.
Gambar pinjem google |
Bagiku yang namanya VMJ atau Virus merah jambu itu urusan
sepele, remeh temeh dan kekanak-kanakkan. Eh..tiap orang kan nggak sama ya. Iya
deh, tapi menyatakan opini boleh donk. HTS-an atau Hubungan Tanpa Status
menurutku juga urusan anak kecil. Mereka yang masih SMA, atau mungkin baru
peralihan dari SMA ke kuliah. Oopsss! Bagi yang masih SMA jangan lempar sandal
yak!! Tapi apa iya begitu, nyatanya banyak koq aktitivis yang belum berani
menikah lebih memilih HTS-an. Faktanya banyak tuh yang memelihara virus merah
jambu, kemana-mana dibawa lagi. Nah loh, gimana coba, padahal mereka tahu lho
kalau yang namanya bukan mahram (ingat yak, mahram, bukannya muhrim. Muhrim
adalah sebutan untuk orang yang sedang ikhram) itu nggak boleh deket-deketan.
Soalnya tegangannya tinggi, salah-salah bisa terjadi konsleting. Lalu what`s
happen? Apakah tiba-tiba mereka jadi kekanak-kanakan? Aku pikir tidak. Mereka
sudah cukup dewasa koq. Tanpa kita melihat berapa usianya. So?
Spesial, untukmu yang
sedang menjemput ‘waktu itu’
Masyarakat kita secara umum menganggap bahwa umur 20 merupakan
start kedewasaan seseorang. Umur dua puluh tahun dianggap sudah bisa
bertanggungjawab atas dirinya sendiri, termasuk juga tentang hati. Nah ini dia
yang agak sensi. Pada umur ini, seseorang dianggap sudah ‘pantas’ untuk
menikah. Batasnya jelas, umur dua puluh lima (terutama bagi perempuan). Begitu
batas ini terlewati, julukan perwan tua menjadi sesuatu yang begitu mengerikan
untuk didengar. Kebetulan saja sebutan bujang lapuk bagi laki-laki tidak begitu
banyak digunakan, kecuali kalau sudah sangat berumur misalnya lima puluh tahun
dan belum menikah. Huft..padahal itu tidak akan memperngaruhi banyak. Kenapa
harus selalu gender yang menjadi pembeda. Perempuan pula yang dapat jatah sisi
negative. Hhhrrrgg #sewot.
Pada rentang umur inilah banyak hal terjadi. Bagi mereka yang
kuat menahan hantaman dari segala arah maka dia akan terjaga. Bagi yang tidak
kuat menahan, jangan pernah salahkan godaan. Sebenarnya diri kita yang melemah
menghadapinya. Akhirnya banyak yang berguguran dijalan ‘ini’. Tiba-tiba sms-sms
‘mesra’ mulai dikoleksi. Kenapa kata ‘mesra’ menggunakan tanda petik, karena
mesra disini tidak bisa diartikan secara umum, setiap orang punya cara
masing-masing. Dulu yang merasa sangat risih dnegan panggilan ‘dek’ dari lawan
jenis, kini mulai menikmati. Selanjutnya, janji-janji mulai bergulir. Intinya
tunggu dibatas waktu. Harusnya mereka sadar bahwa batas waktu adalah kematian.
Mau nikah pas udah dapat gelar almarhum? Ooopsss! Jadi agak ngeri nih aku
nulisnya.
Pada fase ini, yang dulunya benar-benar menutup hati dari
lawan jenis, kini mulai membuka hati. Ini fitrah. Sebuah proses penyadaran
diri, bahwa waktu telah memberikan isyarat. Apalagi bagi mereka yang hidup
ditengah masyarakat desa, masyarakat yang menjadikan umur adalah sebuah tanda
siapnya seseorang. Mulailah yang namanya proses ‘agak’ nyaman tapi masih ada
penolakan kepada lawan jenis. Pada saat tertentu, saat futur menyerang, proses
penolakan ini bisa menipis. Akhirnya penolakan itu berubah menjadi penerimaan
bersyarat. Kenapa bersyarat? Karena mereka tahu itu salah, itu tak boleh, tapi
mereka ingin. Kemudian yang muncul adalah iya tapi tidak. Iya untuk hubungan itu,
tidak untuk banyak orang yang tahu. Kedekatan mulai terbangun, secara tidak sadar hubungan tanpa status
mulai terbangun. Virus merajalele eh merajalela, membunuh satu demi satu
prinsip-prinsip yang dulu dipegang. Hanya satu yang tersisa, pemakluman. Pemakluman
untuk membenarkan apa yang dilakukan.
Kenapa tidak berteman saja?
Kenapa ya, karena saat kita berteman itu bla..bla..bla…. Ada
banyak alasan yang dilontarkan. Intinya satu, kalau hanya sekedar berteman
tidak ada kebermilikan. Nah loh, iya kan? Ngaku deh. Hello, emang kita motor
yang harus ada tanda BPKB. Pada fase ini yang dicari sebenarya adalah rasa
aman. Bagi perempuan, rasa aman yang didapatkan disebabkan karena dia merasa
sudah ada yang nge-cim. Apalagi
banyak data yang menyatakan bahwa jumlah perempuan lebih banyak dari pada
jumlah laki-laki. Akhirnya insting persaingan sedikit banyak, muncul. Mereka
lupa, data itu hanya berkata tentang kuantitas. Terlebih lagi mereka lupa bahwa
kwalitas yang mempengaruhi nilai. Perempuan emang banyak, tapi yang kayak aku
cuma satu. Huaaa…ada yang narsis. Hehehehe.
Sedangkan bagi laki-laki, rasa aman yang didapatkan disebakan
karena merasa orang yang diincarnya sudah ada digenggaman. Mereka lupa, bahwa
Allah maha membolakbalikan hati. Padahal
dengan berteman semuanya jadi lebih indah #halah. Maksudnya semuanya lebih
nyaman, nyaman di hati, juga saat berinteraksi. Tidak perlu lagi ada yang perlu
disembunyikan. Kalau lagi bareng dan kebetulan bertemu dengan orang lain, saat
ditanya dengan siapa ya tinggal dijawab dengan si A. Tak perlu bingung
menjawab, pakai senyum bingung pula. Senyum bingung? Iya senyum yang aneh,
senyum yang bisa menjawab pertanyaan. Setiap ada yang nanya itu siapa,
dijawabnya dengan senyum sehat pepsodent. Emang yang nanya dokter gigi semua?
Saatnya hatiku dan hatimu bicara!
Hatiku dan hatimu sepertinya memang harus dipertemukan. Perlu
berbicara, apa sih yang salah dari semua ini? Bukankah kita sudah sama-sama
dewasa? Sama-sama tahu mana yang benar, paling tidak hatiku dan hatimu tak bisa
dibohongi bukan? Saat dimana kita mulai berdekatan, bukankah hatiku dan hatimu
menolak itu semua? Tapi kita sayangnya kita menginginkannya. Parahnya kita
menafikkan penolakan hati kita.
Ayolah, come on guys, bukan kelas kita lagi untuk ber-VMJ ria.
Bukankah hatimu bakalan jadi miliknya? Dan hatiku juga akan jadi miliknya.
Urusan ‘nya’ itu siapa, itu urusan nanti. Bukan urusan kita saat ini. Kecuali
kalau kau sudah berani bersikap sekarang juga.
Apa iya, yang salah cuma hatiku dan hatimu?
Nggak koq, suer deh. Banyak yang jadi ‘GJ’ karena teman-teman
sekitarnya ‘GJ’ luar biasa. Lah koq? Lha iya, kadang ada seseorang yang biasa
saja dengan lawan jenis. Tapi, temen-temennya heboh. Main masang-masngin orang.
Dari dulu aku adalah orang yang pertama kali sewot kalau dipasangin dengen
seseorang. Kenapa je? Kenapa ya, hem, aku kenal diriku sendiri sih, mungkin
bagi orang lain itu biasa saja, tapi kan belum tentu aku ‘baik-baik’ saja.
Mungkin bagi orang lain, kasus dipasang-pasangin itu hal yang biasa dan nggak
berpengaruh. Tapi bagi beberapa orang itu bisa berarti lain.
Bagi yang suka masang-masngin orang nih, hati-hati kalau
akhirnya yang dipasang-pasangin malah jadi suka beneran. Iya kalau nikah dan
keluarganya jadi keluarga dakwah yang berkah. Tapi kalau ternyata malah jadi
pacaran, bukannya kita juga dapat jatah dosa? Eh, belum apa-apa udah ngemengin
dosa ya. Hehehehe. Mungkin pada awalnya mereka tidak ada rasa sama sekali, tapi
karena sering dipasangin, virus merah jambu bisa nimbrung tiba-tiba. Ikut jadi
penggembira. Bisa berabe kan? Makanya
jangan suka masang-masangin. Ngapain coba? Kagak ada gunanya juga. :D
Kalau yang udah nikah gimana?
Ye…selamat yeee. Kalau yang ini sih, sudah aman. Tapiii, ada
tapinya nih. Bagi yang udah nikah akan sangat lebih baik kalau segera
diumumkan. Why? Kalau ada yang bakalan patah hati biar dia segera nyicil patah
hati. Wkekeke. Bukan itulah tujuannya, intinya lebih ke mencari mafaatnya, buat
apa disembunyiin? Takut ilang? Yang ada kalau disembunyiin malah bisa ilang,
kan dikira belum ada yang punya. ini juga dalam rangka biar tidak ada dzan-dzan dari sekitar kita. Jangan
salahkan masyarakat sekitar atau teman-teman disekitar kalau mereka
berbisik-bisik, kasak-kusuk nggak jelas. Lha wong kita kalau ditanyain juga
jawabnya cuma senyum doank.
Bagi yang belum nikah yang masih HTS-an juga sama aja.
Mau-maunya sih digantungin? Disuruh nunggu dibatas waktu pula. Keburu kayak
nasi yang didiemin lima hari, BASI! Perjelas, ya atau tidak. Bukankah itu lebih
ada manfaatnya.
Yuk, mari lebih hati-hati antara hatiku, hatimu dan hatinya.
Je
Sebuah tanya:
Kenapa sih Je suka nulis kayak ginian?
Jawaban pertama adalah karena gemes, gemes ngelihat
teman-temanku yang ngakunya ngerti banyak hal, tiba-tiba berlagak amnesia. Koq?
Iya, mereka yang dulunya sewot kalau lihat temennya deket-deketan, eh malah
dianya ikut-ikutan.
Jawaban kedua, sebagai antisipasi, biar gueh kagak ikut kayak
gituan #bahasa alay. Gile aja, sekarang berkoar-koar, eh besoknya mak bedunduk
gandengan sama yang bukan mahram. Ya Allah, please, jangan ampe sije kayak
gitu. Aamiin
Tidak ada komentar:
Write Comment