Aku tidak tahu
akan memulai tulisan ini dengan kata apa. Aku bahkan tidak menemukan kata ynag
tepat untuk memulainya. Semua kata-kata itu pergi dan menjauh, entahlah. Aku
tidak tahu kemana mereka pergi. Aku tak tahu tempat persembunyian mereka. aku
benar-benar bingung memulainya, tak ada satu pun kata yang mau datang untukku,
menemaniku menuliskan kisah ini. Kisah yang menjadi terlampau sulit untuk dituliskan
tanpa adanya kata-kata yang dengan sukarela mau dipakai untuk menuliskan semua
ini.
Apakah kau pikir kata-kata itu
punya kaki? Sehingga dia bisa berlari.
Atau mungkin dia punya tongkat
sihir? Sehingga dia bisa menyulap dirinya agar tidak kelihatan.
Entahlah,
mungkin hubungan persahatan kami sedang merenggang. Hingga khirnya dia ingin
menjauh untuk sementara waktu, tapi kenapa? Apa salahku padanya, hingga khirnya
dia menjauhiku. Mungkinkah karena kejadian akhir-akhir ini?
Kejadian yang
membuatnya marah, marah dengan beberapa orang. Marah kepada mereka yang
menggunakan dirinya sesukanya. Kata-kata itu ‘dipaksa’ untuk menulislan apa
yang tidak sepatutnya dituliskan. Mungkin juga marah kepada orang menuduh
seseorang yang baik yang menggunakan kata dengan baik, dituduh menuliskan
sesuatu yan tidak baik. Apa mungkin kata-kata itu menjauhiku karena itu?
Padahal sudah
sedari beberapa orang semena-mena menggunakan kata. Menuliskan sesuatu yang
tidak pantas untuk dituliskan. Mereka menyebutnya sebagai berani dan tajam. Aku
tak habis pikir, dari sudut mana mereka mengatakan itu sebagai keberanian?
Apakah hanya karena apa yang mereka tuliskan berbeda dari yang lain, lalu
menyebutnya sebagai berani? Apakah karena tema dari tulisannya belum pernah
diangkat orang lain, lalu mereka dengan percaya diri menyebut diri mereka
pandai menuliskan sesuatu yang lain? Semudah itukah?
Sepertinya
mereka sudah tidak bisa membedakan mana yang disebut berani dan mana yang
disebut tidak tahu malu.
_MenantiKata_
Tidak ada komentar:
Write Comment