Dewasa, bijaksana, cakap,
berprestasi. Mungkin itulah kata-kata yang akan meluncur dari bibir orang-orang
yang baru mengenalnya pertama kali. Seseorang yang sepertinya sempurna. Minimal
dia masuk hitungan saat ada yang sedang mencari belahan jiwa. Delapan setengah
dari skala sepuluh. Delapan puluh lima kalau dalam skala seratus. Indeks
prestasinya 4,00 dengan nilai A bulat tanpa tanda minus mengikutinya. Namun,
tidak bagiku.
^^
Aku berkenalan dengannya
sepuluh tahun yang lalu. Aku sendiri sudah lupa seperti apa cara kami
berkenalan. Apakah dengan saling menyapa “hai, boleh kenalan?” atau tanpa ada
awalan. Tiba-tiba kita sudah seperti orang yang saling kenal. Aku rasa yang
kedua lebih tepat. Kita berkenalan tanpa awalan, tanpa ritual lazimnya orang
berkenalan. Berjabat tangan dan saling menyebutkan nama. Hem, sebagai nilai
tambahan untuknya, dia bukan laki-laki yang mau menyentuh perempuan
sembarangan. Tidak asal perempuan dia sentuh. Hanya perempuan-perempuan
tertentu. Ibu, adik dan istrinya nanti. Meskipun terkadang dia juga tidak bisa
menghindar saat ada ibu-ibu menjabat tanggannya. Ibu-ibu yang mungkin tidak tahu prinsip yang dia pegang.
Jangan berpikir aku tipe
perempuan yang ingn dijabat tangannya. Aku sendiri meskipun bukan tipe orang
yang lurus dalam agama, aku juga tidak mau disentuh oleh sembarang orang. Jadi,
pada kenyataannya, perkenalan kami yang tanpa ritual jabat tangan disebakan
kami adalah dua orang yang saling tidak mau menyentuh. Enough, sampai disini cerita perkenalan kami.
Perkenalan itu bukan awal
dari segalanya. Keesokan harinya semua tetap berjalan seperti biasa. Aku
menjalani rutinitasku, dan dia menjalani rutinitasnya. Nothing special between us. Aku pun tidak terlalu berminat untuk
tahu seperti apa dia. semua berjalan seperti biasa, bahkan sangat biasa.
Sepanjang aku mengenalnya
–yang tanpa perhatian- dia termasuk orang yang cukup bertanggung jawab. Apakah
itu dengan apa yang dia katakan atau dengan yang dia lakukan. Dia juga terjaga.
Minimal dalam lingkungannya. Seperti yang aku tuliskan diatas, bahkan untuk
menyentuh perempuan pun dia tidak sembarangan.
Namun, apa yang aku
pikirkan berbalik arah 180o . Hanya fisik yang dia jaga. Sekedar
fisik yang dia batasi. Paling tidak itu penilaianku saat menyadari bahwa hatinya
tak lagi perawan. Aku hanya tidak menyangka seorang laki-laki seperti dia bisa
dengan mudah jatuh hati. Aku sempurna terdiam. Ah, tentu saja yang namanya rasa
adalah fitrah setiap manusia. Hanya saja, setingkat dia seharusnya sudah cukup
bisa bersikap.
Cinta memang tidak pernah
salah. Bukan manusia kalau dia tidak bisa mencintai lawan jenisnya. Namun, ada
satu yang membedakan antara manusia dan makluk yang lain. Seorang manusia
diberikan rasa yang lain untuk mengimbangi berbagai macam rasa yang berkecamuk
dihatinya.
Dia memang tetap laki-laki.
Laki-laki yang punya rasa. Namun, cinta tak pernah bisa menunggu. Itulah kesalahan
pertamanya. Dia membuat cinta untuk menunggu. Mencoba untuk menekan tombol pause agar cinta tak bergerak. Tetap
ditempat semula. Satu yang dia tak sadari, bahwa mencintai bearti mengambil
kesempatan atau mempersilahkan. Percuma saja dia terus menerus menekan tombol
tunda. Semesta bukan hanya bertasbih, semesta selalu bergerak. Termasuk juga
cinta. Cinta selalu bergerak mencari tempat berlabuhnya. Bagaikan kapal, dia
tidak bisa terus berlayar. Ada saatnya dia harus berlabuh, dipelabuhan yang
tepat dan yang terdekat.
Pencipta semesta menjawab
rasanya. Memilihkan yang tepat tanpa peduli seberapa kuat dia menekan tombol
tunda. Rasa terus berjalan menemukan peraduannya. Aku harap dia tersadar. Saat
rasanya tak lagi berbalas. Saat tombol tunda minta untuk dibebaskan, bukan
empat tahun lagi. Tapi, sekarang juga. Membebaskan rasa.
^^
Dewasa, bijaksana, cakap,
berprestasi. Mungkin itulah kata-kata yang akan meluncur dari bibir orang-orang
yang baru mengenalnya pertama kali. Seseorang yang sepertinya sempurna. Minimal
dia masuk hitungan saat ada yang sedang mencari belahan jiwa. Delapan dari
skala sepuluh. Delapan puluh empah kalau dalam skala seratus. Indeks
prestasinya 4,00 dengan nilai A bulat tanpa tanda min mengikutinya. Namun,
tidak bagiku.
Saat ini dia tidak lebih
dari seorang laki-laki tak berdaya. Tunduk dengan rasa.
Jalanmu masih panjang
kawan. Biarkan waktu terus berjalan. Begitu juga rasamu, dia tidak akan pernah
berkenalan dengan pemberhentian. Tidak, walau hanya satu detik. Semesta akan
terus begerak.
~Je~
Tidak ada komentar:
Write Comment