Bukan hanya tentang medianya saja. Tapi juga tentang
penikmat berita. Saya merasakan pilpres tahun ini sangat tidak manusiawi.
Entah! Saya rasa-rasanya tidak bisa menjelaskannya. Kenapa? Karena media yang
seharusnya jadi tengah yang obyektif justru malah menjadi pihak yang berseteru.
M*tro TV, TV O*e, T*mpo, dll. Ah sudahlah, kita
secara tidak langsung sudah sepakat dan sepaham kalau media-media tersebut
mulai tidak waras. Apapun! Demi sesuap nasi! Apapun yang penting dia menang!
Begitukah? Lupakah dengan para pejuang media yang hilang bahkan mati tak tahu
rimbanya. Pasti mereka menangis melihat media saat ini yang begitu tidak
rasional.
Tentang M*tro TV, disetiap beritanya hanya ada satu
tokoh sentral yang diberitakan. JOKOWI. Tidak percaya? Silahkan lihat sendiri.
Semua tentang JOKOWI jadi berita. Bahkan hal tidak penting pun diberitakan.
TV O*e kurang lebih sama. Hanya lebih manusiawi.
Masih ada berita-berita lain yang dibahas. Wait! Saya bukan timses Prabowo.
Saya tidak membela TV O*e. But it’s real. Silahkan bandingkan sendiri. Tapi
sebelumnya kosongkan dulu prasangka.
Media cetak dan online pun tidak kalah “gila”. Sangat
telihat siapa memihak siapa. Belum lagi akhir-akhir ini muncul media baru yang
abal-abal. Main comot sana comot sini memoles berita. Urusan itu benar atau
tidak, itu urusan belakang. Rating naik, capres unggulan eksis di media. Cukup!
Oh, tunggu, tentu saja asal perut dan dompet menebal.
Parahnya banyak mahasiswa dan mantan mahasiswa yang
mulai kehilangan idealismenya. Membela mati-matian capres yang diusungnya.
Share semua berita yang dia dapat. Urusan media itu valid atau tidak, bukan
soal. Urusan umur media itu seumur jagung, bodo amat. Oh man! Kalian orang-orang
yang sudah pernah mengenyam pendidikan mamen! Tidak adakah bedanya dengan yang
tidak pernah belajar retorika? Tidak adakah bedanya dnegan yang tidak belajar
ilmu komunikasi massa? Kamu tidak bodoh! Hatimu tidak buta!
Kalau mereka yang terdidik saja masih serampangan
ambil berita, bagaimana mereka yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Ketika
mereka yang punya tugas mencerdaskan masyarakat justru malah membodohkan
dirinya sendiri.
Ini bukan tentang siapa yang kita pilih. Tapi
tentang apa yang kita sampaikan kepada orang lain. Kebenarankah? Kebohongankah?
Berita validkah? Abal-abalkah? Tentang apa saja yang menjadi pemberat kita
dalam bertanggungjawab kepada siapapun.
Menjadi Penikmat
Media yang Baik
Banyak diantara masyarakat kita yang tidak mau ambil
pusing tentang berita. Selama itu menguntungkan dan memihal dirinya (atau
idealisme yang dia yakini), langsung percaya begitu saja. Urusan itu salah itu
urusan belakang. Padahal kalau kita mau sedikit saja mencermati apa yang
terjadi di masyarakat kita bisa tahu, minimal bisa menilai dengan baik dan
obyektif.
Kita ambil contoh satu, banyak media baru yang tetiba
muncul saat pilpres ini. Blablabla.com, ini.com, itu.com dll. Sebagian besar
mereka memihak kepada salah satu calon. Karena memang tujuan dibuatnya media
ini adalah untuk mengunggulkan salah satu calon.
Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai penikmat
berita? Pertama, pastikan berita itu dikelola oleh orang yang baik dan tahu
betul tentang kode etik jurnalistik. Kedua, cek berapa umur media itu. Media
yang baru muncul saat ada momen tertentu dan beritanya memihak, perlu
diwaspadai. Ketiga, biasakan kroscek. Jangan langsung percaya. Keempat, cari
media pembanding. Kumpulkan berita yang sejenis dari media lain. Kelima,
biasakan diskusi dengan orang yang sudah terukti berwawasan luas dan obyektif.
Mereka yang berwawasan luas biasanya tidak akan langsung menjawab kalau tidak
tahu. Mereka akan memilih menjawab “tidak tahu”. Dari pada asal biacara. Kalau
sudah jelas beritanya benar, baru disebarluaskan.
Nah, Yuk jadi penikmat berita yang baik.
Senorita
1431|170614
Tidak ada komentar:
Write Comment