Apa yang tersisa
dari seorang perempuan ketika semua perasaan telah dikelupasnya hingga ke
sumsum terdalam?
Tahun keempat di
kota ini, seorang teman laki-laki dengan jumawa bernasihat,
“Makanya jadi perempuan itu jangan suka makan yang
instan-instan. Tinggal makan aja. Masak sekali-sekali.”Emang kalau saya lagi
masak harus cerita gitu? Alamak, selo tenan.
Pada kesempatan lain, seorang dengan sangat keponya mencoba
mengorek info.
“Eh, kamu itu kalau sama cowok cuek gitu ya? Entar kalau
punya suami gimana?” -_- Situ kok PD bertanya begitu. Ibaratnya, saya punya
brangkas, situ minta kode kuncinya. Rahasialah ya.
“Kamu kok nggak pernah ngangkat telfonku? Masa nggak mau
dihubungi cowok, gimana kalau bisnis?” Bang, kayaknya situ kagak ngajak bisnis
deh.
Itu satu dari sekian ‘kasus’ yang pernah saya temukan.
Hingga akhirnya muncul pertanyaan,
Seperempuan apa diriku, haruskah Tuan tahu?
***
Saya ingin memulai
tulisan ini dari nasihat seorang bapak kepada anak gadisnya, “Kalau sedang haid,
jangan diperlihatkan. Kalau perlu disembunyikan. Jangan sampai laki-laki tahu.”
Bukan apa-apa, tapi
memang pada waktu itu sebagian besar perempuan kehilangan waktu berdekatan
dengan Rabb-nya. Tidak boleh sholat, tahajud tidak boleh, beberapa pendapat
juga mengatakan tidak diijinkan membaca Alquran dan lain sebagainya. Tidak
jarang ada yang musti ekstra keras mengembalikan semangat ‘kejar setoran’ ini
setelah sekian hari libur. Sebab, itu tidak boleh banyak orang lain tahu. Hanya
yang memang benar-benar dekat (bukan termasuk hubungan kakak-adekan lho ya)
yang boleh tahu. Karena pada sekian
waktu itu, penjagaan sedikit melemah. As
you know, syetan itu lembutnya ngalahin molto.
Tapi sekarang, ada
banyak meme di dumay yang bahasannya nggak jauh-jauh dari PMS? Seolah ini
guyonan warung kopi. Nggak asyiknya, banyak juga para perempuan dengan mudahnya
bilang, “Eh, aku lagi nggak sholat kok…” atau “Aku kan lagi nggak puasa, boleh
donk makan.“ Euw….
Dan kalau saya
sedang eneg, saya diam-diam mendoakan mereka para pendukung meme itu untuk
sekali-kali merasakan dahsyatnya nyeri haid. #ketawa jahat
Jadi seperempuan apa diriku?
Saya punya mbak kos
yang ciamik. Tahajudnya nggak pernah bolong. Jam dua dini hari pasti bangun.
Pasti! Masak? Alah itu mah keciiil. Mulai dari bakwan jagung yang endeess,
hingga abon yang masaknya berjam-jam. Dandan? Bisa banget. Tilawah? Beuh….saya
mah apa atuh. Koleksi baju modis? Lengkap! Tapi bukan untuk dipakai di depan
umum, untuk suaminya saja kelak, katanya. Masalah kehalusan adab, insyaAllah
juara. Sholihah lah pokoknya.
Tapi siapa yang
tahu? Di luar kos, dia biasa saja. Bahkan cenderung cuek –kalau tidak boleh
dikatakan galak, dengan lawan jenis. Dandan seperlunya, nggak pernah posting
hasil masakan, ibadah semacam tilawah dan sejenisnya diselesaikan sebelum jam
dhuha. Artinya tidak ada orang lain kecuali benar-benar dekat dengannya yang
tahu. Kurang perempuan apa? Saya? Tiap hari belahin cermin karena buruk rupa.
Lain lagi dengan
cerita seorang teman kampus saya. Di kalangan kaum adam, dia terkenal
garang. Tapi, hanya dia yang ditangisin
paling lama oleh adik-adik ditempat KKN-nya saat perpisahan. Kok bisa gitu?
