Beberapa
waktu yang lalu, saya sempatkan untuk menengok seorang teman. Beliau sedang
hamil besar. Ah..bahagianya, sebentar lagi akan jadi ibu. Tapi, apakah semudah
itu melukiskan perasaan seorang calon ibu?
Sudah
satu bulan ini beliau bed rest. Nggak boleh bergerak sedikit pun. Sedikit saja
bergeser, maka akan terjadi pendarahan. Allahu Rabbi, begitukah caraMu ‘memanjakan’
para calon ibu. Satu pekan sebelum saya datang kerumahnya, beliau sempat masuk
rumahsakit. Awalnya hanya karena jalan lahirnya tertutup oleh ari-ari (kurang
lebih begitu cerita dari beliau). Terasa sakit, lalu terjadi pendarahan.
“Kemarin
gimana mbak dirumah sakitnya?”
“ya
disana nggak boleh gerak sama dokter. Awalnya kan pagi pendarahan, langsung
dibwa ke rumahsakit.”
“Suami?”
“Mas
Raka langsung di telpon ibu, langsung pulang ke Jogja.”
“Terus
yang bersihin darah siapa mbak? Kan mbak nggak boleh gerak.”
“Mas
Raka yang bersihin semuanya. Kemarin sebelum boleh dibawa pulang malah keluar
gumpalan darah. Aku nanya kan sama mas Raka. Bilangnya, nggak apa-apa kok.”
Sejak
pulang dari rumah sakit, beliau nggak boleh bergerak sedikit pun. Setiap
harinya haanya tidur. Soalnya kalau bergerak sedikit saja langsung pendarahan. Dan
itu sangat nggak baik bagi perkembanagn janinnya. Apalagi waktu itu, berat
janinnya masih kurang dari 2 kilogram. Itu artinya, operasi caesar pun sangat
beresiko.
Kabar
terakhir yang saya dengar, beliau pendarahan lagi. Masih menunggu kondisi
terakhir. Kalau memang nggak memungkinkan untuk dipertahankan, maka harus
operasi caesar. Lalu, apakah getar penantian itu masih ada? Atau telah berganti
menjadi getar kekhawatiran?
---
Menunggu
kelahiran?
Seperti
apa rasanya? Ah, suatu saat saya akan menulis ulang tema ini. Dengan cerita
saya sendiri. Tentang menunggu kelahiran juga. One day. Hanya tinggal menunggu
waktu.
Beberapa
hal yang membuat saya berpikir adalah nggak semua laki-laki itu nggak baik.
Lho, jadi apakah selama ini saya berpikir sebaliknya? Nggak juga, hanya susah
percaya saja. Satu yang harus dipahami adalah, anak itu tanggungjawab dua orang
(minimal), bukan hanya tanggungjawab seorang ibu yang mengandungnya.
Kadang,
kalau saya melihat film-film di TV yang menggambarkan laki-laki yang nggak
beradab, saya selalu mengatakan pada diri saya sendiri. bahwa itu semua hanya
ada di TV. Hanya ada di dunia fiksi, khayalan. Nggak lebih. Hihihi, emang
terkesan agak maksa sih. Tapi pasti selalu ada yang baik. :D
Tidak ada komentar:
Write Comment