credit here |
Bahwa jilbab dan
perbuatan bukan dua hal yang saling berkolerasi. Kebaikan dilakukan oleh
siapapun tetap kebaikan. Begitu pula keburukan, dilakukan oleh orang yang
berjilbab selebar apapun, tetap saja keburukan, tidak berubah nilainya. Tidak
berbeda maknanya.
Saya dulu, duluuu sekali pernah menulis tentang ini.
Kalau tertarik silahkan ‘nyekrol’ catatan saya di facebook ini. Saya lupa
catatan keberapa (baca: males nyekrolin hehehe). Dulu alasannya gegara ada yang
main pukul rata, bahwa cewek yang jilbabnya gedhe tuh berasa jadi hina banget
kalau sedikit saja melakukan kesalahan. Saya sewot waktu itu. Enak aja main
ngomong begono. Sebagai pelaku #ups, saya meradang. Bagaimanapun saya (mereka
juga) bukan malaikat.
Lalu kenapa saya menuliskan kembali?
Saya sempet sewot (lu kapan kagak sewot je?) gegara
beberapa waktu lalu ada yang iseng membandingkan antara ibu menteri perikanan
dan kelautan dengan seorang ibu yang terlibat kasus korupsi di sebuah provinsi.
Satu tidak berjilbab, merokok, poliandri (kalau poliandri saya belum mencari
kebenarannya), tapi pekerja keras. Satu lagi berjilbab, tidak poliandri, tidak
merokok, tapi korupsi.
Pembandingan dua foto ini seolah ingin mengatakan, “Pilih
mana?”. Terlepas dari siapa individunya (hanya lihat sikapnya)
Ada yang aneh disini, kenapa sih keburukan tampak
begitu lezat untuk dihidangkan kalau dilakukan oleh muslimah dan berjilbab?
Bagi saya pribadi, tidak soal itu dilakukan siapa. Korupsi, dilakukan oleh
muslim atau bukan itu tetap kejahatan. Baik itu dilakukan oleh oknum yang pakai
jilbab atau pakai sanggul itu tetap kejahatan. Nilainya tidak berubah. Ketika
korupsi dilakukan oleh muslimah, bukan berarti nilai korupsinya jadi besar.
Tidak juga kalau korupsi itu dilakukan oleh yang bukan muslimah atau muslimah
tapi tidak berjilbab lantas korupsi itu jadi sepele. Tidak! Sekali lagi tidak! Nilainya
tetap sama. Itu tetap sebuah kejahatan. Siapapun dan seperti apapun yang
melakukan. Jadi jilbab bukan variable yang terlibat dalam bahasan ini.
Begitu juga tentang kebaikan. Kebaikan akan tetap
menjadi kebaikan, siapapun yang melakukannya. Mau itu pakai jilbab mau tidak.
Memangnya yang boleh berbuat baik hanya yang pakai jilbab saja? Tidak kan? Siapapun
wajib berbuat baik. Tanpa kompromi. Nilai kebaikan itu pun sama, antara yang pakai
jilbab dan tidak.
Karena antara
jilbab dan perbuatan itu dua hal yang terpisah.
Perlu diulang?
Antara jilbab
dan perbuatan itu dua hal yang terpisah.
Cukup jelas?
Seorang perempuan dengan jilbabnya dia
mendapat satu kebaikan karena dia melakukan kewajibannya. Lalu ketika dia
melakukan kebaikan yang lain itu menambah tabungan kebaikannya. Tabungan kebaikan
ini (yang berasal dari berbuat baik) maknanya sama apabila kebaikan itu
dilakukan oleh yang tidak berjilbab. Begitu juga keburukan. Nilai sebuah keburukan
tidak menjadi bertambah ketika yang melakukan adalah wanita yang berjilbab.
Berlaku juga sebaliknya, nilai keburukan tidak akan berkurang kalau yang
melakukannya tidak berjilbab.
Hanya saja, bagi muslim ada satu yang perlu kita
cermati lagi, bahwa kita ada bukan atas nama individu diri kita masing-masing. Melainkan atas nama komunitas (catatan
tentang ini sedang coba saya tulis, semoga bisa segera selesai).
_Senorita_
2306-06112014
Tidak ada komentar:
Write Comment