Percaya nggak kalau lima tahun lalu saya pernah membuat surat wasiat? Isinya tentu saja ala-ala. Waktu itu masih mahasiswa. Jangankan takhta, harta saja tak puinya. Isi surat wasiat tersebut adalah password semua media sosial dan pin ATM. Serta hutang dan pinjaman buku yang belum saya kembalikan waktu itu. Karena waktu itu belum berpasangan, maka surat wasiat itu saya berikan kepada kawan baik saya.
![]() |
credit: detik travel |
Waktu itu pikiran saya simple, kekayaan saya ya tulisan saya. Tulisan-tulisan yang tersebar di media sosial, blog pribadi, dan website-website tempat saya dulu pernah bekerja. Beberapa mungkin akan memberatkan timbangan amal, namun ada beberapa yang sombong nan songong. Kadang saya memang tidak bisa membedakan mana tengil, mana sombong. Itulah kenapa saya butuh orang-orang yang berani nabok kalau saya keterlaluan.
Inisiatif menulis surat wasiat ini sebenarnya berawal
dari kekepoan saya. Beberapa kali ketika mendengar atau membaca kabar
meninggalnya seseorang, hal pertama yang saya lakukan adalah membuka laman
media sosial mereka. Saya penasaran saja, bagaimana si mayit melalui hidupnya.
Tidak ada niat buruk sebenarnya. Hanya ingin tahu. Cukup. Namun kadang saya
keponya kejauhan. Hal ini kemudian membuat saya berpikir, kalau saya meninggal
kelak, jangan-jangan orang-orang juga ngepoin media sosial saya. Terus mereka
komentar, “Oh Sije, yang tengil itu”. Ah malunya. Bukan sholihahnya yang
diingat (ya emang belum sholihah sih). Atau malah mungkin, “Oh Sije, yang galak
itu kan?”. Ew..ingat saya dalam hal yang baik-baik saja ya, fans. #eh.
Hari ini, saat saya menuliskan senandika ini, dunia
sedang tidak baik-baik saja. Kabar duka hampir setiap hari terdengar. Saya
benci sekali. Gini-gini, meski galak saya itu memblenan. Nangisan kalau ada
kabar buruk. Belum lama ini saya membaca berita seorang laki-laki meninggal di
taksi setelah ditolak lebih dari 10 rumah sakit rujukan covid. Juga
ulama-ulama, habib-habib, yang Allah minta untuk pulang dalam waktu yang
berdekatan. Ditambah dengan berita kecelakaan pesawat di perairan Kepulauan
Seribu. Ah bencinya saya dengan kabar-kabar seperti ini. Tapi, bukankah takdir
Allah selalu yang paling baik dari takdir-takdir baik?
Usai semua kabar ini, rasa-rasanya tidak berlebihan kalau
saya kembali menulis surat wasiat. Menulis ulang. Memperbarui. Sebelum
panggilan pulang itu datang.
Sije
Arumdalu,
19 Januari 2021
Tidak ada komentar:
Write Comment