Senin, Februari 20, 2017

Jangan Bully Jomblo

Credit here

Oke, bosen baca-baca berita pilkada mulu, sekali-kali bikin tulisan kayak gini. Akhir-akhir ini saya sering menemukan gerakan bully Jomblo. Baik itu di iklan TV, Instagram, FB, dll. Jadi merasa terusik aja. Buka apa-apa. Hanya saja, apa yang mereka lakukan tidak berimbang. Bukan mengajak ke arah yang lebih baik, tapi sebaliknya.

Satu sisi banyak masyarakat yang menganggap kalau jomblo itu aib. Okelah, siapa sih yang mau hidup sendiri? Rosul aja berkeluarga. Tapi apa iya selamanya jomblo itu aib? Mari kita bahas. Gerakan bully jomblo ini secara tidak sadar tersebar begitu cepat.  Sasarannya siapa? Yap, remaja! Bukan mereka yang sudah siap tidak menjomblo. Kalimat yang terakhir tidak akan saya bahas.

 Remaja kita mamen yang terpapar bully-an ini. Akibatnya banyak remaja kita yang merasa jomblo itu aib. Saya pernah bertemu remaja umur 15 tahun yang galau tingkat dewa gegara merasa dia nggak laku. Segitunya banget gitu. Payahnya lagi, saat saya berkesempatan ngobrol dengan siswa di sebuah sekolah ternama di Yogya dan saya menceritakan hal ini, mereka bilang, “ya wajar kan mbak kalau dia merasa nggak laku.” Duh, pengen pingsan.

Kenapa gerakan Bully jomblo ini harus disudahi? 

Fenomena yang kemudian hadir di remaja kita adalah Bully jomblo yang tidak punya pacar. See? Kemana arahnya? Susah payah kita mengajarkan pendidikan karakter (duh opo iki), hasilnya zonk hanya gegara gerakan tidak mutu ini. Remaja kita digiring kepada pemahaman, bahwa tidak punya pacar itu aib. Kalau malem minggu dirumah saja itu mengenaskan. Bukan hanya sekedar jomblo itu aib.


 Lalu dimana keinginan untuk berprestasi itu diletakkan? Ketika semua media sosial menuju kearah yang sama?
  
Jadi ingat grup JV (justice voice), terakhir sepanggung dengan mereka tahun 2013 silam. Save our masjid, keep our heart and also selamatkan generasi ini. 

-Catatan random untuk memantik ide selanjutnya- 

Sije


    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment