Sabtu, September 01, 2012

Menjadi Perempuan (Bukan Sebuah Bahasan Agama)




Perempuan. Itu bukan jebakan. Bukan kutukan. Bukan pula penuh dengan batasan. Ini tak boleh. Itu tak boleh. Pamali katanya. Gak elok, kata orang jawa. Terlepas dari apapun itu, justru seringnya kita sendirilah yang menghalangi diri kita sendiri, terutama para cewek. saat ada pekerjaan yang agak berat, panjat pohon misalnya, bilangnya itu kan pekerjaan laki-laki. Namun, kalau ada yang menurut kita cukup enjoy, bilangnya emansipasi. Lah…mana yang bener?

Perempuan?
Perempuan  itu bukan sekedarbawaan lahir, it`s mean dilahirkan sebagai seorang perempuan. bukan juga tentang perasaan. Saat kita merasa diri kita perempuan, maka kita perempuan.  perempuan itu kesatuan dari keduanya. Fisiknya iya, feel-nya juga iya. Masalah feel, itu tergantung apa yang kita pikirkan koq. Saat kita berpikir kita ini perempuan (meskipun agak maco) kita tetap saja perenpuan. Namun, berbeda ketika kita sudah berpikir kalau kita adalah laki-laki, maka kita sedang berusaha untuk menembus batas dari apa yang boleh kita lalui.
Menurut kbbi, perempuan adalah orang (manusia) yg dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. Cukup jelas dan tegas, ketika seseorang itu bisa hamil, melahirkan dan menyusui maka dia adalah perempuan. definisi ini tentu saja tidak bisa diterapkan kepada wanita yang diberikan anugerah tidak bisa mempunyai keturunan (mandul).

Perempuan itu bukan jebakan, bukan kutukan
Seperti yang kita bahasa diatas. Kita sering memeberikan batasan terhadap diri kita sendiri. perempuan itu begini, begini dan begini. Jarang yang unlimited. Tidak boleh ini, itu. Padahal sebenarnya dia mampu untuk melakukan hal-hal tersebut. Kali ini kita ambil beberapa contoh. Misal hobbi naik gunung, seringnya seorang perempuan membatasai dirinya sendiri. Tidak kuatlah, lemeslah, dan berbagai alasan lainnya. contoh lain lagi, olahraga bela diri. Kebanyakan dari kita menganggap itu adalah olahraga laki-laki, padahal kita juga perlu membekali diri dengan ketrampilan bela diri ini.

Saya menyebutnya sebagai perempuan yang terjebak dengan status keperempuanannya. Mereka yang mengaku perempuan namun menjadikan status perempuan sebagai sebuah benteng untuk menutup diri dari luar dengan berbgaia lasan keterbatasan.  Saya pernah menemui perenpuan yang seperti ini, kita sebut saja bunga (saya sudah lupa namanya). Dia perempuan yang cantik, cantik dalam arti wajahnya cukup ayu untuk dipandang.  Namun, dia membatasi dirinya sendiri. Saat itu kami sedang makan bersama beberapa orang, ada tiga orang laki-laki dan sekitar sepuluh perempuan. Saat makanan penutup diberikan (buah), dengan gayanya yang waow, dia bilang ke salah satu laki-laki yang ada diantara kami,
“eh, tolong kupasin buahnya donk! Takut lengket tangannya.”
Saya yang kebetulan ada disampingnya geleng-geleng. Gimana mau emansiapasi, kalau ngupas buah saja masih dikupasin, hanya gara-gara takut lengket. Ini  mah namanya lebay. Berlebihan!

Hal tersebut tentu saja karena dia perempuan, coba kalau dia laki-laki, saya pikir dia tidak akan minta dikupasin.  Hal itu terlalu memalukan kalau dilakukan oleh seorang laki-laki. Hal-hal seperti ini yang membuat kita para perempuan akhirnya dapat ‘predikat’ lemot, lemah, dan lain sebagainya. Padahal tidak seperti itu juga.

Sekali lagi, menjadi perempuan itu bukan jebakan, bukan kutukan. Kita hanya perlu untuk memaksa diri kita untuk sedikit bergerak membuktikan banyak hal yang bisa kita lakukan. Bukan hanya menunggu, tidak cukup hanya mengeluh dan selalu meminta tolong. Kita perlu untuk melatih diri untuk mandiri terhadap beberapa hal, bukan melulu mengandalkan bantuan orang lain.

Mejadi perempuan itu artinya menjadi spesial. Karena perempuan selalu spesial bagi siapapun. :D
Sekali lagi tentang perempuan

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment