Kamis, Mei 15, 2014

Kecewa? Kecewalah dengan Anggun


Jangan tanya berapa kali saya kecewa. Jangan tanya berapa kali saya mencari apa yang sebenarnya. Jangan pula tanya berapa kali saya ingin tidak peduli pada semua ini. Tak terhitung. Tapi Alhamdulillah, rasa ingin kembali untuk meluruskan selalu menang. Tidak ada jamaah malaikat di dunia ini. Ketika salah, justru saat itulah fungsi dari seorang saudara, mengingatkan. Bukan mencela apalagi menjauhi. Hal ini sekaligus menampar saya, karena sejatinya saya selama ini masih berharap pada manusia. Makanya saya kecewa.

Sekarang, kalau saya melihat saudara-saudara saya kecewa, saya seperti bercermin. Pasti saya saya lebih menyebalkan dari itu. Apalagi saya kalau ngomong nggak peduli ngomong sama siapa. Apa yang harus dikatakan, dikatakan saja. Allah, banyak orang yang sakit hati deh kayaknya. Ampun ya Allah. Semoga dulu teman-teman saya tidak ada yang pendendam. Semoga nggak ada yang mendoakan buruk. Aamin.

Hari ini tadi, saya iseng membaca sebuah artikel dari seorang teman. Sepertinya artikel itu cara dia menumpahkan kekesalannya. Katarsis banget. Pakai sebut merk pula. Harusnya kalau seperti ini, perlu dipertanyakan, siapa yang santun dan siapa yang tidak tahu etika penulisan. Ah tapi ya sudahlah, artikel itu sudah dishare. Semoga ada banyak pembelajaran disana.

Ada beberapa kisah yang ingin saya tuliskan disini. Tentang mereka yang kecewa tapi pada akhirnya lepas kendali. Pertama seorang akhwat yang saya belum pernah bertemu dengannya. Tapi dari apa yang dia tulisnya, siapapun bisa menilainya. Dia pernah bergabung dalam sebuah kelompok, yang insyaAllah baik. Hingga suatu saat dia merasa menemukan satu gerakan lain yang menurut dia lebih baik.

Singkat cerita, dia sudah 7 tahun berkecimpung di gerakan yang pertama. Lalu baru berapa bulan pindah ke gerakan yang kedua. Kalau boleh saya katakan, dia sombong dengan apa yang dicapainya. Semoga saja penialian saya salah. Setelah sekian bulan di gerakan yang baru, tiba-tiba sebuah kalimat yang seharusnya tidak baik untuk diucapkan keluar darinya, “Saya baru sekian bulan di gerakan ini, tapi sudah belajar sekian kitab. Sedangkan di gerakan yang kemarin, saya tidak belajar apa-apa. Hanya kulit arinya saja.” Ah, sayang sekali ya, kitab-kitab yang dia pelajari justru membuat dia tidak bijak dalam menilai. Tujuh tahun itu bukan waktu yang singkat, kalau pun hanya kulit arinya saja yang dipelajari, siapa yang salah? Apakah belajar itu hanya pasif? Menunggu  guru ngomong? Hmm…think again.

Kisah kedua, seorang teman yang katanya dulu begitu cinta dengan sebuah partai. Sepertinya dia salah memulai. Biasanya ini terjadi dengan mereka yang baru mengenal gerakan saat dikampus. Sangat militant di awal, tapi sekali kecewa langsung tenggelam, hilang. Dia mengaku dulu saat masih cinta dengan partainya itu, dia pernah melakukan kesalahan, yaitu membuat proposal yang fiktif. Katanya itu suruhan seniornya. Hmm…pliss mari kita kritis disini. Tidak ada paksaan. Kenapa harus mau menjalankan? Dan sekarang mati-matian menyalahkan partai. Wait! Itu proposal yang bikin siapa? Yang disalahin siapa? Nah, kan mbulet. Bagaimanapun, kita ada dimanapun tugasnya bukan hanya menerima, tapi juga mengingatkan, memperbaiki, menjadikan lebih baik. Kalau memang itu salah, ingatkan. Jangan dilakukan. Kita tidak sedang hidup di dunia malaikat bukan?

Kadang dalam hidup kita tidak hanya berlomba siapa yang paling benar, tapi juga belajar siapa yang lebih santun dalam mengingatkan saudaranya. Berlomba siapa yang paling bisa mencerminkan islam dari dirinya. Apakah sebuah hal yang menurutmu baik harus disampaikan dengan tidak baik? Kecewa itu boleh. Berhenti sejenak itu boleh. Tapi jangan lupa untuk memperbaiki hal yang membuat kita kecewa. Jangan sampai lupa kalau kita juga harus kembali bergerak.
Kecewa? Kecewalah dengan anggun.
Teruslah menganggun
Senorita


    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment