Sabtu, April 14, 2012

Jilbabku bukan lambang gerakan ^^



Dalam acara debat kandidat pun semua yang hadir adalah orang yang berjilbab besar semua sepertinya semuanya telah disusun rapi oleh BEM REMA yang dikuasai Partai X.
(Dalam Datujatmiko's Blog)
Sebuah pembuktian tertulis bahwa: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah semata
(Sije)



Trenyuh saat melihat kejadian tahun-tahun ini. Sekali lagi jilbab menjadi salah satu cara mengklasifikasikan suatu golongan. Firman Allah jelas dan bahkan sangat jelas dalam Al Qur`an

Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu” (Al Ahzab: 59).

 Bahwa jilbab itu wajib hukumnya bagi yang mengaku muslimah. Namun kenapa itu malah menjadi bumerang untuk orang-orang yang  mencoba menjalankan kewajiban itu. Sebutlah UNY yang selama beberapa waktu ini mengalami pergolakan multikultural yang luar biasa. Memang sudah menjadi bahasan umum di UNY banyak putri-putri dengan jilbab lebar yang saya yakin tujuannya adalah untuk  menutup aurat yang memang harus ditutup (itulah penghargaan atas kesucian seorang wanita dalam Islam). Namun diwaktu yang sama mereka (jilbaber) itu juga memasuki kancah demokrasi kampus, memasuki organisasi-organisasi eksternal. Sampai pada kalimat ini adakah tindakan mereka yang salah??  Atau apakah dengan mereka memasuki dunia demokrasi kampus itu adalah sebuah kesalahan??? Apakah saat mereka mengikuti dan bergabung dalam organisasi-organisasi eksternal itu sebuah kesalahan??

Pemilwa UNY 2010 menjadi peristiwa yang cukup menggoreskan sebuah cerita tersendiri. Begitu banyak kepentingan yang sekarang masuk, begitu banyak cara yang digunakan untuk bagaimana caranya memasukkan apa yang kepentingan – kepentingan itu inginkan. Tak terkecuali  jilbaber itu. Mungkin memang benar ungkapan yang menyatakan bahwa “seseorang itu bisa dinilai dari dengan siapa kita berteman” atau “menyerupai suatu kaum bearti menjadi bagian dari kaum tersebut” sekarang kesadaran saya bertambah, saat dulu Rosul Muhammad mewariskan kepada kita untuk tidak mengikuti gaya hidup orang-orang jahiliyah.  Disinilah semuanya terbukti.

Politik memang sangat terlihat kotor. Tidak terkecuali politik kampus, siapapun yang berada disana pasti kena getahnya. Sebutlah  suatu partai yang ikut berpolitik dalam wilayah kampus UNY ini. Disana hampir semua kadernya adalah jilbaber. Semua pengurusnya jilbaber.  Sekali lagi saya bertanya, adakah perbuatan mereka salah dengan mereka jilbaber??? Apakah jilbaber tidak boleh berpolitik kampus??

Dan pergolakanpun mulai muncul, pergolakan yang mengatasnamakan menunjung multikulturalisme, disaat beberapa mahasiswa mulai bosan engan kehomogenan, disaat mereka menginnginkan sesuatu yang baru dan mengungkap apa yang sedari dulu tidak pernah terungkap. Banyak kesalahan-kesalahan diungkap. Banyak aib-aib satu demi satu terbuka.  Banyak hal-hal yang bukan merupakan konsumsi publik, kini menjadi bebas dibaca siapapun. Dan bebas diakses siapapun. Tidak ada yang salah ketika mahasiswa tahu semua itu. Bahkan itulah yang seharusnya terjadi sedari dulu. Namun yang kemudian menjadi bumerang adalah, kini citra sebuah niat yang tulus untuk menutup aurat dengan batasan yang benarlah yang ikut tercoreng.

“tidak ada hubungannya antara jilbab dengan perbuatan yang dilakukan”. Kalimat ini yang coba ditekankan.  Jilbab bukan sebuah lambang gerakan. Berjilbab adalah kewajiban dari suatu agama yang agung. Yang menjungnjung tinggi harkat dan martabat seorang wanita. Berjilbab adalah perlindungan yang terbaik untuk menjauhkan wanita dari pandangan-pandangan jahil  dari anak panah setan di dunia. Berjilbab adalah sebuah penghargaan untuk wanita-wanita yang mencoba menjaga kehormatan dirinya dan kehormatan saudara-saudaranya. Adakah yang salah dengan kalimat-kalimat ini????

Dan memang  selamanya tidak akan pernah ada hubungan apapun antara jilbab lebar dan perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang. Perilaku baik atau buruk adalah gambaran ciri dari anak manusia sebagai insan yang akan mempertanggungjawaban itu dihadapan sang penciptanya. Begitu pula dengan jilbab, itu adalah sebuah tindakan yang akan dimintai pertanggungjawaban pula. Artinya hanya ada macam perilaku di dunia ini, baik dan buruk,  bukan dilihat dari siapa yang melakukannya, tidak akan bertambah nilai suatu dosa jika yang melakukannya adalah wanita dengan jilbab lebar. Dan tidak berkurang pula nilai sebuah dosa jika yang melakukan itu adalah wanita dengan jilbab lebar. Semua akan sama nilanya. Maka berlaku pula sebaliknya, tidak akan bertambah suatu nilai dosa jika yang melakukan adalah   wanita yang tidak berjilbab atau berjilbab kecil.  Dosa dan kesalahan itu akan tetap sama. Berlaku pula “tidak akan bertambah nilai suatu pahala jika itu yang mengerjakan adalah wanita dengan jilbab lebar” dan “tidak akan berkurang  nilai suatu pahala jika itu yang mengerjakan adalah wanita yang tidak berjilbab atau berjilbab kecil”. Karena nilai suatu perbuatan bukan terletak apada siapa yang mengerjakannya.
Yang boleh berbuat baik bukan hanya yang bejilbab atau yang boleh berbuat baik bukan hanya yang berjilbab kecil.  Atau lebih luas, yang boleh berbuat baik bukan yang agamanya islam saja. Namun semuanya. Karena itu kewajiban dari seluruh manusia untuk berbuat baik.

Harapannya itu menjadi evaluasi besar  kita bersama yang sering beranggapan bahwa semua jilbaber itu sama. Seseorang dinilai bukan dari jilbab yang dikenakannya. Namun lebih dari itu. Karena nilai manusia jauh lebih tinggi dari pada selembar kain yang bernama jilbab.




Yogyakarta 13 Januari 2011
Aku berjilbab karena aku muslim
dan saksikan aku seorang muslim

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment