Kamis, Agustus 09, 2012

Laki-laki satu



Dewasa, bijaksana, cakap, berprestasi. Mungkin itulah kata-kata yang akan meluncur dari bibir orang-orang yang baru mengenalnya pertama kali. Seseorang yang sepertinya sempurna. Minimal dia masuk hitungan saat ada yang sedang mencari belahan jiwa. Delapan setengah dari skala sepuluh. Delapan puluh lima kalau dalam skala seratus. Indeks prestasinya 4,00 dengan nilai A bulat tanpa tanda minus mengikutinya. Namun, tidak bagiku.
^^
Aku berkenalan dengannya sepuluh tahun yang lalu. Aku sendiri sudah lupa seperti apa cara kami berkenalan. Apakah dengan saling menyapa “hai, boleh kenalan?” atau tanpa ada awalan. Tiba-tiba kita sudah seperti orang yang saling kenal. Aku rasa yang kedua lebih tepat. Kita berkenalan tanpa awalan, tanpa ritual lazimnya orang berkenalan. Berjabat tangan dan saling menyebutkan nama. Hem, sebagai nilai tambahan untuknya, dia bukan laki-laki yang mau menyentuh perempuan sembarangan. Tidak asal perempuan dia sentuh. Hanya perempuan-perempuan tertentu. Ibu, adik dan istrinya nanti. Meskipun terkadang dia juga tidak bisa menghindar saat ada ibu-ibu menjabat tanggannya. Ibu-ibu yang  mungkin tidak tahu prinsip yang dia pegang.
Jangan berpikir aku tipe perempuan yang ingn dijabat tangannya. Aku sendiri meskipun bukan tipe orang yang lurus dalam agama, aku juga tidak mau disentuh oleh sembarang orang. Jadi, pada kenyataannya, perkenalan kami yang tanpa ritual jabat tangan disebakan kami adalah dua orang yang saling tidak mau menyentuh. Enough, sampai disini cerita perkenalan kami.
Perkenalan itu bukan awal dari segalanya. Keesokan harinya semua tetap berjalan seperti biasa. Aku menjalani rutinitasku, dan dia menjalani rutinitasnya. Nothing special between us. Aku pun tidak terlalu berminat untuk tahu seperti apa dia. semua berjalan seperti biasa, bahkan sangat biasa.
Sepanjang aku mengenalnya –yang tanpa perhatian- dia termasuk orang yang cukup bertanggung jawab. Apakah itu dengan apa yang dia katakan atau dengan yang dia lakukan. Dia juga terjaga. Minimal dalam lingkungannya. Seperti yang aku tuliskan diatas, bahkan untuk menyentuh perempuan pun dia tidak sembarangan.
Namun, apa yang aku pikirkan berbalik arah 180o . Hanya fisik yang dia jaga. Sekedar fisik yang dia batasi. Paling tidak itu penilaianku saat menyadari bahwa hatinya tak lagi perawan. Aku hanya tidak menyangka seorang laki-laki seperti dia bisa dengan mudah jatuh hati. Aku sempurna terdiam. Ah, tentu saja yang namanya rasa adalah fitrah setiap manusia. Hanya saja, setingkat dia seharusnya sudah cukup bisa bersikap.
Cinta memang tidak pernah salah. Bukan manusia kalau dia tidak bisa mencintai lawan jenisnya. Namun, ada satu yang membedakan antara manusia dan makluk yang lain. Seorang manusia diberikan rasa yang lain untuk mengimbangi berbagai macam rasa yang berkecamuk dihatinya.
Dia memang tetap laki-laki. Laki-laki yang punya rasa. Namun, cinta tak pernah bisa menunggu. Itulah kesalahan pertamanya. Dia membuat cinta untuk menunggu. Mencoba untuk menekan tombol pause agar cinta tak bergerak. Tetap ditempat semula. Satu yang dia tak sadari, bahwa mencintai bearti mengambil kesempatan atau mempersilahkan. Percuma saja dia terus menerus menekan tombol tunda. Semesta bukan hanya bertasbih, semesta selalu bergerak. Termasuk juga cinta. Cinta selalu bergerak mencari tempat berlabuhnya. Bagaikan kapal, dia tidak bisa terus berlayar. Ada saatnya dia harus berlabuh, dipelabuhan yang tepat dan yang terdekat.
Pencipta semesta menjawab rasanya. Memilihkan yang tepat tanpa peduli seberapa kuat dia menekan tombol tunda. Rasa terus berjalan menemukan peraduannya. Aku harap dia tersadar. Saat rasanya tak lagi berbalas. Saat tombol tunda minta untuk dibebaskan, bukan empat tahun lagi. Tapi, sekarang juga. Membebaskan rasa.

^^
Dewasa, bijaksana, cakap, berprestasi. Mungkin itulah kata-kata yang akan meluncur dari bibir orang-orang yang baru mengenalnya pertama kali. Seseorang yang sepertinya sempurna. Minimal dia masuk hitungan saat ada yang sedang mencari belahan jiwa. Delapan dari skala sepuluh. Delapan puluh empah kalau dalam skala seratus. Indeks prestasinya 4,00 dengan nilai A bulat tanpa tanda min mengikutinya. Namun, tidak bagiku.
Saat ini dia tidak lebih dari seorang laki-laki tak berdaya. Tunduk dengan rasa.
Jalanmu masih panjang kawan. Biarkan waktu terus berjalan. Begitu juga rasamu, dia tidak akan pernah berkenalan dengan pemberhentian. Tidak, walau hanya satu detik. Semesta akan terus begerak.
~Je~

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment