Beberapa waktu
yang lalu sebuah keputusan sudah bulat. Meskipun mungkin suatu ketika bisa saja
akan berubah lagi. Mengeliminasi nama beberapa orang, dan memasukkannya dalam
list doa. Tidak akan ada lagi nasehat, baik itu secara langsung maupun
sindiran. Tidak aka nada lagi pengingat dalam bentuk apapun. Semua yang aku
bisa sudah aku lakukan.
Mungkin bagi
sebagian orang urusan satu itu menjadi urusan sepele dan nggak perlu
dibesar-besarkan. Tapi bagiku waktu itu sebelum memutuskan, itu menjadi urusan
yang penting. Saat persaudaraan diuji. Apakah kau akan terus memegang kendali
atas saudaramu atau akan melepaskan kendalinya.
Beberapa tahun
yang lalu, aku pernah menemukan sebuah pesan singkat yang sempat membuatku
syok. Bagaimana tidak, teman dekatku, teman main, teman bercanda dan bisa
dibilang sudah seperti saudara, melakukan sesuatu yang bukan dia banget. Aku cukup
mengenalnya, dia cukup mengenalu, wajar kalau aku nggak menyangka dia melakukan
itu.
Aku tahu, memang
ada satu orang yang cukup dekat dengannya. Seorang laki-laki. Aku pun mengenal
orang itu. aku kira hubungan mereka biasa seperti hubungan yang lain. Tapi apa
yang kukira langsung hilang seketika begitu aku melihat sebuah pesan singkat
yang sangat singkat tapi bisa menjelaskan semuanya.
Selamat istirahat
dek.
Hmmmm…ah sudahlah.
Mungkin aku yang terlalu polos untuk menganggap mereka begitu terjaga. Hanya
itu yang kuingat waktu itu. Merekalah yang menjadi orang pertama dan kedua
masuk list doa.
Lalu beberapa
waktu yang lalu aku temui orang-orang yang sama ceritanya. Aku mengenal mereka.
melakukan hal yang sama, mencicipi mawaddah lebih dulu sebelum yang lainnya.
mereka lupa dengan alur yang seharusnya mereka lewati. Alur perayaan cinta (bisa
dibaca di tulisan sebelumnya).
Mengingatkan menjadi
agenda wajibku saat itu. Apapun respon mereka aku nggak peduli.
Saat itu yang
aku pahami adalah, memberikan hak sauadara. Dia punya hak untuk diingatkan. Sudah,
hanya itu. tidak lebih. Hingga waktu menjawab semuanya. Nggak ada yang berubah.
Justru semakin dinikmati mawaddah yang belum sampai waktunya. Sejak itu, mereka
berdua masuk kedalam listi doa. Tidak akan ada lagi mengingatkan, tidak akan ada
lagi nasehat. Hanya doa.
Emang boleh?
Pada titik
tertentu boleh dan sah-sah saja. Saat semua sudah dilakukan dan yang
bersangkutan tidak bergeming. Justru kita yang seringnya mengabaikan kekuatan
doa. Menganggap doa itu adalah senjata paling lemah yang bisa dilakukan
manusia. Padahal justru sebaliknya, ketika doa sudah terucap, Allah lah yang
maju. Bukan lagi manusia seperti kita.
Selama, kita sudah
melakukan apa yang kita bisa. Bukan semua main doa. Harus ada ikhtiar yang baik
untuk mengingatkan, untuk menasehati dan lain sebagainya. Sampai akhirnya, doa
menjadi ikhtiar yang terakhir. Kalau kata anak kecil, ah biarin Allahku yang
maju. J
NB: catatan
pribadi
Mungkin karena
sudah terlalu sering. Mungkin juga karena sudah mulai tidak peduli. Bisa jadi
juga, tidak mau lagi melihat aib orang lain. Semua sudah dewasa, sudah tahu
apakah itu baik atau tidak. ;)
Tidak ada komentar:
Write Comment