Selasa, Februari 17, 2015

Jadi, Jilbabin Mana Dulu nih?

Mumpun lagi on tentang hijab day, jadi pengen nulis agak panjang tentang fenomena ini.  Hmm…sebelumnya mari kita samakan frame kita dulu, bahwa hijab day ini bukan berarti cuma  pakai hijab saat hari itu, namun setiap hari kudu pakai hijab terutama kalau ketemu yang bukan mahram (remember, mahram not muhrim).

Banyak yang bilang kayak gini,

“Ah mending jilbabin hatinya dulu. Baik-baikin sikap dan sifat, baru deh jilbabin kepala.”

Ah masa iya?

Bagi saya sebagai perempuan ketika mendengar kalimat itu, ini adalah manifestasi rasa malas (ups) dan tidak berani ambil resiko. Yap, apapun ada resikonya. Kenapa saya berani mengatakan seperti itu? Saya perempuan dan saya tahu rasanya. Ada yang tidak beres ketika lebih memilih untuk terbuka dari pada terjaga. Dimana pun dan siapapun ketika hati dalam kondisi baik, dan ruhiyah dalam kondisi terjaga (tilawah beres, sholat malam oke, sholat wajib on time dll) tidak akan merasa nyaman ketika dirinya dalam kondisi ‘terbuka’ dan menarik perhatian. Ini serius. Hal ini akan sangat berbeda saat hati sedang brekele dan ruhiyah awut-awutan (tilawah bolong-bolong, sholat tahajud lewat, sholat wajib molor dll), namanya pujian apalagi dari lawan jenis itu seperti ah begitulah.  Manis tapi bikin diabetes. :p

Kenapa harus hijab?

Banyak sebab dan hikmahnya. Pertama jelas karena ini wajib. Tapi ini bukan semata sebuah paksaan. Pokoknya wajib! Ada banyak hikmahnya kok. Beneran. Misalnya lebih mudah dikenali. Apanya yang dikenali? Identitasnya sebagai muslimah.

Pernah bingung menilai seseorang? Misal saat pertama kali berkenalan dengan seseorang. Perempuan tidak berhijab, tapi kalau telfon pakai kata assalamu’alaykum, atau kadang mengucapkan Alhamdulillah. Apalagi di jaman sekarang ini Assalamu’alaikum seolah menjadi salam yang universal, sama seperti Alhamdulillah, masya’ Allah, In Sya Allah dll. Tidak jarang teman-teman kita yang non muslim menggunakan kata-kata itu. Meskipun ini seharusnya tidak seharusnya mereka lakukan.  Nah sebagai seorang muslimah kita harus bisa membedakan mana yang sesama muslimah dan tidak, sebab aurat kita tidak boleh terbuka di depan perempuan non muslim. Sekali lagi tidak boleh.

Hikmah lain, agar tidak diganggu.  Masa sih? Nyatanya banyak tuh mbak-mbak pake jilbab yang digangguin.

Kalau memang masih ada mbak-mbak pakai jilbab yang masih digangguin, hal ini ada dua kemungkinan, pertama cowoknya yang minta dimasukkin botol (om jin kaleee :p), kedua mbaknya yang masih belum cukup terjaga. Belum cukup terjaga disini bisa jadi karena sengaja (ada lho) atau karena ketidak tahuan.

Hikmah yang lain? Banyak. Lebih asyik kalau dibahas di room khusus perempuan. Bukan di media sosial umum seperti ini.

Jadi jilbabin mana dulu nih?

Tidak ada yang lebih dulu. Pakai jilbab itu wajib, berbuat baik itu wajib. Jadi kalau pertanayaannya jilbabin mana dulu, keduanya, bersamaan. Kapan? Segera dan secepatnya.

Begini guys, setiap kita dilahirkan seperti koin (gepeng dong je? :p), Ada sisi cakep dan ada sisi brekelenya. Tiap kita pun tahu apa sisi brekele dari diri masing-masing. Artinya, selamanya kita tetap punya sisi itu. Kalau menunggu sisi cakep semua yang muncul, keburu mati. :D

Oke saya tidak akan mencontohkan orang lain, saya akan mencontohkan diri saya sendiri. Dulu, nggak ada tuh kepikiran bakal pakai jilbab, apalagi pakai rok. Duh ribet. Kagak bisa manjat pohon, nendang samsak, naik gunung,  apalagi kebut-kebutan. :p

Tapi skenario Allah itu, luar biasa kerennya. Hidayah itu turun dengan sangat halus (ya ada sisi malu-maluinnya juga sih-tidak akan saya tulis disini). Dan saat ini kalau saya harus melihat ulang sejarah hidup, saya berasa manusia paling alay.

Saat SMP, saya punya gank. Cewek semua. Tiap pagi hobinya nongkrong di deket parkiran sepeda. Duh berasa tukang parkir aja. Ngapain disana? Ngecengin ABG (pas itu saya kan juga masih ABG) :p.  Pokoknya nggak ada tuh bau-bau sholehahnya.

Masuk SMA semua berbalik arah. Dari semua anggota gank, saya menjadi orang paling nyeleneh.  Yang awalnya anti rok, mendadak pakai jilbab dan tentu saja pakai rok. Ajaibnya, di kelas saya cuma diri seorang ini yang pakai jilbab. Kehidupan berputar. Dulu yang awalnya alay suka ngecengin ABG, sekarang kapok. Soalnya dikecengin itu ternyata nggak asik. Ada orang orang yang ngelihatin tuh bikin risih.

Daann sejak saat tu saya mulai mengenal sisi brekele saya. Sampai sekarang masih banyak sisi brekelenya dari pada sisi cakepnya sih. :p. Cuma lebih bisa memilih apa yang boleh tampak dan mana yang hanya orang tertentu saja yang boleh tahu. Termasuk sisi brekele itu tadi.

Lalu hubungannya dengan jilbab?

Jilbab membuat pemakainya menyadari akan kewajibannya. Kalau apa yang saya alami adalah merasa harus jadi yang lebih baik saat sudah mengenakan jilbab. Artinya keduanya saling berikatan dan saling menunjang. Misal, nggak mungkin lagi donk manjat pohon di depan umum :p. Contoh lain tentang dorongan untuk belajar menyanyi, yap meskipun dulu pernah punya tim nasyid, tapi hal yang kemudian semakin saya sadari adalah suara ini bukan untuk konsumsi publik.  Cukup para cicak di kamar pingsan saat mendengarnya :D.

Bisa dibayangkan kalau hidayah itu tidak datang? Mungkin saat ini saya sudah jadi DJ dan hobi nongkrong lewat tengah malam. Atau malah lebih brekele dari itu.

Terakhir, yuk pakai jilbab dan hijab. Keduanya tidak membatasi kok. Suer. Kamu masih bisa melakukan apapun (selama itu baik). Naik gunung, nendang samsak, manjat pohon, masak, menulis, mengajar, all. Hanya saja, pahami dimana tempatnya dan seperti apa kondisinya. Kalau saya bisa, berarti kamu pun bisa.



Senorita
Sudah 46 hari terlewati, apa saja yang sudah terjadi?
Arumdalu 15 februari 2015
09.43

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment