Sabtu, November 17, 2012

Harus kubilang berapa kali kawan? Hatiku, hatimu dan hatinya harus hati-hati


.
Gambar pinjem google
Bagiku yang namanya VMJ atau Virus merah jambu itu urusan sepele, remeh temeh dan kekanak-kanakkan. Eh..tiap orang kan nggak sama ya. Iya deh, tapi menyatakan opini boleh donk. HTS-an atau Hubungan Tanpa Status menurutku juga urusan anak kecil. Mereka yang masih SMA, atau mungkin baru peralihan dari SMA ke kuliah. Oopsss! Bagi yang masih SMA jangan lempar sandal yak!! Tapi apa iya begitu, nyatanya banyak koq aktitivis yang belum berani menikah lebih memilih HTS-an. Faktanya banyak tuh yang memelihara virus merah jambu, kemana-mana dibawa lagi. Nah loh, gimana coba, padahal mereka tahu lho kalau yang namanya bukan mahram (ingat yak, mahram, bukannya muhrim. Muhrim adalah sebutan untuk orang yang sedang ikhram) itu nggak boleh deket-deketan. Soalnya tegangannya tinggi, salah-salah bisa terjadi konsleting. Lalu what`s happen? Apakah tiba-tiba mereka jadi kekanak-kanakan? Aku pikir tidak. Mereka sudah cukup dewasa koq. Tanpa kita melihat berapa usianya.  So?

Spesial, untukmu yang sedang menjemput ‘waktu itu’

Masyarakat kita secara umum menganggap bahwa umur 20 merupakan start kedewasaan seseorang. Umur dua puluh tahun dianggap sudah bisa bertanggungjawab atas dirinya sendiri, termasuk juga tentang hati. Nah ini dia yang agak sensi. Pada umur ini, seseorang dianggap sudah ‘pantas’ untuk menikah. Batasnya jelas, umur dua puluh lima (terutama bagi perempuan). Begitu batas ini terlewati, julukan perwan tua menjadi sesuatu yang begitu mengerikan untuk didengar. Kebetulan saja sebutan bujang lapuk bagi laki-laki tidak begitu banyak digunakan, kecuali kalau sudah sangat berumur misalnya lima puluh tahun dan belum menikah. Huft..padahal itu tidak akan memperngaruhi banyak. Kenapa harus selalu gender yang menjadi pembeda. Perempuan pula yang dapat jatah sisi negative. Hhhrrrgg #sewot.

Pada rentang umur inilah banyak hal terjadi. Bagi mereka yang kuat menahan hantaman dari segala arah maka dia akan terjaga. Bagi yang tidak kuat menahan, jangan pernah salahkan godaan. Sebenarnya diri kita yang melemah menghadapinya. Akhirnya banyak yang berguguran dijalan ‘ini’. Tiba-tiba sms-sms ‘mesra’ mulai dikoleksi. Kenapa kata ‘mesra’ menggunakan tanda petik, karena mesra disini tidak bisa diartikan secara umum, setiap orang punya cara masing-masing. Dulu yang merasa sangat risih dnegan panggilan ‘dek’ dari lawan jenis, kini mulai menikmati. Selanjutnya, janji-janji mulai bergulir. Intinya tunggu dibatas waktu. Harusnya mereka sadar bahwa batas waktu adalah kematian. Mau nikah pas udah dapat gelar almarhum? Ooopsss! Jadi agak ngeri nih aku nulisnya.

Pada fase ini, yang dulunya benar-benar menutup hati dari lawan jenis, kini mulai membuka hati. Ini fitrah. Sebuah proses penyadaran diri, bahwa waktu telah memberikan isyarat. Apalagi bagi mereka yang hidup ditengah masyarakat desa, masyarakat yang menjadikan umur adalah sebuah tanda siapnya seseorang. Mulailah yang namanya proses ‘agak’ nyaman tapi masih ada penolakan kepada lawan jenis. Pada saat tertentu, saat futur menyerang, proses penolakan ini bisa menipis. Akhirnya penolakan itu berubah menjadi penerimaan bersyarat. Kenapa bersyarat? Karena mereka tahu itu salah, itu tak boleh, tapi mereka ingin. Kemudian yang muncul adalah iya tapi tidak. Iya untuk hubungan itu, tidak untuk banyak orang yang tahu. Kedekatan mulai terbangun,  secara tidak sadar hubungan tanpa status mulai terbangun. Virus merajalele eh merajalela, membunuh satu demi satu prinsip-prinsip yang dulu dipegang. Hanya satu yang tersisa, pemakluman. Pemakluman untuk membenarkan apa yang dilakukan.

Kenapa tidak berteman saja?

Kenapa ya, karena saat kita berteman itu bla..bla..bla…. Ada banyak alasan yang dilontarkan. Intinya satu, kalau hanya sekedar berteman tidak ada kebermilikan. Nah loh, iya kan? Ngaku deh. Hello, emang kita motor yang harus ada tanda BPKB. Pada fase ini yang dicari sebenarya adalah rasa aman. Bagi perempuan, rasa aman yang didapatkan disebabkan karena dia merasa sudah ada yang nge-cim. Apalagi banyak data yang menyatakan bahwa jumlah perempuan lebih banyak dari pada jumlah laki-laki. Akhirnya insting persaingan sedikit banyak, muncul. Mereka lupa, data itu hanya berkata tentang kuantitas. Terlebih lagi mereka lupa bahwa kwalitas yang mempengaruhi nilai. Perempuan emang banyak, tapi yang kayak aku cuma satu. Huaaa…ada yang narsis. Hehehehe.

