Rasamu tidak akan berbalas.
Tidak. Tidak akan pernah, karena sesungguhnya kau hanya merasai dirimu sendiri.
Kau ingin bercakap dengan
dingin dan angin, dengan setangkai mawar merah yang mulai merekah di hatimu,
bersama secangkir the hangat yang sudah sedingin rasamu, tetang seseorang.
Seseorang yang mulai
berakar di hatimu.
Sesisi hatimu mengingkinkan
dia datang,
Mendatangimu dengan pipi
bersemu merah
Mengiyakan waktu yang kau
janjikan,
Menuliskan dengan tinta
emas dihatinya, menuliskan saat, saat kau sudah berani datang
Bersama selembar kertas
putih yang ingin kalian lukisi bersama
Sisi yang lain kau
mati-matian membunuhnya
Membunuh bayangnya yang
menyelimutimu dengan dingin
Dingin yang membekukan hati
Semoga ia pergi dan tak
datang lagi, begitu doamu
Agar hidup ini tak rumit.
Karena, sebesar apa rasamu
Khawatir tetap saja merajai
Hingga akhirnya kalian
terdampar bersama, menekuri rasa, menghitung setiap waktu yang telah terlewat,
menekuri setiap inci perjalanan,
Sisimu yang ini meyakini bahwa
setiap kalimat yang kalian katakan akan berubah menjadi deretan kisah abadi,
bahwa air mata yang tertumpah akan berlabuh ke samudra biru yang mengharu-biru
Tidak aka nada yang
sia-sia, tegasmu dalam hati
Kau melupakan sesuatu,
Hidup meniru filosofi cair, bergerak dan
bergerak
Kehidupan itu bukan batu, semesta terus
bergerak, berubah dan berevolusi
Seandainya setiap detik bisa menjadi fosil
tanpa harus berubah
Betapa relanya kau membatu
Membekukan setiap detik bersamanya
Kau mulai takut
Kau mulai ragu
Saat kau mulai menyadari rasamu tak berbalas
Waktu kau mulai menyadari kalian sudah menjadi
“sejarah”
“Sejarah kalian”
Menjadi konsep yang begitu menakutkan untuk
kau pelajari
Sejarah yang menuliskan bahwa rasamu sudah
menjadi miliknya
Cinta memang butuh dipelihara
Namun, sisi lainnya berkata bahwa cinta hanya
mengenal ambil kesempatan atau persilahkan.
Sampai kini pada akhir rasamu,
Tidak ada yang datang mengucapkan selamat
tinggal, tidak ada surat perpisahan, tanpa lagu penghibur hati,
Kamu pun tersadar, perpisahan adalah hal
paling sepi dalam hidupmu
Suatu saat, mungkin saat
kau akan benar-benar melukiskan titik di akhir rasamu
Saat bosan sudah mencapai
titik paling jenuh
Sisi hatimu yang selalu
menginginkan dia datang akan berteriak
Lihatlah aku, yang selalu
merasaimu
Aku, yang selalu berharap
menyelami samudra haru biru
Menyelami rasamu yang aku
rasakan
Dalam rasa yang tak
berbalas.
Gambar pijem gugel |
Terinspirasi oleh puisi Dee
Dikolaborasikan dengan
kisah seorang sahabat
~Je~
Tidak ada komentar:
Write Comment