Minggu, Juli 13, 2014

Broadcast, Share, Bagikan, dan Sejenisnya


Para era medsos seperti sekarang ini, kita sudah sangat maklum sekali dengan kecepatan berpindahnya informasi. Apalagi hampir setiap aplikasi medsos FB, twitter dan sejenisnya pasti dilengkapi dengan tombol share. Aplikasi chatting pun sama, pasti ada menu ini. Apakah dalam bentuk, copy paste, broadcast, dan sejenisnya. Tinggal klik-klik semua langsung bisa disebarkan ke banyak orang.

Tapi,

Kemudahan ini akhirnya membuat banyak informasi yang simpang siur dan diragukan kebenarannya mudah tersebar luas. Apalagi dengan budaya kebanyakan masyarakat kita yang punya rasa malas yang cukup tinggi untuk sekedar mengklarifikasi informasi yang mereka dapatkan. Seamburadul apapun itu. Memang lebih mudah untuk sekedar baca lalu percaya. Kita hanya tinggal manggut-manggut, dan menelan mentah-mentah apapun yang kita baca. Hal yang sering dilupa adalah ketika kita berani menyebar informasi itu adalah, kita secara tidak langsung sudah tandatangan “kontrak”, apapun yang menjadi akibat dari tersebarnya informasi ini, kita siap menanggung. Right? Meskipun banyak yang curang, member embel-embel “Saya tidak bertanggungjawab atas apa yang tertulis disini”. Padahal dia yang menshare informasi tersebut.

Ada juga yang dengan sengaja klarifikasi di medsos. Misal ada berita tentang si X yang diberitakan korupsi. Lalu kita dengan seenaknya klik share dan kita bubuhi kalimat, “Ada yang mau klarifikasi?”. Oh, man! Begitukah cara klarifikasi yang baik? 

Atau mungkin kita beri contoh yang lebih luas dan global. Misalnya diberitakan sebuah organisasi yang cukup besar, membuat sebuah statement yang kontroversi. Kita tahu ini meragukan. Tapi kita masih dengan entengnya  klik share informasi itu, juga dengan embel-embel “Ada yang mau klarifikasi?”. Ini tentu berbeda ketika kita benar-benar klarifikasi. Datang kepada orang yang memang layak untuk menjelaskan ini. Bukan sekedar klik share seadanya. Sekali lagi karena kita tidak tahu seperti apa orang-orang yang membaca berita yang kita bagikan.
Beberapa waktu yang lalu saya angot. Sebel. Kesel. Ada beberapa temen yang entah kenapa suka banget men-share berita yang dari sisi kevalidannya diragukan. Apalagi menjelang pilpres (bab ini ingin saya tulis dalam satu tulisan khusus), dan serangan Israel ke Palestina. Isu Palestina ini cukup menyedot perhatian sebagian besar umat muslim dan sebagian non-muslim. Bagi umat muslim jelas alasannya. Bagi yang non-muslim (sepertinya) lebih pada konflik kemanusiaan yang terjadi.

Ini isu yang sangat sensitif. Ada isu agama disana. Sedikit sentilan saja, api bisa langsung tersulut. Hot! Berita apapun, media apapun rasanya jadi kawan kalau pemberitaannya mendukung apa yang diyakini. Begitu juga sebaliknya. Nah, disinilah etika, adab, sampai intelelektualitas kita diuji. Baik itu intelektualitas dari segi ilmu agama, maupun ilmu tentang apa yang sedang terjadi, dalam hal ini Palestina.

Banyak yang main hujat, hina dina, sampai muncul kata-kata kotor mengikuti berita atau informasi yang dishare. Secara etika tentu saja ini sudah Zonk! Secara adab, seseorang yang beradab tentu saja tahu kata apa yang layak diucapkan dan yang tidak. Secara intelektualitas agama, tidak ada agama mana pun yang jelas-jelas mengajarkan hina dina apalagi islam. Kita tidak membahas ini secara sejarah teologi masing-masing agama. Secara intelektualitas ilmu, tergantung berita atau info apa yang dishare. Validkah? Tangan keberapa? Atau media apa yang menulis atau meberitakannya?

Saya ambil contoh begini, kemarin ada teman menshare sebuah tulisan singkat di WA. Isinya tentang lambang pita hitam yang oleh beberapa orang digunakan sebagai lambang duka untuk Palestina. Dalam info yang di bagikan kepada saya mengatakan bahwa ini salah. Ini symbol salah. Oke fine, saya pun tidak menggunakan symbol ini untuk menunjukkan duka atas tragedy Palestina. Karena ini menurut saya ini sudah banyak digunakan orang. Heee. Jadi saya pun tidak merasa disinggung atau sejenisnya. Hanya saja info yang dia berikan adalah sebuah info yang sangat informative, bukan sekedar ajakan, tapi menyalahkan sesuatu. Sayangnya saat saya ganti bertanya, “kamu dapat info BC (broadcast) ini dari siapa?” dia tidak membalas sampai sekarang.

Nah, pada kasus ini mungkin saja informasinya benar, tapi cara untuk mendapatkannya yang perlu dipertanyakan. Sumbernya apa? Buktinya apa? Minimal, mana link rujukan yang bisa kita baca untuk menguatkan informasi ini dan seterusnya.

Hal-hal ini yang sering kita lupakan. Main asal percaya saja pada sebuah berita atau informasi. Padahal entah itu sumbernya dari mana. Atau jangan-jangan ada orang yang asal ketik lalu dipublish. Ajaibnya lagi, saat ada yang tanya kebenaran tentang informasi itu, banyak yang dengan entengnya bilang, “Nggak tahu, aku juga cuma dapat dari temen ”. Nah! Dapat poinnya?

Oke, semoga besok-besok kita lebih selektif dalam menyebarkan informasi dan berita. ^^
Senorita

1454|12062014

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment