Minggu, Juni 16, 2013

Menunggu Kelahiran, Seperti Apa Rasanya?



Beberapa waktu yang lalu, saya sempatkan untuk menengok seorang teman. Beliau sedang hamil besar. Ah..bahagianya, sebentar lagi akan jadi ibu. Tapi, apakah semudah itu melukiskan perasaan seorang calon ibu? 

Sudah satu bulan ini beliau bed rest. Nggak boleh bergerak sedikit pun. Sedikit saja bergeser, maka akan terjadi pendarahan. Allahu Rabbi, begitukah caraMu ‘memanjakan’ para calon ibu. Satu pekan sebelum saya datang kerumahnya, beliau sempat masuk rumahsakit. Awalnya hanya karena jalan lahirnya tertutup oleh ari-ari (kurang lebih begitu cerita dari beliau). Terasa sakit, lalu terjadi pendarahan.

“Kemarin gimana mbak dirumah sakitnya?”

“ya disana nggak boleh gerak sama dokter. Awalnya kan pagi pendarahan, langsung dibwa ke rumahsakit.”

“Suami?”

“Mas Raka langsung di telpon ibu, langsung pulang ke Jogja.”

“Terus yang bersihin darah siapa mbak? Kan mbak nggak boleh gerak.”

“Mas Raka yang bersihin semuanya. Kemarin sebelum boleh dibawa pulang malah keluar gumpalan darah. Aku nanya kan sama mas Raka. Bilangnya, nggak apa-apa kok.”

Sejak pulang dari rumah sakit, beliau nggak boleh bergerak sedikit pun. Setiap harinya haanya tidur. Soalnya kalau bergerak sedikit saja langsung pendarahan. Dan itu sangat nggak baik bagi perkembanagn janinnya. Apalagi waktu itu, berat janinnya masih kurang dari 2 kilogram. Itu artinya, operasi caesar pun sangat beresiko.

Kabar terakhir yang saya dengar, beliau pendarahan lagi. Masih menunggu kondisi terakhir. Kalau memang nggak memungkinkan untuk dipertahankan, maka harus operasi caesar. Lalu, apakah getar penantian itu masih ada? Atau telah berganti menjadi getar kekhawatiran?
---
Menunggu kelahiran?

Seperti apa rasanya? Ah, suatu saat saya akan menulis ulang tema ini. Dengan cerita saya sendiri. Tentang menunggu kelahiran juga. One day. Hanya tinggal menunggu waktu.

Beberapa hal yang membuat saya berpikir adalah nggak semua laki-laki itu nggak baik. Lho, jadi apakah selama ini saya berpikir sebaliknya? Nggak juga, hanya susah percaya saja. Satu yang harus dipahami adalah, anak itu tanggungjawab dua orang (minimal), bukan hanya tanggungjawab seorang ibu yang mengandungnya.

Kadang, kalau saya melihat film-film di TV yang menggambarkan laki-laki yang nggak beradab, saya selalu mengatakan pada diri saya sendiri. bahwa itu semua hanya ada di TV. Hanya ada di dunia fiksi, khayalan. Nggak lebih. Hihihi, emang terkesan agak maksa sih. Tapi pasti selalu ada yang baik. :D



    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment