Senin, Februari 18, 2019

Apakah Benar Keberhargaan Diri Dihitung dari Bersanding dengan Seseorang?



Credit: Pinterest
Wait! Sebelum banyak yang berpikir tidak-tidak, saya mau bilang saya sedang baik-baik saja. Sungguh. Hanya sedang agak peyok karena tumpukan editan dan deadline tulisan. Tapi itu bukan masalah. Bukankah hal paling menyenangkan itu adalah passion yang dibayar.

Nah belum lama ini saya iseng blogwalking ke sebuah ‘rumah’ orang. Awalnya sih dapat link itu dari rekomendasi orang. Begitu sudah dibaca, saya ketagihan. Orait! Tidak hanya NAPZA saja yang bikin kecanduan. Membaca juga. Dari rumah tersebut saya dapat setidaknya lima ide tulisan dari salah satu kamarnya. Salah satunya tentang ini.

Apakah benar keberhargaan diri dihitung dari bersanding dengan seseorang?

Dulu, saya pernah berpikir akan ‘mengawali’  hidup setelah terikat dengan seseorang. Alasannya simple, ketika belum terikat, seorang perempuan masih belum ‘jelas’. Mau hidup dimana, mau merencanakan seperti apa, bahkan mau bekerja dimana, semua bisa acakadut kembali ketika menggenap. See? Betapa rapuhnya saya? Hahaha! Kalau selama ini saya terlihat kuat dan punya rencana hidup yang jelas, berarti pencitraan saya sukses. *apa lo? Jiakakaka! :-p

Hingga suatu ketika ada seorang teman yang bilang begini, “Bagiku perempuan tetap punya jalan sendiri. Dia tetap berhak atas hidupnya. Sama seperti laki-laki. Sama sajalah.” Lalu saya semacam kegetok. Nah, laki-laki saja mikirnya begitu, kenapa saya jadi perempuan letoy amat ya. Lagi pula, mana ada sih laki-laki cerdas nan menarik akan tertarik dengan perempuan yang bahkan tidak tahu mau ngapain. Jiahah. Orait!

Sebenarnya tidak hanya saya saja yang berpikir seperti itu, perempuan-perempuan di sekitar saya ada beberapa (kalau tidak boleh dibilang banyak), yang berpikir serupa dengan saya. Nanti deh serius dengan hidup kalau sudah menggenap. Sekarang menikmati hidup dulu. Bukan berarti tidak bekerja dan berkarya sama sekali. Namun lebih ke mencari kegiatan yang tidak cukup menghasilkan uang, tapi tetap kaya pengalaman. Kerja-kerja freelance sambil keliling Indonesia misalnya. Ya kami sadar betul, kami belum pol-polan dengan potensi diri. Tapi…nanti kalian takut kalau kami menunjukkan seberapa keren kami. Jangankan menunjukkan sertifikat-sertifikat penghargaan, baru nunjukkin ijazah master aja, sudah pada keder kan? Wkakakaka. Bagian ini rasanya pengen bikin tulisan khusus deh. Hehe!

Nah, kembali ke judul, apa benar keberhargaan diri seorang perempuan dihitung dari bersanding dengan seseorang?
Pertama coba kita ulas dari sisi jomblo, lebih tepatnya perempuan jomblo. Banyak dari mereka kami  yang salah menilai diri sendiri. Merasa tersalip, tertinggal, kecer. Ibarat lomba lari, kami bahkan baru mulai pemanasan, sedang yang lain sudah lari duluan. Belum lama ini ada yang curhat ke saya tentang ini. Padahal, padahal nih, dia ya enggak buruk-buruk amat. Tidak juga kalau dibilang tertinggal. Disaat teman-temannya sudah menimang bayi, dia juga sudah menimang ijazah master. Saat teman-temannya entah menaruh dimana ilmu-ilmu kuliahnya, dia masih tekun membaca jurnal-jurnal yang bagi sebagian orang bikin sakit kepala. Lalu? Dimana letak kalahnya?

Kedua, apa iya kalau belum bersanding dengan kakang prabu, artinya tidak berharga? Haha! Ya ampun bisakah kita berpikir lebih selow duhai perempuan. Saat belum saling menemukan, itu artinya kita masih diberi waktu untuk melakukan apapun yang Allah bolehkan. Jalan-jalan keliling Indonesia misalnya. Ikut konferensi-konferensi untuk bahas nasib umat manusia. Atau merumuskan rencana canggih untuk mencegah meluasnya dampak pemanasan global di dunia. Siapa coba sekarang yang mau bilang kalau aktivis lingkungan nasional atau internasional enggak berharga? Ketinggian? Bhaiq, belajar masak deh paling enggak. Ciptain resep-resep terbaru. Posting di media sosial. Bikin chanel khusus belajar masak. Jadi amal, bahkan bisa jadi duit.

Ketiga, keempat, kelima, kenam dan seterusnya, cari sendiri. Biasain motivasi diri sendiri coba! Hehe! Artinya begini anak muda, usah sakit gigi dan kepala karena perkataan manusia. Apalagi mereka yang bahkan bantu beli beras dan bayar listrik pun enggak. Selama kita terus bergerak ke arah yang lebih baik, selama kita sadar betul bahwa apa-apa yang membuat kita berpikir menjauh dari kebaikan adalah goda syetan, hidupmu masih baik-baik saja. So? Teruslah berjalan.

Lagi pula gengs,  manusia itu kan diciptakan berpasang-pasangan ya. Kalau sampai sekarang kamu pusing tujuh keliling karena belum bertemu kakang prabu, yakinlah dia juga sekarang lagi enggak konsen berperang. Galau juga dia. Haha!

Ngomong gampang ya Je?      
Pfftt..baiklah. Gini deh, dalam hidup ini ada beberapa hal yang memang kita hanya bisa menunggu untuk mendapatkannya. Sambil berusaha tentu saja. Misalnya gini, ada orang yang lapar, maka solusinya adalah makan. Permasalahan selesai. Berbeda dengan misal kita sedang janjian dengan orang lain, maka kita hanya bisa menunggu. Sepenting apapun masalah yang akan diselesaikan, ya hanya bisa dibicarakan saat rekan kita datang kan. Kalau dia tidak kunjung datang, yang kita bisa lakukan hanyalah menunggu sambil sesekali mengirimkan pesan untuk bertanya dia sampai di mana. Nah mudahnya seperti itu. Jadi, untuk apa mengkhawatirkan apa-apa yang sudah Allah jamin? Kita salto pun kalau memang belum waktunya saling menemukan ya tidak akan bertemu.

Lagi pula, menggenap juga bukan jaminan seorang perempuan menjadi lebih berharga. Saya sering menemukan kasus-kasus kekerasan rumah tangga. Seorang laki-laki yang digadang-gadang bisa menyayangi, ternyata malah main hati. Kok kesannya laki-laki yang salah? Hmm bukan begitu, kan ini tulisan versi perempuan. Kasus laki-laki setia tapi perempuan yang nglaba juga enggak kalah banyaknya. Namun meski begitu, bukan berarti usaha menggenap itu lantas dilupakan ya.

Iya tahu, itu adalah ibadah seumur hidup, tapi bukan berarti ketika Allah belum mengijinkan lalu kita terus melupakan hal lain yang nantinya juga akan dimintai pertanggungjawaban. Lagi pula, kalau memang benar semua yang ada di dunia ini adalah titipan, mengapa kita begitu iri ketika belum dititipi?
Jadi? Ayo kembali mengukir berprestasi!
Sije
Bulaksumur, 18 Februari 2019

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment