Rabu, Februari 03, 2021

Surat Wasiat

 

Percaya nggak kalau lima tahun lalu saya pernah membuat surat wasiat? Isinya tentu saja ala-ala. Waktu itu masih mahasiswa. Jangankan takhta, harta saja tak puinya. Isi surat wasiat tersebut adalah password semua media sosial dan pin ATM. Serta hutang dan pinjaman buku yang belum saya kembalikan waktu itu. Karena waktu itu belum berpasangan, maka surat wasiat itu saya berikan kepada kawan baik saya.


credit: detik travel

Waktu itu pikiran saya simple, kekayaan saya ya tulisan saya. Tulisan-tulisan yang tersebar di media sosial, blog pribadi, dan website-website tempat saya dulu pernah bekerja. Beberapa mungkin akan memberatkan timbangan amal, namun ada beberapa yang sombong nan songong. Kadang saya memang tidak bisa membedakan mana tengil, mana sombong. Itulah kenapa saya butuh orang-orang yang berani nabok kalau saya keterlaluan.


Inisiatif menulis surat wasiat ini sebenarnya berawal dari kekepoan saya. Beberapa kali ketika mendengar atau membaca kabar meninggalnya seseorang, hal pertama yang saya lakukan adalah membuka laman media sosial mereka. Saya penasaran saja, bagaimana si mayit melalui hidupnya. Tidak ada niat buruk sebenarnya. Hanya ingin tahu. Cukup. Namun kadang saya keponya kejauhan. Hal ini kemudian membuat saya berpikir, kalau saya meninggal kelak, jangan-jangan orang-orang juga ngepoin media sosial saya. Terus mereka komentar, “Oh Sije, yang tengil itu”. Ah malunya. Bukan sholihahnya yang diingat (ya emang belum sholihah sih). Atau malah mungkin, “Oh Sije, yang galak itu kan?”. Ew..ingat saya dalam hal yang baik-baik saja ya, fans. #eh.


Hari ini, saat saya menuliskan senandika ini, dunia sedang tidak baik-baik saja. Kabar duka hampir setiap hari terdengar. Saya benci sekali. Gini-gini, meski galak saya itu memblenan. Nangisan kalau ada kabar buruk. Belum lama ini saya membaca berita seorang laki-laki meninggal di taksi setelah ditolak lebih dari 10 rumah sakit rujukan covid. Juga ulama-ulama, habib-habib, yang Allah minta untuk pulang dalam waktu yang berdekatan. Ditambah dengan berita kecelakaan pesawat di perairan Kepulauan Seribu. Ah bencinya saya dengan kabar-kabar seperti ini. Tapi, bukankah takdir Allah selalu yang paling baik dari takdir-takdir baik?


Usai semua kabar ini, rasa-rasanya tidak berlebihan kalau saya kembali menulis surat wasiat. Menulis ulang. Memperbarui. Sebelum panggilan pulang itu datang.

Sije

Arumdalu, 19 Januari 2021

 

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment