Minggu, September 02, 2012

Haruskah Aku yang Meminangmu?


Terinspirasi dari beberapa kejadian yang ada di masyarakat. Saat akhwat menjadi "penunggu" setia. Menunggu dan menunggu. Padahal tak sedikit diantara mereka yang berprinsip "Say no for waiting". Pada posisi mereka saat ini, mereka seketika menjadi penunggu setia. Menunggu untuk ada yang datang menawarkan tumpangan dari seorang nahkoda. Hanya saja, apa yang bisa dilakukan ketika penantian itu seolah menjadi penantian tanpa ujung. Penantian yang tak ada kejelasannya sampai kapan.

Seorang guru ngaji di sebuah SMA Negeri di salah satu kota di Jawa Tengah pernah menuturkan bahwa beliau hingga akhirnya memilih diam karena apa yang beliau nantikan tidak kunjung datang. Hingga akhirnya sang guru tersebut datang sendiri mencari, Hingga terakhir kali saya bertemu beliau 5 tahun yang lalu, tak satupun pencarian itu membuahkan hasil. Ada berbagia macam alahan yang kemudian muncul. Dari yang belum siap hingga belum berani.


Alasan pertama: Saya belum siap.

Alasan ini selalu saja menjadi alsan klise yang digunkan beberapa orang untuk menutupi alibinya. Entah apa alsan yang sebenarnya dipikirkan  Apakah parameter kesiapan menurut mereka adalah mempunyai rumah sendiri, kendaraan sendiri, atau mungkin sudah bergelar Prof. Jiaaahhhh...kalau yang terakhir mah keburu ubanan. 


Alasan kedua : Saya merasa tidak pantas alias tengsin

Banyaknya akhwat yang kini mempunyai gelas dari S1, S2 hingga mungkin es teler, membuat beberapa orang memilih untuk mundur dari kancah perlombaan mendapatkan yang terbaik. Merasa seolah-olah mereka tak pantas untuk menjadi nahkoda karena ditakutkan di akhwat jauh lebih pintar dari pada si ikhwan. tengsin ya wan??


Alasan ketiga : Saya kan ingin yang terbaik

Ininih alasan yang sering disalah gunakan. Beberapa ikhwan menjadi lebih selektif dan pemilih saat ini. Alasannya sih memilih yang terbaik, tapi entah terbaik dari sisi yang mana. Kalau ditanya, "maunya akhwat yang seperti apa?" jawabannya, "Yang sholihah itu pasti dan juga kalau bisa sih yang enak dipandang".Gubraakkk...memang tidak salah apa yang mereka katakan. Tapi bukankah itu relatif. Perang media yang selalu mengatakan bahwa jumlah ikhwan lebih sedikit dari pada akhwat membuat mereka diatas angin. Tunjuk sana, tunjuk sini.

Alasan keempat dan seterusnya silahkan dipilih dan ditulis sendiri. Itu adalah sekelumit alsan yang banyak ditemui dilapangan. Alasan akan selalu ada kalau dicari. Apakah iya, mereka mencari wanita seperti bunda Siti Khadijah yang dengan segala hormatnya menawarkan diri kepada seorang yang shaleh seperti Muhammad? Sebuah tantangan bagi akhwat memang. Asalkan ada ikhwan yang seperti nabi Muhammad sih itu bukan masalah. Hanya saja...(tidak perlu dilanjutkan). 

Apa iya harus aku (akhwat) yang meminangmu (ikhwan)?



    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment