Credit here |
Teknologi memang seperti pisau bermata dua. Satu
sisi bisa menjadi manfaat, namun disisi lain juga bisa menjadi bumerang yang
mampu menghancukan penggunannya. Salah satu teknologi yang saat ini banyak
digunakan oleh masyarakat adalah handphone a.k.a Hp.
Sekarang ini hampir semua lapisan masyarakat
mempunyai handphone. Mulai dari masyarakat pedesaan hingga perkotaan. Tidak
tanggung-tanggung, bukan hanya untuk telfon dan sms namun juga dilengkapi fitur
kamera. Teknologi komunikasi memang berkembang cukup pesat, yang awalnya hanya
handphone biasa, kini sudah muncul yang namanya smartphone. Fitur yang
ditawarkan beragam, mulai dari kamera dengan hasil gambar yang jelas, hingga
aplikasi media sosial yang bisa langsung diakses kapan saja.
Kemudahan yang diberikan oleh smartphone ini kini
membawa tuah. Banyak remaja kita yang sekarang dijangkiti virus foto selfie.
Dimana saja dan kapan saja foto selfie tidak pernah terlupa. Saat menunggu
antrian, selesai sholat tarawih, waktu pergi ke tempat wisata, disemua tempat
yang dilalui dan disinggahinya. Moto yang digunakan, foto dulu, foto lagi, dan
foto terus.
Fenomena ini tidak hanya berhenti sampai foto saja,
setelah foto selfie, hal reflek yang banyak kita lakukan adalah mengunggahnya
di sosial media. Berburu like dan komentar. Ada rasa jumawa bila banyak yang
like atau memberikan komentar. Niat awal yang hanya sekedar mengunggah foto
kini menjadi niat ingin mendapat banyak pujian dan like.
Fenomena ini mau tidak mau harus mendapat porsi
tersendiri untuk ditangani. Sebab, virus ini katanya banyak menjangkiti para
muslimah yang konon fitrahnya bermahkotakan rasa malu. Syetan dengan halusnya
memberikan bujuk rayu agar senang foto, senang pamer, dan akhirnya mengharap
pujian dari orang lain.
Pada beberapa kelompok ada yang sebenarnya tidak ada
niatan untuk pamer foto, namun tidak menyadari bahwa foto yang diunggahnya ke
sosial media tanpa manfaat yang mendesak justru membuat mudhorot bagi orang
lain. Banyak muslimah yang bersungut-sungut tak suka ketika ada laki-laki yang
menggodanya. Namun diwaktu yang sama masih sering kali mengunggah foto selfie
cantiknya. Bersembunyi di belakang kalimat, “ah…salah sendiri tidak bisa jaga
mata”. Kepada kita yang masih seperti ini, ada sebuah nasehat.
Kita tidak
pernah tahu kondisi iman saudara kita.
Maka tugas kitalah untuk saling menjaga iman saudaranya yang lain. Salah
satunya adalah dengan tidak melakukan hal-hal yang justru membuat iman mereka
turun. Bagaimana kalau ternyata foto-foto kita lah yang selama ini membuat
rontok iman mereka?
Lalu apakah muslimah tidak boleh berfoto?
Ulama masih berbeda pendapat tentang ini. Namun
kalau pun berpegangan dengan pendapat ulama yang memperbolehkan foto, alangkah
baiknya foto-foto itu disimpan sendiri, untuk konsumsi pribadi. Tak perlulah
diunggah ke sosial media. Bukankah setiap apa yang kita lakukan akan dimintai
pertanggungjawaban nantinya. Pun diunggah, seperlunya saja. Sebutuhnya. Tentu
saja kebutuhan eksis seorang public figure
berbeda dengan ibu rumah tangga biasa.
Satu yang jauh lebih penting dari semuanya adalah, apa
jawaban kita atas foto-foto yang beredar di dunia maya?
Sije
Tidak ada komentar:
Write Comment