Rabu, November 26, 2014

Pemuja Toleransi


Toleransi dalam tesaurus Indonesia diartikan dengan penerimaan (ada beberapa pengertian lain seperti pengampunan dll). Pada kenyataannya dimasyarakat, toleransi lebih banyak diartikan sebagai memberikan ruang kepada minoritas. Terlepas seperti apa kondisinya. Hingga akhirnya banyak yang menyalah artikan makna toleransi itu sendiri. Membela dan memberikan ruang kepada siapapun tanpa melihat apa yang dilakukan.

Fyuuhhh,berat rasanya menuliskan ini. Tapi memang harus dituliskan. Sudah lama saya tidak menuliskan hal berat seperti ini. Kita ambil contoh kasus saja untk memperjelas. Kasus penistaan agama yang dilakukan ahmadiyah. Hingga akhirnya menimbulkan banyak kerusuhan. Saya pribadi tidak pernah sepakat dengan kekerasan. Apapaun bentuknya. Tapi mari kita pelan-pelan menilik. Jangan buru-buru berbicara tentang hak asasi manusia. Tapi kita lihat dulu duduk perosalannya. Kenapa akhirnya banyak pihak yang meradang melihat kelompok ahmadiyah. Ahmadiyah mengaku islam, tapi tidak mau mengakui syariat islam. Layakkah umat islam geram dan marah? Layak! Memang begitu seharusnya (setelah proses mengingatkan, menegur, dan seterusnya).

Pliss jangan lihat kekerasannya dulu. Lihat awalnya, prosesnya. Dan disebelah mana kebenaran itu sebarusnya diletakkan. Toleransi bukan hanya milik mereka yang minoritas. Tapi juga untuk mereka yang memegang erat kebenaran.

Kasus kedua, kasus pelarangan jilbab di sekolah menengah di Bali. Sungguh saya menunggu teman-teman saya yang katanya membela HAM, untuk bersuara. Kalau mereka berani membela rok mini yang jelas-jelas tidak sopan, dimana mereka saat adik-adik SMA mempertahankan hak mereka? Apakah hak asasi manusia hanya milik mereka yang pakai rok mini? Toleransi apakah sudah dipatenkan untuk pakai rok mini saja? Lalu dimana keadilan yang selama ini lantang diteriakkan? Bisakah sedikit saja adil? Tanpa melihat siapa yang sedang dibela, tapi lihat sikap dan konteks masalahnya.

Ketiga, penyerangan kepada peserta aksi damai LGBT di Yogyakarta. Kejadian ini masih anget. Belum lama berselang. Apapapun alasannya LGBT tidak bisa dibenarkan. LGBT merupakan penyimpangan yang tidak bisa ditoleransi. Bisa disembuhkan meskipun itu sulit. Sulit bukan mustahil. Lalu apakah penyerangannya baik? Tidak. Penyerangan yang dilakukan entah siapa juga tidak dibenarkan. Tapi, kita tidak pernah tahu siapa aktor dibalik ini dan apa tujuan penyerangan.

Lalu kemudian kepada siapa toleransi seharusnya diberikan? Tidak untuk keduanya. Tidak untuk yang menyerang, tidak pula untuk pelaku LGBT. LGBT merusak generasi. Kalau tidak percaya tanyakan kepada pada setiap orang tua, siapa yang menginginkan anaknya menjadi lesbi, gay, biseks, apalagi transgender. Tanyakan pula kepada para dokter ahli, apa akibat dari LGBT pada kesehatan. Masih kurang, tanyakan pada para psikolog, apa yang terjadi pada kejiwaan manusia akibat LGBT. Jadi para pelaku harus diusir? Tidak harus! Sembuhkan. Hilangkan sikap, sifat or whatever you say that (LGBT).

Salah satu sifat latah masyarakat Indonesia adalah toleransi kepada yang di-bully. Bersimpati kepada yang terlihat terlindas. Tidak peduli apakah yang terlindas itu baik atau buruk. Ini menjadi indikasi bahwa kecerdasan emosinal masyarakat kita perlu diperhatikan lebih seksama. Bukan hanya tentang mana yang lebih tertindas, tapi mana yang benar.
Senorita
Arumdalu 2118

22112014

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment