Sabtu, Maret 10, 2012

Cerita di balik sebungkus nasi kucing itu

Aku tidak mengenalnya. Sama sekali aku tidak mengenalnya. Hanya saja aku beberapa kali melihatnya dan beberapa kali berinteraksi dengannya. Meskipun saat itu aku bertemu denganmu setengah hati. Bukan karena apapun, tapi karena kita tak saling kenal, tapi engkau menceritakan semua hal yang pernah kau alami. *untuk seorang ibu penjual makanan 

Saat itu aku sedang di perpustakaan kampus. isenk masuk kampus membaca buku-buku sastra yang terkadang tak kumengerti apa yang tertulis di dalamnya. Ada pesan singkat masuk ke inbox Hp ku.

"dek, pergi yuk. tak jemput di perpus ya"

Begitu bunyi pesan singkat itu. Aku sih oke-oke aja, lagi pula aku ke kampusnya jalan kaki, lumayan di antar pulang, hehehehehehe. Sepuluh menit kemudian datanglah seseorang dengan mengendarai motor warna merah berhenti di depan perpustakaan kampus. Aku keluar dari perpustakaan pukul 13.00 WIB. Matahari begitu panas-panasnya. Kakiku ringan melangkah menghampiri seseorang yang sudah menungguku di depan perpustakaan kampus.

Saat aku belum sempat menyapanya, ada seorang perempuan menghampirinya. Perempuan  itu membawa sebuah rak (potongan rak), berisi makanan kecil berupa pisang goreng, nasi kucing, tahu bacem dan lain sebagainya.

"Tolong beli jualan saya mbak, ini buat anak saya. Anak saya masih kecil-kecil mbak. Mereka butuh biaya buat sekolah. Saya setiap hari jualan seperti ini mbak. Hasilnya juga tidak seberapa. Saya butuh biaya mbak" Kurang lebih seperti itu yang dikatakan. Kami bahkan belum sempat ngomong apapun. Perempuan tersebut langsung menyahut lagi.

"Murah koq mbak, nasinya cuma seribu, gorengannya 500"

Melihat dagangan yang dibawa perempuan itu, sebenarnya aku tidak terlalu tertarik. Bukan karena aku tak lapar, hanya saja, harga yang ditawarkan tak sebanding dengan barang dagangan yang dijual. Aku diam saja. Bingung.

Perempuan tersebut tak ambil pusing. Dia terus saja bercerita tentang hidupnya. Tentang anaknya. Tentang rumahnya. Tentang bapaknya. Tentang suaminya. Tentang nasib dagangannya yang sempat kena gusur berkali-kali dan lain sebagainya. Kita belum sempat beli tapi sudah dapat bonusnya duluan. Bonus  cerita lengkap. Hampir setengah jam kami berdua (aku dan temanku) hanya diam mendengar cerita. Sampai akhirnya,

"Ayo mbak dibeli" mungkin perempuan tersebut sudah kehabisan bahan cerita.

Beberapa bungkusan berpindah dari rak perempuan tersebut ke sebuah plastik hitam. Nasi dan beberapa gorengan akhirnya dibeli oleh temanku.

"Makasih ya mbak. Pisang gorengnya tidak?"

"Sampun bu" Jawab kami singkat.

Perempuan tersebut akhirnya pergi meninggalkan kami. Mencari pembeli selanjutnya.

Terlepas dari apakah yang diceritakan itu benar atau tidak. Ada banyak hal yang aku pelajari. Bahwa hidup tak semudah senyum di saan melihat cahaya mentari di pagi hari.



Sije Preman Sholihah
(Siti Nurjannah)

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment