Toleransi dalam tesaurus Indonesia diartikan dengan
penerimaan (ada beberapa pengertian lain seperti pengampunan dll). Pada
kenyataannya dimasyarakat, toleransi lebih banyak diartikan sebagai memberikan
ruang kepada minoritas. Terlepas seperti
apa kondisinya. Hingga akhirnya banyak yang menyalah artikan makna
toleransi itu sendiri. Membela dan memberikan ruang kepada siapapun tanpa
melihat apa yang dilakukan.
Fyuuhhh,berat rasanya menuliskan ini. Tapi memang harus
dituliskan. Sudah lama saya tidak menuliskan hal berat seperti ini. Kita ambil
contoh kasus saja untk memperjelas. Kasus penistaan agama yang dilakukan
ahmadiyah. Hingga akhirnya menimbulkan banyak kerusuhan. Saya pribadi tidak
pernah sepakat dengan kekerasan. Apapaun bentuknya. Tapi mari kita pelan-pelan
menilik. Jangan buru-buru berbicara tentang hak asasi manusia. Tapi kita lihat
dulu duduk perosalannya. Kenapa akhirnya banyak pihak yang meradang melihat
kelompok ahmadiyah. Ahmadiyah mengaku islam, tapi tidak mau mengakui syariat
islam. Layakkah umat islam geram dan marah? Layak! Memang begitu seharusnya
(setelah proses mengingatkan, menegur, dan seterusnya).
Pliss jangan lihat kekerasannya dulu. Lihat awalnya,
prosesnya. Dan disebelah mana kebenaran itu sebarusnya diletakkan. Toleransi
bukan hanya milik mereka yang minoritas. Tapi juga untuk mereka yang memegang
erat kebenaran.
Kasus kedua, kasus pelarangan jilbab di sekolah
menengah di Bali. Sungguh saya menunggu teman-teman saya yang katanya membela
HAM, untuk bersuara. Kalau mereka berani membela rok mini yang jelas-jelas
tidak sopan, dimana mereka saat adik-adik SMA mempertahankan hak mereka? Apakah
hak asasi manusia hanya milik mereka yang pakai rok mini? Toleransi apakah
sudah dipatenkan untuk pakai rok mini saja? Lalu dimana keadilan yang selama
ini lantang diteriakkan? Bisakah sedikit saja adil? Tanpa melihat siapa yang
sedang dibela, tapi lihat sikap dan konteks masalahnya.
Ketiga, penyerangan kepada peserta aksi damai LGBT
di Yogyakarta. Kejadian ini masih anget. Belum lama berselang. Apapapun
alasannya LGBT tidak bisa dibenarkan. LGBT merupakan penyimpangan yang tidak
bisa ditoleransi. Bisa disembuhkan meskipun itu sulit. Sulit bukan mustahil.
Lalu apakah penyerangannya baik? Tidak. Penyerangan yang dilakukan entah siapa
juga tidak dibenarkan. Tapi, kita tidak pernah tahu siapa aktor dibalik ini dan
apa tujuan penyerangan.
Lalu kemudian kepada siapa toleransi seharusnya
diberikan? Tidak untuk keduanya. Tidak untuk yang menyerang, tidak pula untuk
pelaku LGBT. LGBT merusak generasi. Kalau tidak percaya tanyakan kepada pada
setiap orang tua, siapa yang menginginkan anaknya menjadi lesbi, gay, biseks,
apalagi transgender. Tanyakan pula kepada para dokter ahli, apa akibat dari
LGBT pada kesehatan. Masih kurang, tanyakan pada para psikolog, apa yang
terjadi pada kejiwaan manusia akibat LGBT. Jadi para pelaku harus diusir? Tidak
harus! Sembuhkan. Hilangkan sikap, sifat or
whatever you say that (LGBT).
Salah satu sifat latah masyarakat Indonesia adalah
toleransi kepada yang di-bully.
Bersimpati kepada yang terlihat terlindas. Tidak peduli apakah yang terlindas
itu baik atau buruk. Ini menjadi indikasi bahwa kecerdasan emosinal masyarakat
kita perlu diperhatikan lebih seksama. Bukan hanya tentang mana yang lebih
tertindas, tapi mana yang benar.
Senorita
Arumdalu
2118
22112014
Tidak ada komentar:
Write Comment