Credit here |
Mumpun lagi on tentang hijab day, jadi pengen nulis agak panjang
tentang fenomena ini. Hmm…sebelumnya mari kita samakan frame kita dulu,
bahwa hijab day ini bukan berarti cuma pakai hijab saat hari itu, namun
setiap hari kudu pakai hijab terutama kalau ketemu yang bukan mahram (remember,
mahram not muhrim).
Banyak yang bilang kayak gini,
“Ah mending jilbabin hatinya dulu. Baik-baikin sikap dan sifat,
baru deh jilbabin kepala.”
Ah masa iya?
Bagi saya sebagai perempuan ketika mendengar kalimat itu, ini
adalah manifestasi rasa malas (ups) dan tidak berani ambil resiko. Yap, apapun
ada resikonya. Kenapa saya berani mengatakan seperti itu? Saya perempuan dan
saya tahu rasanya. Ada yang tidak beres ketika lebih memilih untuk terbuka dari
pada terjaga. Dimana pun dan siapapun ketika hati dalam kondisi baik, dan
ruhiyah dalam kondisi terjaga (tilawah beres, sholat malam oke, sholat wajib on
time dll) tidak akan merasa nyaman ketika dirinya dalam kondisi ‘terbuka’ dan
menarik perhatian. Ini serius. Hal ini akan sangat berbeda saat hati sedang
brekele dan ruhiyah awut-awutan (tilawah bolong-bolong, sholat tahajud lewat,
sholat wajib molor dll), namanya pujian apalagi dari lawan jenis itu seperti ah
begitulah. Manis tapi bikin diabetes. :p
Kenapa harus hijab?
Banyak sebab dan hikmahnya. Pertama jelas karena ini wajib. Tapi
ini bukan semata sebuah paksaan. Pokoknya wajib! Ada banyak hikmahnya kok.
Beneran. Misalnya lebih mudah dikenali. Apanya yang dikenali? Identitasnya
sebagai muslimah.
Pernah bingung menilai seseorang? Misal saat pertama kali
berkenalan dengan seseorang. Perempuan tidak berhijab, tapi kalau telfon pakai
kata assalamu’alaykum, atau kadang mengucapkan Alhamdulillah. Apalagi di jaman
sekarang ini Assalamu’alaikum seolah menjadi salam yang universal, sama seperti
Alhamdulillah, masya’ Allah, In Sya Allah dll. Tidak jarang teman-teman kita
yang non muslim menggunakan kata-kata itu. Meskipun ini seharusnya tidak
seharusnya mereka lakukan. Nah sebagai seorang muslimah kita harus bisa
membedakan mana yang sesama muslimah dan tidak, sebab aurat kita tidak boleh terbuka di depan perempuan
non muslim.
Hikmah lain, agar tidak diganggu. Masa sih? Nyatanya
banyak tuh mbak-mbak pake jilbab yang digangguin.
Kalau memang masih ada mbak-mbak pakai jilbab yang masih
digangguin, hal ini ada dua kemungkinan, pertama cowoknya yang minta dimasukkin
botol (om jin kaleee :p), kedua mbaknya yang masih belum cukup terjaga. Belum
cukup terjaga disini bisa jadi karena sengaja (ada lho) atau karena ketidak
tahuan.
Hikmah yang lain? Banyak. Lebih asyik kalau dibahas di room
khusus perempuan. Bukan di media sosial umum seperti ini.
Jadi jilbabin mana dulu nih?
Tidak ada yang lebih dulu. Pakai jilbab itu wajib, berbuat baik
itu wajib. Jadi kalau pertanayaannya jilbabin mana dulu, keduanya, bersamaan.
Kapan? Segera dan secepatnya.
Begini guys, setiap kita dilahirkan seperti koin (gepeng dong
je? :p), Ada sisi cakep dan ada sisi brekelenya. Tiap kita pun tahu apa sisi
brekele dari diri masing-masing. Artinya, selamanya kita tetap punya sisi itu.
Kalau menunggu sisi cakep semua yang muncul, keburu mati. :D
Oke saya tidak akan mencontohkan orang lain, saya akan
mencontohkan diri saya sendiri. Dulu, nggak ada tuh kepikiran bakal pakai
jilbab, apalagi pakai rok. Duh ribet. Kagak bisa manjat pohon, nendang samsak,
naik gunung, apalagi kebut-kebutan. :p
Tapi skenario Allah itu, luar biasa kerennya. Hidayah itu turun
dengan sangat halus (ya ada sisi malu-maluinnya juga sih-tidak akan saya tulis
disini). Dan saat ini kalau saya harus melihat ulang sejarah hidup, saya berasa
manusia paling alay.
Saat SMP, saya punya gank. Cewek semua. Tiap pagi hobinya
nongkrong di deket parkiran sepeda. Duh berasa tukang parkir aja. Ngapain
disana? Ngecengin ABG (pas itu saya kan juga masih ABG) :p. Pokoknya
nggak ada tuh bau-bau sholehahnya.
Masuk SMA semua berbalik arah. Dari semua anggota gank, saya
menjadi orang paling nyeleneh. Yang awalnya anti rok, mendadak pakai
jilbab dan tentu saja pakai rok. Ajaibnya, di kelas saya cuma diri seorang ini
yang pakai jilbab. Kehidupan berputar. Dulu yang awalnya alay suka ngecengin
ABG, sekarang kapok. Soalnya dikecengin itu ternyata nggak asik. Ada orang
orang yang ngelihatin tuh bikin risih.
Daann sejak saat tu saya mulai mengenal sisi brekele saya.
Sampai sekarang masih banyak sisi brekelenya dari pada sisi cakepnya sih. :p.
Cuma lebih bisa memilih apa yang boleh tampak dan mana yang hanya orang
tertentu saja yang boleh tahu. Termasuk sisi brekele itu tadi.
Lalu hubungannya dengan jilbab?
Jilbab membuat pemakainya menyadari akan kewajibannya. Kalau apa
yang saya alami adalah merasa harus jadi yang lebih baik saat sudah mengenakan
jilbab. Artinya keduanya saling berikatan dan saling menunjang. Misal, nggak
mungkin lagi donk manjat pohon di depan umum :p. Contoh lain tentang dorongan
untuk belajar menyanyi, yap meskipun dulu pernah punya tim nasyid, tapi hal
yang kemudian semakin saya sadari adalah suara ini bukan untuk konsumsi publik.
Cukup para cicak di kamar pingsan saat mendengarnya :D.
Bisa dibayangkan kalau hidayah itu tidak datang? Mungkin saat ini
saya sudah jadi DJ dan hobi nongkrong lewat tengah malam. Atau malah lebih
brekele dari itu.
Terakhir, yuk pakai jilbab dan hijab. Keduanya tidak membatasi
kok. Suer. Kamu masih bisa melakukan apapun (selama itu baik). Naik gunung,
nendang samsak (bela diri), manjat pohon, masak, menulis, mengajar, all. Hanya
saja, pahami dimana tempatnya dan seperti apa kondisinya. Kalau saya bisa,
berarti kamu pun bisa.
Senorita
Sudah 46 hari terlewati, apa saja yang sudah terjadi?
Arumdalu 15 februari 2015
09.43
Tidak ada komentar:
Write Comment