Credit here |
Banyak yang bilang kampus adalah kawah candradimuka. Apapun yang masuk ke dalamnya
akan menjadi berkilau dan bersinar setelah keluar darinya. Tidak heran kalau
banyak kader-kader dakwah yang tercetak di kampus. Mereka yang pada saat SMA,
tidak mengenal dakwah bisa menjadi pembela dakwah yang luar biasa.
Bagi yang
putra, banyak yang awalnya lebih suka pakai celana jeans ketat, setelah
mengenal kampus menjadi lebih rapi. Menyimpan rapat celana jeans ketat dan
belel. Berganti dengan celan kain yang menggantung.
Hal ini
berlaku juga untuk para muslimah. Saat masih awal-awal dikampus biasanya masih
belum syar’I penampilannya. Namun begitu terjun di organisasi kampus apalagi
rohis, secara cepat langsung berubah dan berbenah. Mulai memanjangkan jilbab,
melonggarkan baju, dan tentu saja tidak lupa menggunakan kaos kaki.
Semua
terasa tenang terjaga saat masih di lingkungan kampus. Saat usil sudah
mengusik, ada saja saudara yang mengingatkan. Saat jilbab mulai tipis, ada saja
saudara yang menyegarkan ingatan. Saat kaos kaki mulai pendek, selalu ada
saudara yang ‘cerewet ceramah’ tentang cara-cara menjaga aurat yang benar. Tapi
bagaimana kalau sudah lepas dari kampus? Sudah lulus dan akhirnya mengabdi di
masyarakat, keluar dari kawah candradimuka.
Banyak yang
masih bertahan dengan apa yang didapatkannya di kampus. Mengaplikasikan ilmu
tanpa tapi. Namun seringnya, banyak ditemukan para mantan aktivis kampus ini
kehilangan ciri khasnya. Salah satunya adalah kaos kaki.
Tidak
sedikit muslimah yang saat di kampus begitu menjaga aurat, begitu keluar dari
kampus merasa ‘berhak’ untuk memberikan kelonggaran pada dirinya sendiri. Alasannya klise, masyarakat belum bisa
menerima dirinya yang seperti itu. Akhirnya mulailah satu persatu berubah.
Mulai dengan menanggalkan kaos kaki, saat keluar rumah. Lalu mulai merasa risih
sendiri dengan jilbab besar yang selama ini dikenakan. Merasa tidak mengapa
bila sedikit saja dikecilkan. Alasan ‘yang penting masih syar’i’ seolah menjadi
pendorong paling kuat untuk mengubah diri.
Hingga
akhrinya kaos kaki hanya tinggal kenangan. Hanya sekedar menjadi kaos kaki
kampus yang pernah dipakai saat berapa di kawah candradimuka.
Bagaiaman
cara mengantisipasinya?
Ada banyak
hal yang bisa kita lakukan, tergantung seperti apa pribadi kita. Kalau memang
sudah cukup kuat sendiri untuk menjaga diri mungkin ini bukan sebuah masalah.
Masalahnya adalah apabila kita termasuk salah satu jenis orang yang hanya mampu
bertahan saat ada yang melihat dan mengawasi. Bila kita termasuk jenis yangkedua,
cara mengatasinya adalah dengan tetap berdekatan dengan komunitas yang baik dan
bisa menjaga. Misalnya komunitas pengajian atau remaja masjid di kampung.
Cara lain
adalah dengan tetap mendatangi majelis-majelis ilmu yang ada. Sehingga ruhiyah
kita tetap terkondisikan dengan baik. Semakin terjaga ruhiyah maka penjagaan
terhadap diri juga akan mengikuti (ikut menjadi baik).
Sije
Tidak ada komentar:
Write Comment