Credit here |
Pernah mendengar istilah ini? Saya menemukan
istilah ini saat masih duduk di bangku SMA. Saat awal mulai mengenal dunia
aktivis sekolah, mulai tahu dunia rohis, osis, pramuka dan organisasi lainnya.
CBSA adalah fenomena dimana para aktivis
mempunyai rasa yang spesial terhadap teman sesama aktivis. Suatu ketika ada yang bertanya, ‘Apakah itu
salah? Apakah sesame aktivis tidak boleh jatuh cinta?’. Jawaban singkatnya,
tidak. Tidak ada ang salah dengan rasa itu. Tidak salah pula kalau sesama
aktivis saling suka atau bahkan saling mencintai, selama mereka bukan mahram
tentu saja. Lalu, mengapa selama ini banyak yang keberatan kalau ada sesama
aktivis punya rasa yang spesial?
Saat CBSA
datang
Fenomena satu ini datang disaat para aktivis
itu terlibat dalam sibuknya kegiatan. Saat mereka terlibat di berbagai agenda.
Saat mereka harus saling berinteraksi baik itu sesama jenis atau dengan lawan
jenis. Sayangnya, saat berinteraksi dengan lawan jenis, ini membuat sesuatu
yang berbeda. Seringnya interaksi membuat keduanya merasa sepenanggungan.
Interaksi yang dulunya masih sungkan kini menjadi bebas. Bagi orang –orang
tertentu yang punya tingkat kecuekan diatas rata-rata, mungkin ini tidak
masalah. Namun, hal yang berbeda akan terjadi saat kondisi ini dialami oleh
mereka yang hatinya mudah disentuh (bahasa halusnya mudah dirayu, ups). Sms-sms
yang biasanya hanya sekedar pengingat rapat, kini bergeser menjadi pengingat
makan, dan hanya untuk satu orang tersebut.
Memang pada akhirnya mereka menjadi
bersemangat untuk melakukan kegiatan, datang rapat, serius dalam melaksanakan
program kerja dan lain sebagainya. Namun, niatnya sudah lain, datang rapat agar
ketemu si doi, biar doi kenal dan tahu kalau kita itu rajin, tanggungjawab,
bla..bla..bla… Tapi kan akhirnya niatnya salah.
Hal ini bukan hanya terjadi diantara para
aktivis yang masih baru, atau mereka yang slengekan. Mereka yang terlihat adem
dan kalem pun banyak yang mengalami CBSA.
Emang
nggak boleh po?
Beberapa waktu yang lalu ada seorang teman
yang bertanya hal serupa. “Apakah tidak boleh sesama aktivis itu saling suka,
saling menaruh hati. Mereka kan bukan mahram, dan halal-halal saja kalau mereka
menikah. Kenapa harus dilarang-dilarang?” begitu katanya dengan berapi-api.
Jawabannya, boleh. Tentu saja boleh antara para akivis itu saling suka dan
saling menaruh hati. Hanya saja peletakannya rasa suka ini yang perlu ditata
ulang. Bagaimana cara mengungkapkan, bagaimana cara meletakkan.
Selama ini banyak yang menggunakan kisah Ali
bin Abi Thalib dan Fatimah az Zahra sebagai contoh untuk melegalkan CBSA. Dulu
kan Ali boleh, bukan dengan orang yang sembarangan, Fatimah putri Rosul. Lalu,
kenapa sekarang banyak yang sewot kalau ada sesama aktivis saling menaruh
‘harapan’. Kepada mereka yang menggunakan dalil kisah Ali dan Fatimah sebagai
referensi untuk melegalkan CBSA, ingin saya katakan dan ingin saya tanyakan.
Apakah ilmu yang sekarang ini kita punya selevel dengan beliau berdua? Apakah
guru-guru kita selevel Rosul? Apakah lingkungan kita tumbuh sekuat lingkungan
tempat Ali dan Fatimah tumbuh dan berkembang. Atau, apakah kita bisa serapat
itu mengunci rasa yang belum halal itu seperti Fatimah dan Ali. Bahkan Rosul
pun tidak tahu. Hanya Allah dan keduanya masing-masing yang tahu. Lalu, kenapa
kita dengan PD-nya merasa meniru Fatimah dan Ali. Bukankah selama ini, yang ada
kita tidak bisa menyembunyikan rasa itu. Tersurat dari pesan-pesan singkat yang
selalu terkirim. Terungkap dalam deretan kata-kata manis sebuah surat, yang
katanya hanya sebuah surat persaudaraan. Terangkum dalam doa-doa yang
seharusnya membuat kita malu. Masa` minta dijodohin sama seseorang, kalau nggak
jodoh ya pokoknya harus jodoh. Jiah..maksa mode on. Bahkan dulu salah seorang
teman pernah berkata seperti ini, ‘pokoknya, kalau nggak sama dia aku nggak
mau.’ Lah…koq PD. Untung saja dia sekarang sudah ‘tobat’ :-D.
Hanya saja, penyikapan dilapangan seringnya
berlebihan. Mereka yang tahu kalau temannya terserang penyakit CBSA tiba-tiba
menjadi manusia setengah dewa. Mendadak pintar menghafal hadist-hadist.
Mendadak jadi orang paling sewot sedunia, paling bawel, dan cerewet. Tidak ada
kompromi, pokoknya harus dipisahkan, harus dijauhkan, kalau perlu salah satunya
harus pindah sekolah atau pindah kampus. bahkan, terkadang orang-orang yang
menikahnya dengan orang-orang yang satu organisasi, di ‘cap’ terjangkit
penyakit CBSA dan dianggap proses menuju pernikahannya tidak bersih. Ini nyata
terjadi, seolah antara sesama aktivis apalagi kalau seorganisasi, itu nggak
boleh menikah. Lah, Allah aja membolehkan kenapa mereka pada sewot. Kenapa yang
halal jadi seolah-olah makruh begini. Haish...gawat kalau sudah begini.
Ada dua sisi yang seharusnya kita mulai
perbaiki. Sisi pertama dari si pelaku (kayak kejahatan aja), dan sisi kedua
dari sisi yang melihat dari luar. Si
pelaku (kita sebut saja sepertu itu) seharusnya tahu diri, bukan main ambil
contoh sembarangan, dan yang melihat dari luar juga nggak seharusnya sewot
berlebihan. Islam selalu melihat sesuatu itu sama, bahwa yang namanya rasa
sebelum waktunya itu punya aturan main, jadi kita pakai aturan itu, bukan
membuat aturan main sendiri. Islam juga punya cara dalam menghadapi mahkluk
langka yang hampir setiap hari, setiap tahun terkena CBSA, jadi sebagai orang-orang
disekitar, kita tak perlu sewot yang berlebihan. Tabayunkan, sadarkan, kalau
masih bandel nikahkan, kalau mereka nggak berani, berarti perlu diragukan :-D.
_BahasanJamanRemaja_
~Je~
Tidak ada komentar:
Write Comment