http://ultimatesammy.files.wordpress.com |
Entah kenapa, malam ini saya betah melek. Meskipun matanya
bisa dibilang tinggal segaris. Ini luar biasa saudara. Biasanya kalau sudah
nempel bantal langsung molor. Heheheh. Biasanya janjian dengan alarm, tapi saya
sering mengkhianatinya. Dia teriak-teriak sampai serak, saya tetap bobok
cantik. Hahahha. Berbekal keisengan (bekal abadi hihihi), gara-gara nggak bisa
tidur saya online ke facebook. Seperti biasa, membiakkan hobi kepo. Ngepoin facebook
teman-teman yang sudah lama tidak bersua. Kakak-kakak angkatan (InsyaAllah
tanpa modus :D), adik di jurusan, sampai bu dosen pembimbing skripsi (sstt
sampai sekarang saya masih horror kalau ketemu bundo satu ini).
Hingga sampailah saya pada sebuah akun facebook yang
membuat saya mewek #lebay. Merasa beda level. Bagaimana tidak minder ketika
yang terbuka adalah akun seorang penghafal Al Quran yang beberapa waktu lalu
tiba-tiba pamitan dari grup WA dengan alasan mau sprint hafalan. Tahun ini target
selesai katanya. Bisa dibayangkan berapa juz yang sudah dia hafal? #Jangantanyaberapajuzyangsudahsayahafal
L
Bagaimana tidak mengkeret kalau yang terbuka adalah
profile seorang sahabat yang begitu aktif dalam gerakan-gerakan sosial. Pada
saat yang sama, saya hanya duduk manis bertemankan dengan keyboard sambil
mengetik cerita tentang mereka.
Mana mungkin saya bisa menyombongkan diri kalau saat ini
yang sedang terbuka adalah profil seorang saudara yang sudah lulus S2 cumlaude,
aktif di organisasi sosial internasional,
dan mulai melebarkan sayapnya di dunia yang kebetulan membuat saya jatuh cinta
juga. Seni.
Pernah merasa begitu? Merasa beda level, beda tingkat. Iri?
Pasti. Manusiawi. Sangat manusiawi. Tapi apakah hanya akan berhenti sampai kata
iri saja? Menjauh? Oh please, don’t think abauot that!
Ketika Virus Beda Level Melanda
Sekali lagi iri itu manusiawi. Tinggal cara kita
mengelola iri itu. Apakah akan membuat kita tetap manusiawi, atau kehilangan
rasa sebagai manusia. Banyak orang yang awalnya iri, jadi benci dan menghindar.
Merasa tidak sepadan, lalu ingin menjauh. Apakah saya pernah seperti itu?
Sering! Tapi yang terjadi justru saya yang rugi. Menjauh dari manusia-manusia
pilihan. Tidak mau keluar rumah. Tidak mau ketemu orang. Parah!
Sampai akhirnya saya sampai pada suatu titik. Eh,
sebentar, kok tulisannya jadi serius begini siy. Wah, ini tanda-tanda ngantuk
saudara. Tapi kayaknya nggak seru nih kalau pembahasannya ditunda. Okelah saya
akan to the point saja. Seperti biasanya. Langsung pada intinya.
Ketika virus beda level melanda, obatnya cuma satu. Jangan jauh-jauh dengan orang yang membuat
kita iri. Ini jurus ampuh untuk tetap “hidup”. Diwaktu yang sama, saat kita
tidak (mau) menjauh dari manusia-manusia hebat itu, kita sedang mensugesti diri
kita sendiri. Minimal ‘ketularan’ semangatnya. Ini sering saya lakukan. Ketika saya
sudah dalam level “payah”, satu yang saya lakukan adalah bertemu dengan orang
(kalau bisa yang bikin saya merasa payah itu).
Berhasilkah? Seringnya berhasil. Tergantung separah apa “payah”-nya.
Kalau masih belum berhasil juga, temui komunitas yang bisa membuat santai dan
tertawa. Intinya temui manusia, jangan ngobrol dengan diri sendiri saja.
NB: Tadi itu rencananya tulisan ini nggak tentang tips
cara mengatasi virus beda level. Tapi, ah sudahlah. Ini sudah hampir tengah
malam. Waktunya cinderela pulang dan bobok cantik. Hihihi.
Tidak ada komentar:
Write Comment