yang sudah beres semuanya, jarang individu yang seperti ini mau
bekerja di tempat ‘rendah’.
Momen aha lain saat Budi menceritakan
pelanggan-pelanggan yang pernah mampir ke Sate Ratu. Beberapa loyal, kalau beli
bisa sampai berkotak-kotak. Namun ada juga yang ajaib. Dari yang minta refil
nasi putih berkali-kali dengan porsi sedikit (biar tidak terkena tagihan
tambahan), hingga yang minta refil gratisan. Waks!
Namun di luar kisah-kisah yang pabalidut itu, Budi juga menceritakan
perjuangannya membesarkan brand Sate Ratu. Memilih strategi bisnis yang sesuai
visi. Memilih lokasi yang tepat. Memilah pelatihan UKM yang worth it. Hingga memilih lomba kuliner
mana yang sesuai dengan brand Sate Ratu. Hal-hal yang kadang diabaikan oleh
usaha yang baru berdiri. Saking semangatnya bertumbuh, semua kesempatan dicoba.
Padahal beberapa diantaranya tidak sesuai dengan target jangka panjang bisnis
yang sedang dirintis.
So, buat pembaca yang sedang belajar
merintis bisnis, atau sedang di puncak bisnis, buku ini worth it untuk dibaca Agar tidak goyah dalam semangat. Juga tidak
gampang berpuas karena smeua ucapan selamat.
Sije
Arumdalu,
10 Februari 2021