Kamis, Maret 08, 2012

Nikah itu…(sstttt…gak perlu dibahas disini)



Credit here
Jiaaahhh…sije nulis tentang nikah lagi. Eits…nanti dulu, ini bukan masalah nikah dan pernak-perniknya. Halah, sije ngeles. Beneran koq, suer deh. Ini ungkapan hati, dari berbagai fenomenan yang terjadi disekitarku, ketika nikah menjadi topik utama disetiap pertemuan.
Jengah…banget…sumpeh deh.

Setiap kali bertemu dengan teman-teman, apakah itu di FB, di LSM, di kost dan di berbagai tempat yang lainnya, selalu dan selalu saja yang menjadi topik utama adalah tentang pernikahan. Apakah itu tetang yang belum siap nikah, tentang yang ingin segera menikah, tentang yang belum dapat ijin menikah, hingga yang sudah menyebar undangan. Bahasan itu menjadi bahasan yang laris manis diminati banyak orang.

Bukan pada titik ini permasalahannya. Bukan pada apa yang dibahas, sesungguhnya pernikahan merupakan bahasan yang memang harus dibahas. Sesuatu yang penting untuk dipersiapkan. Hanya saja, tentu kita punya saat yang tepat untuk membahas itu semua. Bukan disetiap saat membahas itu. Pernikahan yang awalnya merupakan sesuatu yang  sakral dan spesial, kini menjadi sebuah bahasan yang remeh temeh. Pernikahan akhirnya dihubungkan dengan sesuatu yang bersifat “galau”. Galau karena sudah berkeinginan untuk menikah tapi kondisi mental belum siap. Galau karena orang tua masih belum mengijinkan untuk menggenapkan separuh dien. Galau karena si akhwat yang menjadi target incaran tak kunjung faham akan perhatian-perhatian yang diberikan. Galau karena kantong tak cukup tebal untuk memulai sebuah kehidupan bersama, disaat sudah siap, eh..malahan akhwat yang dituju sudah ada digenggaman ikhwan yang lain (kasihan…hehehehehe).

Bagi akhwat, galau karena sampai sekarang belum ada satu pun cowok yang mulai menaruh perhatian. Galau karena orang tua mensyaratkan lulus sebagai pintu gerbang ijin menikah. Galau karena ada ikhwan yang diam-diam mengagumi. Galau karena belum punya cukup ilmu untuk menjadi seorang ibu. Galau karena teman-teman seangkatan sudah banyak yang menikah bahkan sudah punya momongan.  Masih banyak lagi galau-galau yang lain yang dihubungkan dengan seputar dunia pernikahan. Hingga akhirnya tema pernikahan kini bukan lagi menjadi tema yang spesial untuk dipelajari. Tetapi menjadi tema yang membuat galau.

Sekali lagi bukan permasalahan tema nikahnya. Tetapi lebih kepada kita yang menyikapi. Umur dijadikan sebagai sebuah patokan untuk menikah, padahal sikap saja masih suka menggalau gak jelas. Umur kepala dua dianggap sudah mulai waktunya untuk mempersiapkan sesuatu yang namanya nikah. Padahal kalau kita menilik sejarah, pada zaman rosul dan para sahabat, para pemuda menikah pada umur dibawah 20 tahun. Bukan diatas 20 tahun. Hal itu sudah menjadi bukti bahwa yang namanya umur bukan merupakan patokan akan kesiapan seseorang.

Saat umur dijadikan patokan, hasilnya saat umur mendekati umur 20 tahun hingga 25 tahun (kebanyakan), sifat asli mulai tampak. Kesiapan berbanding terbalik dengan keinginan. Tidak siap untuk menikah, tapi keinginan menggebu-gebu. Bukan semata karena kebutuhan (psikis, biologis dll), tapi karena nafsu, karena teman-teman yang sepantaran sudah mulai banyak menikah. Bukan kebaikan tentu saja yang didapat. FB yang seharusnya bisa dijadikan sebuah ladang dakwah, kini menjadi ladang menggalau. Menggeluh di wall, puisi-puisi picisan muncul berderet menjadi status.

Bagi yang ikhwan atau putra, perhatian di obral kebanyak orang, bagi yang tidak hati-hati, akan menjadi target. Bagi akhwat, perhatian dari manapun ditampung sebanyak-banyaknya. Akhirnya timbullah fitnah. Oh…no.

Kenapa sih harus menunjukkan kegalauan kepada semua orang? Apakah penting? Apakah kita merasa sebegitu tenarnya hingga akhirnya kita merasa perlu untuk orang lain tahu bahwa kita sedang berada pada titik dimana kita sedang butuh seseorang. Obrolan dimana-mana menjadi obrolan yang remeh temeh tidak jelas arahnya.  Tentu kita semua masih cukup sadar bahwa semakin kita membuka akses maka akan semakin banyak orang yang tahu serapuh apa kita.

Dalam beberapa obrolan, seorang teman akhwat sampai mengeluarkan uneg-unegnya,
“kenapa sih status-status ikhwan di FB sekarang pada GJ, yang cinta lah, yang nikah lah. Haish…umat in bukan hanya sekedar itu. Masih banyak permasalahan umat yang harus diselesaikan. Mbok iya kalau mau nikah mah nikah aja. Temui ustadz kalau belum punya calon, minta dicarikan. Kalau sudah ada akhwat yang dianggap baik, dan si akhwat sudah siap, ya sudah di khitbah aja. Dari pada setiap hari mengembangbiakan kegalauan. Emang ternak galau itu bikin kaya ya?” dengan ekspresi kekesalan.

Sije hanya bisa tertawa. Bukan karena apapun, karena sije juga tidak tahu bagaimana cara mengatasinya.

Memang sudah waktunya kita untuk meletakkan mana masalah yang layak untuk dibahas dan mana masalah yang tidak layak untuk di obrolkan. Mengembalikan sesuatu pada tempat yang jelas. JJ hem…perlu banyak belajar.

Yogyakarta 8 maret 2012
07.04 am

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment