tak
ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
1989,
Sapardi Djoko Damono
Anda tahu?
Hujan tidak pernah muncul di bulan Juni, manakala penulis
menulis puisi ini.
Karenanya, puisi ini semakin menyiratkan banyak makna, dan
menyembunyikan banyak luapan rasa.
Dan karenanya pula saya semakin suka.
Jadi biarkan saja.
Semuanya bersembunyi dibalik pohon berbunga, jalanan, dan akar
yang menghujam ke dalam.
Karena hujan mengerti, kapan masanya membasahi semesta…
Sebuah tulisan dari seseorang yang sudah tidak ada lagi
disini. Lalu kenapa saya posting ulang di blog saya ini? Saya merindukannya.
Begitulah cinta. Semoga kita selalu bertemu dalam sepertiga malam terakhir.
Dalam panjang sujud dan bening-bening yang menggulir.
_Munggahgunung_
Tidak ada komentar:
Write Comment