Sedangkan bagi laki-laki, rasa aman yang didapatkan disebakan karena merasa orang yang diincarnya sudah ada digenggaman. Mereka lupa, bahwa Allah maha membolakbalikan hati.  Padahal dengan berteman semuanya jadi lebih indah #halah. Maksudnya semuanya lebih nyaman, nyaman di hati, juga saat berinteraksi. Tidak perlu lagi ada yang perlu disembunyikan. Kalau lagi bareng dan kebetulan bertemu dengan orang lain, saat ditanya dengan siapa ya tinggal dijawab dengan si A. Tak perlu bingung menjawab, pakai senyum bingung pula. Senyum bingung? Iya senyum yang aneh, senyum yang bisa menjawab pertanyaan. Setiap ada yang nanya itu siapa, dijawabnya dengan senyum sehat pepsodent. Emang yang nanya dokter gigi semua?

Saatnya hatiku dan hatimu bicara!

Hatiku dan hatimu sepertinya memang harus dipertemukan. Perlu berbicara, apa sih yang salah dari semua ini? Bukankah kita sudah sama-sama dewasa? Sama-sama tahu mana yang benar, paling tidak hatiku dan hatimu tak bisa dibohongi bukan? Saat dimana kita mulai berdekatan, bukankah hatiku dan hatimu menolak itu semua? Tapi kita sayangnya kita menginginkannya. Parahnya kita menafikkan penolakan hati kita.

Ayolah, come on guys, bukan kelas kita lagi untuk ber-VMJ ria. Bukankah hatimu bakalan jadi miliknya? Dan hatiku juga akan jadi miliknya. Urusan ‘nya’ itu siapa, itu urusan nanti. Bukan urusan kita saat ini. Kecuali kalau kau sudah berani bersikap sekarang juga.

Apa iya, yang salah cuma hatiku dan hatimu?

Nggak koq, suer deh. Banyak yang jadi ‘GJ’ karena teman-teman sekitarnya ‘GJ’ luar biasa. Lah koq? Lha iya, kadang ada seseorang yang biasa saja dengan lawan jenis. Tapi, temen-temennya heboh. Main masang-masngin orang. Dari dulu aku adalah orang yang pertama kali sewot kalau dipasangin dengen seseorang. Kenapa je? Kenapa ya, hem, aku kenal diriku sendiri sih, mungkin bagi orang lain itu biasa saja, tapi kan belum tentu aku ‘baik-baik’ saja. Mungkin bagi orang lain, kasus dipasang-pasangin itu hal yang biasa dan nggak berpengaruh. Tapi bagi beberapa orang itu bisa berarti lain.

Bagi yang suka masang-masngin orang nih, hati-hati kalau akhirnya yang dipasang-pasangin malah jadi suka beneran. Iya kalau nikah dan keluarganya jadi keluarga dakwah yang berkah. Tapi kalau ternyata malah jadi pacaran, bukannya kita juga dapat jatah dosa? Eh, belum apa-apa udah ngemengin dosa ya. Hehehehe. Mungkin pada awalnya mereka tidak ada rasa sama sekali, tapi karena sering dipasangin, virus merah jambu bisa nimbrung tiba-tiba. Ikut jadi penggembira.  Bisa berabe kan? Makanya jangan suka masang-masangin. Ngapain coba? Kagak ada gunanya juga. :D

Kalau yang udah nikah gimana?

Ye…selamat yeee. Kalau yang ini sih, sudah aman. Tapiii, ada tapinya nih. Bagi yang udah nikah akan sangat lebih baik kalau segera diumumkan. Why? Kalau ada yang bakalan patah hati biar dia segera nyicil patah hati. Wkekeke. Bukan itulah tujuannya, intinya lebih ke mencari mafaatnya, buat apa disembunyiin? Takut ilang? Yang ada kalau disembunyiin malah bisa ilang, kan dikira belum ada yang punya. ini juga dalam rangka biar tidak ada dzan-dzan dari sekitar kita. Jangan salahkan masyarakat sekitar atau teman-teman disekitar kalau mereka berbisik-bisik, kasak-kusuk nggak jelas. Lha wong kita kalau ditanyain juga jawabnya cuma senyum doank.

Bagi yang belum nikah yang masih HTS-an juga sama aja. Mau-maunya sih digantungin? Disuruh nunggu dibatas waktu pula. Keburu kayak nasi yang didiemin lima hari, BASI! Perjelas, ya atau tidak. Bukankah itu lebih ada manfaatnya.

Yuk, mari lebih hati-hati antara hatiku, hatimu dan hatinya.

Je
Sebuah tanya:
Kenapa sih Je suka nulis kayak ginian?

Jawaban pertama adalah karena gemes, gemes ngelihat teman-temanku yang ngakunya ngerti banyak hal, tiba-tiba berlagak amnesia. Koq? Iya, mereka yang dulunya sewot kalau lihat temennya deket-deketan, eh malah dianya ikut-ikutan.

Jawaban kedua, sebagai antisipasi, biar gueh kagak ikut kayak gituan #bahasa alay. Gile aja, sekarang berkoar-koar, eh besoknya mak bedunduk gandengan sama yang bukan mahram. Ya Allah, please, jangan ampe sije kayak gitu. Aamiin

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment