Tok..tok..tok…
“Cari siapa?”
“Mbak Sita ada?” Suara seorang laki-laki.
“Sebentar, mbak Sita sedang mandi. Mau
ditunggu?”
Percakapan diatas terdengar sepele? Oke mari
kita baca contoh lain.
Tok..tok..tok..
“Cari siapa?”
“Mbak Indahnya ada?”
“Mbak Indah ada yang nyari”
“Iya, sebentar sedang pakai kaus kaki.”
“Sebantar ya mas, mbak Indah sedang pakai kaus
kaki.”
Sudah terbayang apa yang saya maksud? Percakapan
sepele dan secara tidak sadar sebagian besar dari kita sering mempraktekkannya.
Sekilas terdengar biasa, tapi mari kita lihat lagi.
Saya suka risih sendiri mendengarnya. Siapa yang
tahu apa yang si mas pikirkan begitu mendengar jawaban ‘sedang mandi’ atau ‘sedang
memakai kaus kaki’. Jangan-jangan si mas berpikir tentang jempol kaki. Nah loh!
Gegara ini, dulu saya nyaris membuat cerpen dengan judul, ‘Cantiknya jempol
kakimu’, gemes pisan euy.
Ini hanya tentang pilihan kata. Sebenarnya kita
bisa menjawab dengan, “Maaf mas, mbak Sita sedang di belakang. Silahkan tunggu
sebentar”, atau “Tunggu sebentar ya. Silahkan duduk.” Beres kan? Tanpa kita
harus membuka ‘aurat’ saudara sendiri.
Bagaimanapun kita tidak pernah tahu kondisi hati
dari kawan bicara. Apakah hatinya sedang bersih lalu bisa berpikir jernih.
Ataukah sedang dalam kondisi lemah iman. Sehingga membuatnya secara tidak
sengaja terpikirkan hal yang tidak seharusnya.
Itu dari para perempuan. Bagaimana kalau dari
laki-laki? Saya berkali-kali harus menahan geram dan gemas ketika dalam sebuah
acara dan kebetulan melewati waktu salat. Banyak laki-laki yang reflek
bertanya, “Sedang salat nggak?”. Ini tidak hanya dilakukan oleh mereka yang
amburadul, tapi juga yang hanif dan faham tatacara bergaul dengan lawan jenis.
Hei man! Boleh donk saya memberi usulan.
Gantilah pertanyaanmu dengan kalimat yang lebih baik. Seperti, “Ada yang
berjaga disini? Saya mau nitip tas.” Maksud tersampaikan, tanpa harus bertanya
tentang ‘aurat’ bukan?. Hal yang perlu diketahui adalah, perempuan mengalami
fase penurunan intensitas dengan Rabb-nya saat sedang haid. Tidak bisa salat,
tidak bisa membaca Alquran (sebagian ulama ada yang membolehkan membaca),
ditambah labilnya hormon dalam tubuh. Artinya, sebagian besar perempuan ada
dalam kondisi yang tidak ‘on top level’ iman dan penjagaan.
Ucapan atau tindakan kita yang kadang kurang
hati-hati seperti contoh diatas secara tidak langsung bisa membuka aurat
saudara kita. Hijab itu bukan melulu selembar kain yang digunakan untuk
menutupi. Tapi juga sejauh mana kehati-hatian kita untuk tidak tergoda
memberikan puzzle-puzzle seperti, ‘sedang mandi’ dan ‘sedang memakai kaus
kaki’.
-Senorita-
Tidak ada komentar:
Write Comment