Belum
lama ini ada sebuah film yang cukup menarik perhatian remaja. Judulnya Fozen.
Sebagai gambaran awal, film ini agak-agak mirip dengan Barbie. Gadis-gadis
cantik dan pangeran. Hanya saja konfliknya lebih “ngena”.
Berawal
dari kisah seorang putri mahkota (Elsa) yang
punya kekuatan sihir bisa menciptakan salju. Keluarga raja hidup bahagia sampai
akhirnya terjadi sebuah kecelakaan. Sihir sang putri mengenai sang adik (Ana). Setelah
itu pihak keluarga kerajaan mengunci Elsa di kamar, tidak boleh bertemu
siapapun.
Suatu
ketika raja dan permaisuri harus pergi dalam rangka tugas kerajaan. Ditengah laut
kapalnya tenggelam. Sang raja dan permaisuri hilang. Kerajaan tidak ada yang
memimpin. Jalan satu-satunya adalah menunggu Elsa dewasa lalu dinobatkan
menjadi Ratu.
Singkat
cerita, sampailah pada waktu penobatan. Oh iya, semenjak sihir itu melukai
adiknya, Elsa juga tidak boleh berinteraksi dengan Ana. Ingatan Ana kalau Elsa
punya sihir pun dihilangkan. Konfliknya mulai diangkat saat hari penobatan. Elsa dinobatkan dengan gelar ratu dan Ana
diberi gelar putri.
Ana
bertemu dengan seorang pangeran dalam pesta penobatan. Jatuh cinta dalam waktu
yang sangat singkat. Lalu minta restu dari Elsa untuk menikah. Dapat dipastikan
Elsa menolak. Mana mungkin mengijinkan adiknya menikah dengan orang yang baru
saja dikenal.
Ana
marah, Elsa marah. Saat marah inilah Elsa tidak lagi bisa menyembunyikan
sihirnya. Elsa lari dari kerajaan, merasa tidak mungkin tinggal ditengah
penduduknya dengan sihir yang belum bisa dia kendalikan. Sepanjang jalan yang
Elsa lewati, membeku. Salju turun di musim panas. Elsa lari ke pegunungan
utara. Membuat kerajaan es disana. Tinggal disana.
Singkat
cerita (lagi), ana datang ke kerajaan Elsa. Elsa marah dan menyerangnya dengan
sihir tepat dihatinya. Akibatnya Ana mulai membeku. Hanya bisa diselamatkan
dengan cinta sejati. Layaknya film pada umumnya, cinta sejati diartikan dengan
ciuman dari seorang laki-laki. Tapi, diakhir film ini ada kejutan. Tentang cinta sejati yang tidak hanya tentang
ciuman dari laki-laki.
Cukup
disini cerita tentang filmnya. Karena tujuan dari artikel ini bukan untuk
meresensi film. Mencoba menyoroti kecenderungan remaja kita saat ini. Salah seorang
murid teman saya sampai ada yang mimpi dicium teman laki-laki yang dia sukai
setelah menonton film ini. Padahal dia dalam lingkungan asrama putri yang sangat
kondusif. Asramanya pun dijaga oleh pengampu asrama yang baik.
Selain
itu beberapa lagu OST-nya seolah membuat kita merasa ingin ikut menyanyi dan
menari. Kita tidak sedang berbicara tentang hukum musik agama. Tapi tentang
efek yang kemudian terjadi. Apalagi film ini sasarannya untuk para remaja.
Beberapa
orang yang sudah menonton film ini merasakan kegelisahan yang sama. Ada yang
kurang pas disana. Bagaimana caranya membuat film dengan kualitas animasi yang
sama, tapi muatannya lebih bermakna? Bagaimana pula membentengi para remaja,
agar mereka tetap terjaga namun tidak kuper dan kudet, tetap bisa mengikuti
pergaulan di masyarakat. Juga untuk menyadarkan para orang tua yang selama ini
masih banyak yang masa bodoh dengan tontonan anak-anak mereka. Padahal dalam
setiap tontonan, dalam tiap animasi selalu ada nilai yang coba ditanamkan oleh
para sineas.
Jogja
, 25 Mei 2014
Masih
banyak PR
Senorita
Tidak ada komentar:
Write Comment