Pernah ada yang berprasangka kepadamu tanpa ada yang
klarifikasi? Bagaimana rasanya?
Tidak perlu dijawab. Saya sering mengalaminya. Saya
tahu betul bagaimana rasanya.
Saya berbeda. Lha kenapa malah kayak judul film ya. Entah
kenapa, saya sendiri kurang tahu, apa yang membuat saya beda dengan orang lain.
Saya tidak mengada-ada. Kadang sayapun tersiksa saat harus berbeda. Ketika
banyak orang melihat pada satu titik, saya bisa sangat fokus dengan titik yang
lain. Dan ini tanpa sebuah kesengajaan.
Ada seorang teman yang pernah berkomentar,”kamu itu
terlalu out of the box”. Terlalu diluar dalam melihat sebuah peristiwa. Keuntungannya
saya bisa sangat obyektif, tapi kekurangannya adalah saya bisa sangat tidak
peduli orang lain. Keuntungan yang lain adalah saya bisa melihat detail rangkaian
masalah yang ada. Tapi kekurangannya kadang saya mati rasa. Saat orang lain
merasakan hal yang sama, saya hanya bisa bertanya, Ada apa? Apa yang terjadi?
Menjadi sangat tidak melankolis. Tidak bisa menangis saat orang lain meraung.
Tapi bisa tidak berhenti menangis saat orang lain tersenyum. Aneh? Emm..saya
tidak suka disebut aneh. Hahaha. Satu lagi, ini membuat saya semakin tidak
perempuan. Hehehe.
Akibatnya, tidak banyak orang yang cukup bisa
mengerti saya. Saya pun kadang bingung how to explain? Bagaimana cara
menjelaskan kepada orang-orang disekitar?
Saya sering merasa heran sendiri dengan diri saya
setelah mengambil keputusan. Saya sering mengambil keputusan sangat berbeda
dengan orang lain kebanyakan. Dan ini membuat konflik dengan sekitar. Apalagi
orang-orang yang tidak mengenal saya.
Hal seperti ini sering membuat orang lain
berprasangka. Disangka tidak faham, padahal saya sering memehami sesuatu dari
sudut pandang yang lain. Yap, itu kurangnya saya. Meskipun kadang jadi sedikit
kelebihan. Hehehe.
Tentang Prasangka
Sesuatu yang sering kita hadapi bahkan kita alami.
Entah sebagai orang yang disangka atau sebagai orang yang mempersangkai. Bagi beberapa
pekerjaan, berprasangka merupakan sebuah keahlian. Seperti pengacara, detektif,
psikolog dan lain sebagainya. Tapi bagi orang awam, prasangka atau dzon ini
justru malah bisa jadi bumerang.
Menjadi salah satu kebiasaan yang dibudayakan di
lingkungan kita. Saat berprasangka, jarang yang mau tabayun atau kroscek.
Hingga akhirnya prasangka jadi gossip dan akhirnya membesar menjadi kesalahan
yang terebarkan. Sejenis sebuah berita salah yang apabila diulang terus
menerus, maka lama-lama berita itu akan mulai mirip dengan kebenaran. Padahal
itu sangat salah.
Tahu apa salah kita kalau kita tidak mau tabayun? Kita
tidak memberikan hak saudara kita. Padahal sebuah peristiwa selalu ada
sejarahnya. Selalu ada sebab musababnya. Tidak selamanya setiap orang punya
pilihan untuk berbuat yang melegakan untuk semua orang. Pasti ada satu pihak
yang merasa itu kurang pas. Bisa jadi dia sedang butuh bantuan, tapi karena
kita tidak mau tabayun, jadinya kita hanya menyalahkan.
Tapi wait! Tidak selamanya si orang yang “mempersangkai”
yang salah bersikap. Banyak diantara kita yang sering melakukan sesuatu dengan
niat membuat dzon atau prasangka. Bisa jadi, harusnya nggak ada prasangka kalau
kita tidak memancing prasangka. So, hati-hati dalam bertindak, biar nggak ada
yang bertanduk.
Senorita
1051|180614
Tidak ada komentar:
Write Comment