Iyap, setelah kepo berbagai sumber, selama disana dialah yang paling banyak
mendampingi anak-anak. Mengajari masak, menari, mengaji, sampai jadi tempat
curhat. Ibuable banget kan? Tahu apa hobinya? Naik gunung dan kabar terakhir
dia lagi seneng manjat dinding. Secara tampilan, bukan tipe penggemar gamis
manis dan jilbab rawis, penting rapi. Alamak.,, makhluk semacam itu bisa masak,
menari dan menyanyi? Sangar sekali. Sekali lagi, hanya terdekat yang tahu.
Lain lagi di
kontrakan saya sebelumnya. Teman saya, secara
penampilan ‘macho’. Jilbanya rapi. Selalu pakai rok kemana pun pergi. Namun
sekali lagi, dia bukan tipe yang ramah tamah kepada laki-laki. Biasa aja. Cuek
malahan. Tapi urusan rumahtangga beres
semua. Setiap satu pekan sekali ke pasar, masak lauk kering untuk stok tujuh
hari ke depan. Saya? Tinggal minta jatah tiap pagi buat sarapan #nyengir.
Jadi, Haruskah Tuan Tahu?
Tuan, boleh saya
bicara?
Masih ada banyak
hal yang butuh Tuan selesaikan. Pekerjaan umat yang tak kunjung tamat.
Mensholihkan kaummu yang katamu jumlahnya sedikit. Bayangkan, sudah sedikit,
alay pula, menyesakkan bukan –semoga tidak begitu. Sekolah tinggi mencari ilmu
sebanyak-banyaknya, biar nggak kalah dari perempuan katanya –sebab ini banyak
perempuan takut sekolah lagi Tuan. Takut Tuan tidak berani mendekati, sungguh itu mengerikan
sekali. Tapi Tuan, lebih mengerikan ketika anak-anak kami beribukan
perempuan yang banyak alasan untuk mencari ilmu dan memperbaiki diri. Terlebih
alasannya hanya karena takut Tuan tak kunjung berani bukan karena Tuhan kami.
Ini mengerikan, semoga tidak terjadi lagi. Jadi apa anak-anak kami kalau ibunya untuk bab niat saja masih belepotan sana sini.
Tuan, sungguh gelar
itu tidak cukup penting. Perempuan sholihah tidak akan masalah dengan gelarmu,
dan justru akan jadi masalah kalau kau mempermasalahkan. Malulah, merasa
dilangkahilah, kurang dihormatilah. Halah! Lebay! Woles saja sih, bukankah katanya logika kalian lebih
jalan, kenapa baper begitu? Bahkan emak-emak arisan saja kalah. Perempuan
sholihah tahu bagaimana bertindak kepada siapa. Tenang. Sudah ada aturannya. Abaikan apa kata orang syetan. Kalau pun dia lupa, tugas Tuan untuk mengingatkan, bukankah kepatuhan masih menjadi hak Tuan.
Haruskah Tuan tahu,
serajin apa kami memasak, sepiawai apa kami merapikan rumah, sedekat apa kami
dengan anak-anak, sesering apa kami tahajud dan tilawah, bahkan sehalus apa
kami akan memperlakukan suami kami nanti? Padahal Tuan tidak punya kepentingan
atas kami. Perlu Tuan tahu, itu rahasia
dan hanya orang istemewa yang berhak mengetahuinya.
Jadi, apa
menariknya jadi perempuan yang hingga apa-apa tentangnya, banyak laki-laki tahu?
Maka Tuan, tetaplah
penasaran. Itu akan menyenangkan hingga
waktu yang telah ditentukan.
PS: penggunaan kata 'ku' hanya untuk mempercantik diksi.
PS: penggunaan kata 'ku' hanya untuk mempercantik diksi.
Senorita Sije
Arumdalu, Juli 2016
Apa kabarmu Tuan?
Semoga Allah selalu menjagamu.
Tidak ada komentar:
Write Comment