Beberapa waktu lalu teman saya di sebuah LSM up date status. Redaksionalnya saya sudah
agak lupa. Intinya adalah, manusia diciptakan untuk memimpin. Begitu pula
laki-laki memimpin perempuan. Namun seperti rasululloh, umat mematuhinya karena
cinta. Bukan karena takut. Begitu pula seharusnya seorang suami, jangan sampai
istrinya patuh kepadanya karena takut, tapi karena cinta.
STOP! Dilarang muntah! Boleh donk sekali-kali nulis tema ini.
hihihihi.
Semacho apapun seorang
perempuan, semandiri apapun, semua akan bermuara kepada satu hal, bahwa dia
butuh pemimpin, pelindung. Trust me! Sempurnalah Allah menciptakan semua ini.
Pasangan. Tidak mungkin tertukar. Meskipun ada perempuan yang begitu mandiri,
saya kira aka nada suatu saat dia butuh seseorang. Tempat berbagi, tempat untuk
bicara. Apa adanya. Seseorang yang bisa membuatnya berkata, “Ya, saya patuh
kepada Allah, dengan salah satunya patuh kepadamu”. Meskipun sebenarnya, tidak
ada satu pun ayat yang menyatakan bahwa istri harus taat dan patuh kepada
suami.
Tapi, ibarat sebuah kapal, dia tidak akan berjalan dengan baik
kalau ada dua nahkoda. Harus ada yang wakilnya. Bahasa mudahnya, salah satu
patuh kepada yang lain. Pemimpinnya bertugas untuk mengetuk palu. Sedangkan wakilnya
ikut memutuskan. Bukan hanya ngikut. Jadi, cukup bisa difahami ya, kata patuh
diisni.
Kita sering menemui patuh ada dua jenis. Patuh karena takut
dan patuh karena cinta. Apabila kepatuhan itu terbentuk karena takut, yang
terjadi bukan sebuah kepatuhan yang manis. Bayak hal yang disembunyikan. Saya
punya sebuah contoh keluarga. Kepala keluarganya sangat keras. susah untuk
diberi masukkan. Walaupun oleh istrinya sendiri. hanya orang-orang tertentu
yang dia dengar nasehatnya. Padahal kalau dilogika, secara rasa dan raga,
harusnya istrinya adalah orang pertama yang bisa dia ajak bertukan pendapat dan
saling member masukkan.
Hal ini berlangsung bertahun-tahun. Si laki-laki kepala
keluarga ini menganggap ketika istrinya memberikan masukkan, istrinya sedang
mengguruinya. Bahwa perempuan itu tidak lebih baik dari laki-laki, perempuan
dibawah laki-laki. Bahwa istri harus patuh tanpa membantah apapun kata suami. Begitu
yang ada dipikirannya.
Termasuk untuk urusan yang kecil. Semua harus seperti apa yang
dia inginkan. Tanpa proses musyawarah. Kalau dia nggak suka, ya nggak boleh
dilakukan. Anak-anaknya pun tumbuh dalam lingkungan yang timpang sebelah
seperti itu. Hingga akhirnya keluarga itu kini tumbuh dalam suasana yang begitu
tidak sehat. Anak tidak dekat dengan ayahnya. Jangankan untuk member masukkan,
untuk bicara saja mereka berfikir ulang. Sangat hati-hati. Lebih baik diam dari
pada bicara, biar nggak kena marah.
Istrinya memilih untuk banyak berbohong. Sudah tidak ada cara
lagi (menurut perempuan itu). Jangankan untuk hal yang cukup besar misalnya
membeli tanah atau rumah atau sejenisnya. Bahkan untuk membeli peralatan dapur
pun masih harus berbohong bahwa itu pemberian orang. Kadang juga berbohong
kalau harganya nggak semahal yang dia kira. Bagi laki-laki itu, barang-barang
itu tidak penting.
Keluarga itu tumbuh kaku. Sepi. Rumah tidak pernah hidup
dengan tawa bersama. Kepatuhan tumbuh karena takut, bukan karena cinta. Bahkan
anak-anak mereka lebih suka tinggal diluar kota dari pada harus pulang ke
rumah. Pulang ke rumah hanya kalau ingat ibunya.
Nah, kurang lebih seperti itulah gambaran ketika keluarga
dibentuk dengan sebuah ketakutan. Kaku, dan bisa dipastikan tidak SAMARA. Hanya
bisa bertahan asal salah satunya mengalah
dan menerima sebuah keputusan sepihak. Bukan karena hasil musyawarah.
Ah, semoga itu menjadi amal pemberat sang istri. Aamiin.
Akan sangat berbeda kalau kepatuhan anggota keluarga terhadap
kepala keluarganya didasari cinta yang dimulai saling memahami, bukan saling
mengalahkan. Bahwa keluarga ini dibangun oleh dua orang yang punya niat baik yang sama. Tidak ada ceritanya salah satu
terpaksa mengalah. Ketika ada yang berbeda maka harus ada waktu untuk saling
bicara.
Laki-laki memang diciptakan untuk memimpin perempuan. Tapi
bukan berarti memimpin dalam arti sangat sempit yaitu mengekang. Pokoknya kamu
istri dan kamu harus patuh. Tinggalkan semua kehidupanmu, sekarang kamu masuk
hidupku, aturanku, dan kamu nggak boleh membantah. Saya kira dia bukan
laki-laki. Hanya seonggok daging yang bisa berjalan dengan kesombongan.
Bisa diibaratkan, kepala rumah tangga yang dipatuhi karena
kecintaan oleh anggota keluarganya adalah rosul, sedangkan yang dipatuhi karena
rasa takut adalah Firaun. Sekarang para laki-laki tinggal memilih, mau
mengikuti model kepemimpinan siapa. Rosul atau firaun. Dan tentu semua sudah
tahu ending dari hidup kedua pemimpin tersebut. Salah satunya selalu dicintai
dan dikenang karena kebaikannya, satu lagi dihina dan direndahkan karena
kediktatorannya.
Jadi, kamu pilih yang mana? ;)
Sssttt, asal kamu tahu ya, apa yang terjadi dengan keluargamu
(mu untuk laki-laki), adalah tanggung jawabmu. Maka kalau istrimu sampai takut
kepadamu dan melakukan dosa karena itu, itu hanya akan menjadi pemberat
timbangan amal burukmu. Dan percayalah, bahwa apapun yang terjadi pada
keluargamu, termasuk pendidikan anak-anakmu, sesungguhnya itu tanggungjawabmu,
bukan istrimu. Nggak percaya? Silahkan cek landasannya. Kewajiban untuk menjaga
keluarga dari api neraka itu ada di tangan laki-laki, bukan perempuan. Maka,
berbuat baiklah dengan mereka. ;)
_J_
Tidak ada komentar:
Write Comment