Minggu, Mei 25, 2014

Frozen




Belum lama ini ada sebuah film yang cukup menarik perhatian remaja. Judulnya Fozen. Sebagai gambaran awal, film ini agak-agak mirip dengan Barbie. Gadis-gadis cantik dan pangeran. Hanya saja konfliknya lebih “ngena”.

Berawal dari kisah seorang putri  mahkota (Elsa) yang punya kekuatan sihir bisa menciptakan salju. Keluarga raja hidup bahagia sampai akhirnya terjadi sebuah kecelakaan. Sihir sang putri mengenai sang adik (Ana). Setelah itu pihak keluarga kerajaan mengunci Elsa di kamar, tidak boleh bertemu siapapun.

Suatu ketika raja dan permaisuri harus pergi dalam rangka tugas kerajaan. Ditengah laut kapalnya tenggelam. Sang raja dan permaisuri hilang. Kerajaan tidak ada yang memimpin. Jalan satu-satunya adalah menunggu Elsa dewasa lalu dinobatkan menjadi Ratu.

Singkat cerita, sampailah pada waktu penobatan. Oh iya, semenjak sihir itu melukai adiknya, Elsa juga tidak boleh berinteraksi dengan Ana. Ingatan Ana kalau Elsa punya sihir pun dihilangkan. Konfliknya mulai diangkat saat hari penobatan.  Elsa dinobatkan dengan gelar ratu dan Ana diberi gelar putri.
Ana bertemu dengan seorang pangeran dalam pesta penobatan. Jatuh cinta dalam waktu yang sangat singkat. Lalu minta restu dari Elsa untuk menikah. Dapat dipastikan Elsa menolak. Mana mungkin mengijinkan adiknya menikah dengan orang yang baru saja dikenal.

Ana marah, Elsa marah. Saat marah inilah Elsa tidak lagi bisa menyembunyikan sihirnya. Elsa lari dari kerajaan, merasa tidak mungkin tinggal ditengah penduduknya dengan sihir yang belum bisa dia kendalikan. Sepanjang jalan yang Elsa lewati, membeku. Salju turun di musim panas. Elsa lari ke pegunungan utara. Membuat kerajaan es disana. Tinggal disana.

Singkat cerita (lagi), ana datang ke kerajaan Elsa. Elsa marah dan menyerangnya dengan sihir tepat dihatinya. Akibatnya Ana mulai membeku. Hanya bisa diselamatkan dengan cinta sejati. Layaknya film pada umumnya, cinta sejati diartikan dengan ciuman dari seorang laki-laki. Tapi, diakhir film ini ada kejutan.  Tentang cinta sejati yang tidak hanya tentang ciuman dari laki-laki.

Cukup disini cerita tentang filmnya. Karena tujuan dari artikel ini bukan untuk meresensi film. Mencoba menyoroti kecenderungan remaja kita saat ini. Salah seorang murid teman saya sampai ada yang mimpi dicium teman laki-laki yang dia sukai setelah menonton film ini. Padahal dia dalam lingkungan asrama putri yang sangat kondusif. Asramanya pun dijaga oleh pengampu asrama yang baik.

Selain itu beberapa lagu OST-nya seolah membuat kita merasa ingin ikut menyanyi dan menari. Kita tidak sedang berbicara tentang hukum musik agama. Tapi tentang efek yang kemudian terjadi. Apalagi film ini sasarannya untuk para remaja.

Beberapa orang yang sudah menonton film ini merasakan kegelisahan yang sama. Ada yang kurang pas disana. Bagaimana caranya membuat film dengan kualitas animasi yang sama, tapi muatannya lebih bermakna? Bagaimana pula membentengi para remaja, agar mereka tetap terjaga namun tidak kuper dan kudet, tetap bisa mengikuti pergaulan di masyarakat. Juga untuk menyadarkan para orang tua yang selama ini masih banyak yang masa bodoh dengan tontonan anak-anak mereka. Padahal dalam setiap tontonan, dalam tiap animasi selalu ada nilai yang coba ditanamkan oleh para sineas.

Jogja , 25 Mei 2014
Masih banyak PR

Senorita

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment