Senin, Juni 25, 2012

CBSA (Cinta Bersemi Sesama Aktivis)

Credit here


Pernah mendengar istilah ini? Saya menemukan istilah ini saat masih duduk di bangku SMA. Saat awal mulai mengenal dunia aktivis sekolah, mulai tahu dunia rohis, osis, pramuka dan organisasi lainnya. CBSA  adalah fenomena dimana para aktivis mempunyai rasa yang spesial terhadap teman sesama aktivis.  Suatu ketika ada yang bertanya, ‘Apakah itu salah? Apakah sesame aktivis tidak boleh jatuh cinta?’. Jawaban singkatnya, tidak. Tidak ada ang salah dengan rasa itu. Tidak salah pula kalau sesama aktivis saling suka atau bahkan saling mencintai, selama mereka bukan mahram tentu saja. Lalu, mengapa selama ini banyak yang keberatan kalau ada sesama aktivis punya rasa yang spesial?


Saat CBSA datang
Fenomena satu ini datang disaat para aktivis itu terlibat dalam sibuknya kegiatan. Saat mereka terlibat di berbagai agenda. Saat mereka harus saling berinteraksi baik itu sesama jenis atau dengan lawan jenis. Sayangnya, saat berinteraksi dengan lawan jenis, ini membuat sesuatu yang berbeda. Seringnya interaksi membuat keduanya merasa sepenanggungan. Interaksi yang dulunya masih sungkan kini menjadi bebas. Bagi orang –orang tertentu yang punya tingkat kecuekan diatas rata-rata, mungkin ini tidak masalah. Namun, hal yang berbeda akan terjadi saat kondisi ini dialami oleh mereka yang hatinya mudah disentuh (bahasa halusnya mudah dirayu, ups). Sms-sms yang biasanya hanya sekedar pengingat rapat, kini bergeser menjadi pengingat makan, dan hanya untuk satu orang tersebut.

Memang pada akhirnya mereka menjadi bersemangat untuk melakukan kegiatan, datang rapat, serius dalam melaksanakan program kerja dan lain sebagainya. Namun, niatnya sudah lain, datang rapat agar ketemu si doi, biar doi kenal dan tahu kalau kita itu rajin, tanggungjawab, bla..bla..bla… Tapi kan akhirnya niatnya salah.

Hal ini bukan hanya terjadi diantara para aktivis yang masih baru, atau mereka yang slengekan. Mereka yang terlihat adem dan kalem pun banyak yang mengalami CBSA.


Emang nggak boleh po?
Beberapa waktu yang lalu ada seorang teman yang bertanya hal serupa. “Apakah tidak boleh sesama aktivis itu saling suka, saling menaruh hati. Mereka kan bukan mahram, dan halal-halal saja kalau mereka menikah. Kenapa harus dilarang-dilarang?” begitu katanya dengan berapi-api. Jawabannya, boleh. Tentu saja boleh antara para akivis itu saling suka dan saling menaruh hati. Hanya saja peletakannya rasa suka ini yang perlu ditata ulang. Bagaimana cara mengungkapkan, bagaimana cara meletakkan.

Selama ini banyak yang menggunakan kisah Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az Zahra sebagai contoh untuk melegalkan CBSA. Dulu kan Ali boleh, bukan dengan orang yang sembarangan, Fatimah putri Rosul. Lalu, kenapa sekarang banyak yang sewot kalau ada sesama aktivis saling menaruh ‘harapan’. Kepada mereka yang menggunakan dalil kisah Ali dan Fatimah sebagai referensi untuk melegalkan CBSA, ingin saya katakan dan ingin saya tanyakan. Apakah ilmu yang sekarang ini kita punya selevel dengan beliau berdua? Apakah guru-guru kita selevel Rosul? Apakah lingkungan kita tumbuh sekuat lingkungan tempat Ali dan Fatimah tumbuh dan berkembang. Atau, apakah kita bisa serapat itu mengunci rasa yang belum halal itu seperti Fatimah dan Ali. Bahkan Rosul pun tidak tahu. Hanya Allah dan keduanya masing-masing yang tahu. Lalu, kenapa kita dengan PD-nya merasa meniru Fatimah dan Ali. Bukankah selama ini, yang ada kita tidak bisa menyembunyikan rasa itu. Tersurat dari pesan-pesan singkat yang selalu terkirim. Terungkap dalam deretan kata-kata manis sebuah surat, yang katanya hanya sebuah surat persaudaraan. Terangkum dalam doa-doa yang seharusnya membuat kita malu. Masa` minta dijodohin sama seseorang, kalau nggak jodoh ya pokoknya harus jodoh. Jiah..maksa mode on. Bahkan dulu salah seorang teman pernah berkata seperti ini, ‘pokoknya, kalau nggak sama dia aku nggak mau.’ Lah…koq PD. Untung saja dia sekarang sudah ‘tobat’ :-D.

Hanya saja, penyikapan dilapangan seringnya berlebihan. Mereka yang tahu kalau temannya terserang penyakit CBSA tiba-tiba menjadi manusia setengah dewa. Mendadak pintar menghafal hadist-hadist. Mendadak jadi orang paling sewot sedunia, paling bawel, dan cerewet. Tidak ada kompromi, pokoknya harus dipisahkan, harus dijauhkan, kalau perlu salah satunya harus pindah sekolah atau pindah kampus. bahkan, terkadang orang-orang yang menikahnya dengan orang-orang yang satu organisasi, di ‘cap’ terjangkit penyakit CBSA dan dianggap proses menuju pernikahannya tidak bersih. Ini nyata terjadi, seolah antara sesama aktivis apalagi kalau seorganisasi, itu nggak boleh menikah. Lah, Allah aja membolehkan kenapa mereka pada sewot. Kenapa yang halal jadi seolah-olah makruh begini. Haish...gawat kalau sudah begini.

Ada dua sisi yang seharusnya kita mulai perbaiki. Sisi pertama dari si pelaku (kayak kejahatan aja), dan sisi kedua dari  sisi yang melihat dari luar. Si pelaku (kita sebut saja sepertu itu) seharusnya tahu diri, bukan main ambil contoh sembarangan, dan yang melihat dari luar juga nggak seharusnya sewot berlebihan. Islam selalu melihat sesuatu itu sama, bahwa yang namanya rasa sebelum waktunya itu punya aturan main, jadi kita pakai aturan itu, bukan membuat aturan main sendiri. Islam juga punya cara dalam menghadapi mahkluk langka yang hampir setiap hari, setiap tahun terkena CBSA, jadi sebagai orang-orang disekitar, kita tak perlu sewot yang berlebihan. Tabayunkan, sadarkan, kalau masih bandel nikahkan, kalau mereka nggak berani, berarti perlu diragukan :-D.


_BahasanJamanRemaja_
~Je~

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment