Jumat, Mei 09, 2014

Beda level

http://ultimatesammy.files.wordpress.com

Entah kenapa, malam ini saya betah melek. Meskipun matanya bisa dibilang tinggal segaris. Ini luar biasa saudara. Biasanya kalau sudah nempel bantal langsung molor. Heheheh. Biasanya janjian dengan alarm, tapi saya sering mengkhianatinya. Dia teriak-teriak sampai serak, saya tetap bobok cantik. Hahahha. Berbekal keisengan (bekal abadi hihihi), gara-gara nggak bisa tidur saya online ke facebook. Seperti biasa, membiakkan hobi kepo. Ngepoin facebook teman-teman yang sudah lama tidak bersua. Kakak-kakak angkatan (InsyaAllah tanpa modus :D), adik di jurusan, sampai bu dosen pembimbing skripsi (sstt sampai sekarang saya masih horror kalau ketemu bundo satu ini).

Hingga sampailah saya pada sebuah akun facebook yang membuat saya mewek #lebay. Merasa beda level. Bagaimana tidak minder ketika yang terbuka adalah akun seorang penghafal Al Quran yang beberapa waktu lalu tiba-tiba pamitan dari grup WA dengan alasan mau sprint hafalan. Tahun ini target selesai katanya. Bisa dibayangkan berapa juz yang sudah dia hafal? #Jangantanyaberapajuzyangsudahsayahafal L

Bagaimana tidak mengkeret kalau yang terbuka adalah profile seorang sahabat yang begitu aktif dalam gerakan-gerakan sosial. Pada saat yang sama, saya hanya duduk manis bertemankan dengan keyboard sambil mengetik cerita tentang mereka.

Mana mungkin saya bisa menyombongkan diri kalau saat ini yang sedang terbuka adalah profil seorang saudara yang sudah lulus S2 cumlaude, aktif di organisasi sosial  internasional, dan mulai melebarkan sayapnya di dunia yang kebetulan membuat saya jatuh cinta juga. Seni.

Pernah merasa begitu? Merasa beda level, beda tingkat. Iri? Pasti. Manusiawi. Sangat manusiawi. Tapi apakah hanya akan berhenti sampai kata iri saja? Menjauh? Oh please, don’t think abauot that!

Ketika Virus Beda Level Melanda

Sekali lagi iri itu manusiawi. Tinggal cara kita mengelola iri itu. Apakah akan membuat kita tetap manusiawi, atau kehilangan rasa sebagai manusia. Banyak orang yang awalnya iri, jadi benci dan menghindar. Merasa tidak sepadan, lalu ingin menjauh. Apakah saya pernah seperti itu? Sering! Tapi yang terjadi justru saya yang rugi. Menjauh dari manusia-manusia pilihan. Tidak mau keluar rumah. Tidak mau ketemu orang. Parah!

Sampai akhirnya saya sampai pada suatu titik. Eh, sebentar, kok tulisannya jadi serius begini siy. Wah, ini tanda-tanda ngantuk saudara. Tapi kayaknya nggak seru nih kalau pembahasannya ditunda. Okelah saya akan to the point saja. Seperti biasanya. Langsung pada intinya.

Ketika virus beda level melanda, obatnya cuma satu.  Jangan jauh-jauh dengan orang yang membuat kita iri. Ini jurus ampuh untuk tetap “hidup”. Diwaktu yang sama, saat kita tidak (mau) menjauh dari manusia-manusia hebat itu, kita sedang mensugesti diri kita sendiri. Minimal ‘ketularan’ semangatnya. Ini sering saya lakukan. Ketika saya sudah dalam level “payah”, satu yang saya lakukan adalah bertemu dengan orang (kalau bisa yang bikin saya merasa payah itu).

Berhasilkah? Seringnya berhasil. Tergantung separah apa “payah”-nya. Kalau masih belum berhasil juga, temui komunitas yang bisa membuat santai dan tertawa. Intinya temui manusia, jangan ngobrol dengan diri sendiri saja.

NB: Tadi itu rencananya tulisan ini nggak tentang tips cara mengatasi virus beda level. Tapi, ah sudahlah. Ini sudah hampir tengah malam. Waktunya cinderela pulang dan bobok cantik. Hihihi.



    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment