Senin, Februari 18, 2019

Hmmm…Cari yang seperti Apa?



Credit: Pinterest
Sebagai perempuan yang masih berstatus single happy, saya beberapa kali ‘survey’ kepada teman-teman perempuan  saya, tentang menggenap. Pertanyaan random gitu. Mulai dari bagaimana perempuan (istri) yang ideal, hingga kriteria suami seperti apa yang mereka idamkan. Kadang kalau oke, saya contoh juga. Lumayan kan jadi referensi. Haha! Enggak ding! Bercanda.

Sebenarnya saya ingin bertanya juga versi kebalikannya. Dari sisi laki-laki bagaimana sih. Tapi semakin ke sini saya justru semakin tidak berani. Khawatir dikira lempar kode. Siapalah saya, mana berani lempar kode segala. 

Nah bicara tentang kriteria. Ehem. Dilarang baper dan mikir tidak-tidak ya gaes. Sungguh saya sedang baik-baik saja. Kalau pun agak error, saya sebenarnya hanya sedang pusing mikir ide tulisan apalagi buat memenuhi kuota 60 tulisan setiap bulan. Biar gajianya bisa buat jalan-jalan. Kembali ke kriteria, kadang saya kalau usilnya kambuh (hem sering kambuhnya sih), ketika ada orang bertanya, “Kapan nikah?”, tanpa ragu saya akan bilang, “Sini bawain calon. Kalau oke, besok juga boleh.” Jiakaka. Tapi mereka juga enggak kalah usil sih. “Hem.. nyariin buat kamu tuh susah,”. Dih, minta dilempar sanggul mereka tuh, nanya kriteria aja nggak pernah, tapi bilang susah. 

Bicara tentang kriteria, saya menemukan banyak (atau boleh disebut beberapa) perempuan yang justru bingung ketika ditanya. Paling mentok jawabannya adalah sholih dan tidak merokok. Padahal kata ‘sholih’ sendiri kan bisa dijabarkan dalam berbagai definisi. Saya mungkin justru takut dengan mereka yang lurus banget, mengharamkan musik, anti bioskop, ngomongnya pakai ana-antum. Tapi bagi sebagian lain, justru yang begitu itu yang gebetable. Atau bisa jadi ada yang takut dengan mereka yang tampilannya macam enggak mandi tiga hari, ngomong seenaknya (masih dalam koridor sopan santun), juara usil tingkat kabupaten, rada urakan tapi kalau tahajud nangisan, suka nonkrong di warung kopi, tapi masih cinta sama ibu dan NKRI. Sedangkan, bagi manusia semacam saya, bentuk-bentuk begini ini lucu sekali.

Nah kan, bisa berbagai macam arti kan. Maka disinilah perlunya menuliskan detail sholih itu seperti apa. Hal ini berlaku pula untuk sebaliknya (sholihah itu seperti apa). Bahkan ketika sudah sangat detail sekali pun, banyak juga ‘mak comblang’ yang salah paham. Tentang ini kapan-kapan deh saya tulis terpisah.

Lalu? Ada tips apa Je?
Begini, ketika ingin pergi ke sebuah tempat, dan di terminal ada dua bus, satu ekonomi dan satu eksekutif AC, mau pilih yang mana? Kondisinya sedang punya uang berlebih nih. Bisa beli tiket keduanya? Pilih yang eksekutif AC karena nyaman? Atau pilih yang ekonomi karena enggak tahan dengan dinginnya AC?

Kalau saya, pilih yang tujuannya sesuai dengan tempat yang akan saya kunjungi. Kalau memang diantara dua bus tadi tujuannya berbeda dengan saya, ya saya tidak ikut naik. Tunggu bus selanjutnya. Get the poin? Jadi disinilah pentingnya mengenali diri. Mau ngapain aja sih selama hidup ini. Sekedar ikuti air mengalir? Ngikut arus weh enggak perlu mikir pusing? Padahal hanya ikan mati lho yang ikut aliran air.

Saya beberapa kali menemukan teman-teman hebat saya tidak menjadi apa-apa setelah menikah. Entah mengapa, tapi bisa jadi karena dia salah memilih bus tadi. Namun bisa jadi karena sebab lain. Sayangnya, menikah tidak sesimple naik bus yang ketika kita sadar bahwa kita salah tujuan, maka kita bisa turun di tengah jalan. Lebih rumit. Apabila ingin mengembalikan ke tujuan yang kita inginkan, kita harus bisa menjadi supir bus. Mengendalikan arah laju, yang tentunya butuh kemampuan khusus. Jauh lebih penting lagi adalah, mampu mengarahkan penumpang yang ada di belakang kita untuk mau mengamini dan mengikuti tujuan kita. Lalu sebagai perempuan yang hidup di Negara yang kental akan patriarkinya, menjadi supir bus tentu bukan pilihan mudah untuk diambil. Ada yang harus ditaati bukan?  

Jadi harus bagaimana Je?
Sudah kenalan dengan dirimu sendiri? Mau kemana? Mau dikenal sebagai orang seperti apa? Mau bermanfaat seluas apa? Lalu dengan segala yang sudah tertulis itu, kira-kira orang seperti apa yang bisa membantumu? Minimal ketika dia tidak bisa mendukung banyak, dia tidak melarang. Ini penting untuk perempuan. Sebab setelah terikat, maka ada kepatuhan kepada manusia yang hanya boleh dilanggar ketika dia sudah tidak takut dengan Tuhannya.
Sije
Arumdalu, 16 Februari 2019

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment