Credit: Pinterest |
Wait! Sebelum banyak yang berpikir tidak-tidak, saya mau
bilang saya sedang baik-baik saja. Sungguh. Hanya sedang agak peyok karena
tumpukan editan dan deadline tulisan. Tapi itu bukan masalah. Bukankah hal
paling menyenangkan itu adalah passion yang dibayar.
Nah belum lama ini saya iseng blogwalking ke sebuah ‘rumah’ orang. Awalnya sih dapat link itu
dari rekomendasi orang. Begitu sudah dibaca, saya ketagihan. Orait! Tidak hanya
NAPZA saja yang bikin kecanduan. Membaca juga. Dari rumah tersebut saya dapat
setidaknya lima ide tulisan dari salah satu kamarnya. Salah satunya tentang
ini.
Apakah benar
keberhargaan diri dihitung dari bersanding dengan seseorang?
Dulu, saya pernah berpikir akan ‘mengawali’ hidup setelah terikat dengan seseorang.
Alasannya simple, ketika belum terikat, seorang perempuan masih belum ‘jelas’.
Mau hidup dimana, mau merencanakan seperti apa, bahkan mau bekerja dimana,
semua bisa acakadut kembali ketika menggenap. See? Betapa rapuhnya saya?
Hahaha! Kalau selama ini saya terlihat kuat dan punya rencana hidup yang jelas,
berarti pencitraan saya sukses. *apa lo? Jiakakaka! :-p
Hingga suatu ketika ada seorang teman yang bilang begini,
“Bagiku perempuan tetap punya jalan sendiri. Dia tetap berhak atas hidupnya.
Sama seperti laki-laki. Sama sajalah.” Lalu saya semacam kegetok. Nah,
laki-laki saja mikirnya begitu, kenapa saya jadi perempuan letoy amat ya. Lagi
pula, mana ada sih laki-laki cerdas nan menarik akan tertarik dengan perempuan
yang bahkan tidak tahu mau ngapain. Jiahah. Orait!
Sebenarnya tidak hanya saya saja yang berpikir seperti itu,
perempuan-perempuan di sekitar saya ada beberapa (kalau tidak boleh dibilang
banyak), yang berpikir serupa dengan saya. Nanti deh serius dengan hidup kalau
sudah menggenap. Sekarang menikmati hidup dulu. Bukan berarti tidak bekerja dan
berkarya sama sekali. Namun lebih ke mencari kegiatan yang tidak cukup
menghasilkan uang, tapi tetap kaya pengalaman. Kerja-kerja freelance sambil
keliling Indonesia misalnya. Ya kami sadar betul, kami belum pol-polan dengan
potensi diri. Tapi…nanti kalian takut kalau kami menunjukkan seberapa keren
kami. Jangankan menunjukkan sertifikat-sertifikat penghargaan, baru nunjukkin
ijazah master aja, sudah pada keder kan? Wkakakaka. Bagian ini rasanya pengen
bikin tulisan khusus deh. Hehe!
Nah, kembali ke judul,
apa benar keberhargaan diri seorang perempuan dihitung dari bersanding dengan
seseorang?
Pertama coba kita ulas dari sisi jomblo, lebih tepatnya perempuan
jomblo. Banyak dari mereka kami yang salah menilai diri sendiri.
Merasa tersalip, tertinggal, kecer.
Ibarat lomba lari, kami bahkan baru mulai pemanasan, sedang yang lain sudah
lari duluan. Belum lama ini ada yang curhat ke saya tentang ini. Padahal,
padahal nih, dia ya enggak buruk-buruk amat. Tidak juga kalau dibilang
tertinggal. Disaat teman-temannya sudah menimang bayi, dia juga sudah menimang
ijazah master. Saat teman-temannya entah menaruh dimana ilmu-ilmu kuliahnya,
dia masih tekun membaca jurnal-jurnal yang bagi sebagian orang bikin sakit
kepala. Lalu? Dimana letak kalahnya?
Kedua, apa iya kalau belum bersanding dengan kakang prabu,
artinya tidak berharga? Haha! Ya ampun bisakah kita berpikir lebih selow duhai
perempuan. Saat belum saling menemukan, itu artinya kita masih diberi waktu
untuk melakukan apapun yang Allah bolehkan. Jalan-jalan keliling Indonesia
misalnya. Ikut konferensi-konferensi untuk bahas nasib umat manusia. Atau
merumuskan rencana canggih untuk mencegah meluasnya dampak pemanasan global di
dunia. Siapa coba sekarang yang mau bilang kalau aktivis lingkungan nasional
atau internasional enggak berharga? Ketinggian? Bhaiq, belajar masak deh paling
enggak. Ciptain resep-resep terbaru. Posting di media sosial. Bikin chanel khusus
belajar masak. Jadi amal, bahkan bisa jadi duit.
Ketiga, keempat, kelima, kenam dan seterusnya, cari sendiri.
Biasain motivasi diri sendiri coba! Hehe! Artinya begini anak muda, usah sakit
gigi dan kepala karena perkataan manusia. Apalagi mereka yang bahkan bantu beli
beras dan bayar listrik pun enggak. Selama kita terus bergerak ke arah yang
lebih baik, selama kita sadar betul bahwa apa-apa yang membuat kita berpikir
menjauh dari kebaikan adalah goda syetan, hidupmu masih baik-baik saja. So? Teruslah
berjalan.
Lagi pula gengs, manusia itu kan diciptakan berpasang-pasangan
ya. Kalau sampai sekarang kamu pusing tujuh keliling karena belum bertemu kakang
prabu, yakinlah dia juga sekarang lagi enggak konsen berperang. Galau juga dia.
Haha!
Ngomong gampang ya Je?
Pfftt..baiklah. Gini deh, dalam hidup ini ada beberapa hal
yang memang kita hanya bisa menunggu untuk mendapatkannya. Sambil berusaha
tentu saja. Misalnya gini, ada orang yang lapar, maka solusinya adalah makan.
Permasalahan selesai. Berbeda dengan misal kita sedang janjian dengan orang
lain, maka kita hanya bisa menunggu. Sepenting apapun masalah yang akan
diselesaikan, ya hanya bisa dibicarakan saat rekan kita datang kan. Kalau dia
tidak kunjung datang, yang kita bisa lakukan hanyalah menunggu sambil sesekali
mengirimkan pesan untuk bertanya dia sampai di mana. Nah mudahnya seperti itu.
Jadi, untuk apa mengkhawatirkan apa-apa yang sudah Allah jamin? Kita salto pun
kalau memang belum waktunya saling menemukan ya tidak akan bertemu.
Lagi pula, menggenap juga bukan jaminan seorang perempuan
menjadi lebih berharga. Saya sering menemukan kasus-kasus kekerasan rumah
tangga. Seorang laki-laki yang digadang-gadang bisa menyayangi, ternyata malah
main hati. Kok kesannya laki-laki yang salah? Hmm bukan begitu, kan ini tulisan
versi perempuan. Kasus laki-laki setia tapi perempuan yang nglaba juga enggak
kalah banyaknya. Namun meski begitu, bukan berarti usaha menggenap itu lantas
dilupakan ya.
Iya tahu, itu adalah ibadah seumur hidup, tapi bukan berarti
ketika Allah belum mengijinkan lalu kita terus melupakan hal lain yang nantinya
juga akan dimintai pertanggungjawaban. Lagi pula, kalau memang benar semua yang
ada di dunia ini adalah titipan, mengapa kita begitu iri ketika belum dititipi?
Jadi? Ayo kembali mengukir berprestasi!
Sije
Bulaksumur, 18 Februari 2019
Tidak ada komentar:
Write Comment