Jumat, Oktober 28, 2016

Mata Uang

Hidup Indonesia mata uang yang berlaku rupiah. Jepang, Yen. Malaysia, Ringgit. Eropa, Euro. Jadi mau punya sekarung Euro pun tetap saja kalau mau ngemil siomay di lembah mamang-mamang yang lewat depan kos, kudu ditukarkan dulu jadi rupiah. Punya setumpuk dolar pun kalau mau jajan es cincau di Pasar Beringharjo, harus mampir ke money changer dulu buat nukerin duit.

Bukankah itu seperti hidup kita. Kalau kita mau hidup tenang dalam pandangan Allah. Maka yang berlaku adalah ‘mata uang’ Allah. KeridhoanNya. KesukaanNya. AturanNya. Kalau masih belum sesuai, ya harus ada yang diubah. Ditukarkan. 

Tapi kalau kita memilih untuk hidup dalam pandangan manusia, yang berlaku pun ‘mata uang’ manusia. Mulai dari kesenangan, penghormatan, kekaguman, pujian manusia lain- kepada kita.  Dan sebenarnya ini membuat kita seperti hidup dalam dunia game. Sebanyak apapun uang yang kita dapatkan dalam dunia game, tetap saja tidak bisa digunakan untuk jajan bakso Emha samping peternakan UGM.

Dan saat kita memilih untuk hidup menggunakan ‘mata uang’ manusia, bergunakah semua sanjungan, pujian, like, lovers, bahkan fans itu untuk saat ini dan setelah ini?

Hakikatnya, hidup dengan ‘mata uang’ siapapun, akan memperkuat penghambaan kita kepadanya. Semakin takut kalau kehilangan. Lebih-lebih kalau sudah OD, kita akan kolaps begitu sanjungan dan pengakuan itu hilang.
Sije

Arumdalu 26 Oktober 2016

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment