Rabu, Mei 22, 2013

Untuk dia, disana, bersama putrinya, dan bidadarinya.


Credit here
 Pernah kagum nggak dengan seseorang?
Sering banget ada orang yang nanya kayak gini ke aku. Mungkin mereka khawatir kali ya, aku nggak bisa kagum sama cowok. Hihihi. Sampai-sampai seorang teman pernah nanya, “Je, kamu pernah suka sama cowok nggak sih?”. Hahaha. Aku langsung tertawa lepas begitu saja. Dikira aku nggak normal kali ya. Ya pernah lah.

Nah kali ini tentang seseorang pernah aku kagumi. Nggak ada hubungannya dengan hati kok. Hanya sebatas kagus karena dia berhasil melakukan sesuatu. Itu saja. Nggak lebih. Dia datang kepadaku malam itu. lewat sebuah sms. Intinya ngajak makan-makan syukuran wisuda. Aku juga sempet heran, lha ngapain aku diundang. Seumur-umur baru sekali ini aku aku diundang makan malam, sama cowok pula. :D. Temen kok.  

Kami kenal sudah cukup lama. Sejak semester 2 kalau nggak salah ingat. Kebetulan kita bareng di sebuah acara pelatihan yang cukup lama. Hampir ber bulan-bulan dan ada acara camping segala. Makanya kenal cukup dekat dengannya. Back to topic.

Aku masih sangat ingat, malam itu dia mengatakan kalau dia mulai berubah. Mulai ingin belajar Islam. Nggak main-main lagi sama cewek. nah ini dia poin terakhir yang aku garis bawahi. What happen bro? kurang lebih begitulah yang tersirat dari kerutan alisku.
Mulailah dia bercerita. Dia ingin menikah. Huikk..kenapa musti cerita ke aku sih. Aku kan jadi GR. Hahaha ngarang banget. Syok aja, dia yang selama ini sangat slengekan, apalagi sama cewek, tiba-tiba menyatakan sebuah niat serius.

Awalnya aku sih nggak percaya. Aku memancingnya dengan beberapa pertanyaan. Intinya biar aku yakin, apa bener nih makluk udah berubah. Kemarin aja dia masih colek sana colek sini. “Aku ingin menikah”. Mantap sekali dia berbicara seperti itu.

“Menikah itu hukumnya bisa macam-macam lho, bisa wajib, sunnah, haram juga bisa…”

“Aku sudah masuk dalam kategori wajib.” Bahkan aku belum selesai berbicara, dia sudah memotong pembicaraanku. Waktu itu aku nggak bisa berbicara panang lebar. Soalnya kita ketemunya udah malam, sekitar jam 8 malem. Aku pun pulang hampir jam 9 lewat. Pakai acara kucing-kucingan dari para takmir masjid pula. Kalau sampai dianterin pulang sama takmir kan tengsin.

Sekian bulan kemudian

MasyaAllah, mungkin memang aku terlalu egois dengan diriku sendiri. setelah dia menyampaikan niat itu, aku tak pernah lagi bertanya, bagaimana kabarmu kawan? Bagaimana persiapanmu menjemput bidadarimu?

Hingga suatu ketika, dia datang kembali. Lewat sebuah pesan singkat.

Berapa gaji seorang laki-laki yang kalian terima pinangannya?

Wew.. ada apa lagi nih. Aku kira sudah tersibukkan dengan yang lain. Ternyata eh ternyata, dia masih dalam sikapnya. Aku tak menjawabnya dnegan detail. Aku biarkan dia berpikir. Intinya, paling nggak cukup untuk hidup berdua memenuhi kebutuhan. Hahaha, padahal kebutuhan itu kan berbeda-beda antar orang. Aku kan sukanya memasukkan daftar keinginan sebagai kebutuhan. Hihihi.

Beberapa bulan selanjutnya
Fase kebingungannya.

Dia mengaku kepadaku kalau dia sudah mengkhitbah seorang akhwat. Akhwat boi! Bukan perempuan sembarangan. Aku serasa orang dapat lotre, kemana-mana tersenyum. Temenku mau nikah. Rasanya ikutan seneng banget. Apalagi aku tahu prosesnya. MasyaAllah, semoga berkah ya kawand. Tapi…

Aku harus menunggu tujuh bulan lagi untuk menikah.

Awalnya dari seneng, aku langsung manyun. Hyaa…aku kira aku tinggal menerima undangan buat kondangan.

Kenapa?

Lalu mengalirlah ceritanya. Si akhwat yang dia khitbah masih belum yakin dengan dia. padahal akhwat itu sudah menerima pinangannya. Bayangkan, seorang laki-laki dibandingkan dengan laki-laki lain. Pasti itu berat sekali.

Aku pun nggak bisa berbuat banyak. Saat itu aku menyarankan untuk terus mendesak orang tuanya agar mensegerakan pernikahan itu. Pertama untuk menjaga keduanya. Selainnya adalah untuk mempercepat kebaikan. Allahu Rabbi. Sebelum genap 7 bulan mereka akhirnya menikah.

Aku seperti orang gila begitu mendengar kabarnya. Kabar itu langsung dia sms kan padaku. Huaa…senang sekali. Ada satu hal yang aku salutkan dari temanku satu ini. dia begitu rapat menyimpan apa yang dia rasakan. Hanya untuk orang-orang tertentu saja dia membukanya.

Hari ini, diumurnya yang ke-23, dia sudah punya seorang bayi perempuan. (Saat yang sama ketika aku masih merasakan ketidakasiapan untuk menjadi sepertinya). Kawand, aku belajar sangat banyak sekali darimu. Semoga yang terbaik selalu untuk keluargamu. Untuk putrimu, dia juga putriku. Istrimu juga saudaraku. Terimakasih Allah telah mempersaudarakan kami.


_Sije_

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment