Minggu, Juni 07, 2015

Perempuan dan Prasangka (Dzon)

Credit here
Prasangka memang tidak bergender, hanya saja kali ini saya ingin menuliskannya dari sudut perempuan kebanyakan. Kenapa saya tulis ‘perempuan kebanyakan’, sebab masih banyak juga perempuan yang tidak baper (bawa perasaan) ketika menghadapi suatu hal. Nha, mereka yang no baper ini biasanya lebih hemat perasaan, nggak suka berprasangka. But, as you know, perempuan baper dan no baper itu jumlahnya berbanding terbalik.

Tentang dzon atau prasangka ini, saya ingin mengelompokkannya menjadi dua kubu. Pertama mereka yang suka menciptakan Dzon, atau bahasa kecenya bikin penasaran, dan yang kedua mereka yang jadi korban dzon. Kelompok yang kedua ini mudah sekali berprasangka ketika melihat atau membaca sesuatu. Terlebih bila kondisi yang tertulis atau yang terbaca mirip dengan apa yang dialaminya. “Kok gue banget ya, jangan-jangan dia nulis tentang aku tapi namanya disamarkan.” Uwew, begitulah perempuan, GR-nya kadang (sering) bikin pusing.

Mari kita bahas satu-satu ya. Pertama tentang mereka yang hobi menciptakan dzon. Ini bukan perkara orang lain kepo, tapi memang apa yang dilakukannya mengundang orang lain untuk berprasangka. Contohnya, bahasa kode. Buat kamu yang kekikinian pasti paham banget istilah kode. Mereka yang suka memunculkan dzon ini biasa hobi menuliskan kode dalam status-status medsosnya. Contoh kodenya misal bagi perempuan yang masih single, sengaja menuliskan nama (entah nama apapun) yang mirip-mirip nama lawan jenis dalam status medsosnya. Atau menuliskan hal yang menceritakan keadaan entah siapa (bukan dirinya) dalam status medsosnya. Akhirnya menjadi ambigu. Ada yang menganggap tulisan itu berarti X, tapi ada yang menganggap Y. Akhirnya banyak yang berprasangka.

Lho kenapa tidak posthink aja? Bukankah harusnya berprasangka baik kepada saudaranya? Right! Kita memang wajib untuk berprasangka baik, namun bagaimana kalau justru kita yang sengaja memancing orang-orang untuk berpikir ambigu tentang kondisi kita. Apakah kita masih mengharapkan prasangka baik dari orang lain terhadap kita? Padahal hak mereka tidak kita tunaikan. Nah lho! :p

Kedua tentang mereka yang menjadi korban dzon. Kelompok satu ini mudah sekali GR. Apalagi kalau ada orang yang menuliskan atau menggambarkan sesuatu yang mirip dengan apa yang dia lakukan atau rasakan. Dan biasanya untuk kaum perempuan, yang maju bukan logika dulu, namun perasaannya. Meradang. Tersinggung. Sensitif.

Tabayun menjadi tindakan nomor sekian yang dilakukan setelah komentar, marah-marah, atau menangis. Padahal bisa jadi apa yang tertulis bukan tentang dirinya. Hanya kebetulan mirip dengan apa yang dirasakan atau dialaminya.

Padahal kalau mau sedikit saja calm down, kita bisa lebih berpikir jernih. Ada banyak manusia di dunia ini, dan setiap orang boleh mengenal siapapun yang diinginkannya. Nah, mereka yang secara tidak sengaja menulis atau menggambarkan kondisi yang mirip dengan kondisi kita, sangat bisa jadi punya banyak saudara dan kenalan, dan apa yang dia tulis adalah tentang orang lain, bukan tentang diri kita.

Bilapun yang tertulis atau tergambar disana adalah kita, bukankah akan lebih baik dan asyik kita mencari kebaikan yang ada disana. Remember, hikmah itu hanya untuk mereka yang perpikir.

Memang benar nasehat lama itu, diam itu emas. Terlebih bila apa yang akan kita sampaikan itu tidak cukup ada manfaatnya untuk orang lain. Hanya sekedar ‘membagikan’ rasa membuncah, yang terkadang justru hal ini tidak penting untuk orang lain. #noted #nasehat untuk diri sendiri.

Sebab, apapun yang tertulis dari tangan ini, sejatinya untuk diri sendiri.
Senorita
H-sekian menujumu

Arumdalu 080715

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment