Minggu, Juni 16, 2013

Pendaki, Apakah Selamanya Pecinta Alam?




Pecinta alam adalah mereka yang senang berpetualang. Meneriakkan anti perusakan lingkungan dalam rangka pelestarian alam. “Konservasi atau mati”, begitu kata mereka.

Selama ini kita, hmm..aku deh. Sering mengidentikkan pendaki adalah pecinta alam. Tapi apa iya? Nggak semuanya. Kamu musti tahu, banyak pendaki yang meninggalkan jejak sampah saat mereka mendaki. Membuat gunung penuh dengan daki. Ah..aku masih belum bisa memaafkan mereka.

Beberapa waktu yang lalu, aku diberi kesempatan untuk mendaki (lagi). setelah hampir sekian bulan nggak mendaki. Ah..rasanya bau angin gunung selalu memanggilku. Wangi gunung yang selalu membuatku bisa tersenyum. Meskipun kedua kaki berkata lain. Gempor jendral!

Kalau kata temanku, “Ngapain sih mbak, capek-capek naik gunung? Toh juga turun lagi”
Hahha, bagi sebagian orang, naik gunung memang seperti pekerjaan sia-sia. Coba bayangkan, capek-capek naik gunung. Belum lagi kalau medannya aduhai, udah jadi beda judul, bukan naik gunung, tapi panjat tebing. Bawa tas segede kulkas. Kudu pake jaket tebel. Perlengkapannya juga nggak bisa dibilang murah meriah. Nguras kantong bo! Tapi, aku tetep ketagihan tuh. 

Back to topic!

Apa iya setiap pendaki itu pecinta alam?

Kalau ada yang harus kurindukan di atas gunung, itu adalah kalian

.
Aku melihatnya berbeda. Pertama kali naik gunung (Gunung Lawu), aku musti agak kecewa. Setiap jengkal tanah yang aku lewati aku selalu menemukan plastik bekas makanan. Mulai dari plastik mie instan hingga permen. Berceceran di jalan.

Aku tambah kecewa saat pendakian Sindoro kemarin. Banyak teman satu tim pendakian yang dengan mudahnya membuang sampah sembarangan. Habis minum madu, sampahnya langsung buang begitu saja. Plastik mie instan, nggak dimasukkan lagi ke dalam tas, atau tempah khusus sampah.
Puncak Sindoro

Mengingatkan? Percuma, bukan satu dua orang yang melakukan demikian. Aku saja begitu mencintainya, kenapa kalian tidak? Memang benar, mencintai belum tentu menjaga. Belum tentu mau merawat, hanya mau menikmati apa yang bisa dinikmati. Urusan keindahan besok? Biarkan alam mendaur ulang sendiri.

Mungkin karena mereka hanya sekedar pendaki. Aku masih banyak melihat para pendaki yang benar-benar mencintai alam ini. Merangkai sampah-sampah yang ditemui. Dibawa turun kebawah. Dibuang! Itulah mencintai. Sampai saat  ini, yang aku bisa hanyalah menyimpan sampahku sendiri. Pendakian selanjutnya semoga ada peningkatan.

Jadi malu, sebelum berangkat adekku berkata, “Mbak, jangan lupa bawa plastik!”

Dengan polosnya aku bertanya,”Buat apa?”

“Lho katanya pecinta alam. Paling nggak bawa setiap sampah yang ditemui diatas gunung.”

Jangankan, memungut sampah. Bisa sehat sampai base camp saja bagiku sebuah anugerah. Hehehe. Kakinya bener-bener demo. Nggak bisa diajak kompromi. Sudah nggak terhitung berapa kali kram kaki. Nggak terhitung berapa kali mencium tanah dan semak-semak.

Gunung memang mampu menyihir setiap manusia. Menunjukkan sifat asli yang sesungguhnya. Jadi kamu pendaki atau pecinta alam?


Kode etik pecinta alam se-Indonesia

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment