Sabtu, April 14, 2012

Ketika Cinta tak bertasbih




gambarnya asli pinjam gugel

Meminjam istilah Justice Voice tim nasyid asal Yogyakarta, ketika Cinta Tak Bertasbih. Ini bukan dalam rangka menyaingi tenarnya novel  ketika cinta bertasbih, namun mencoba untuk menulis cerita lain tentang cinta. Mungkin akan banyak yang komentar “kenapa to je, nulis tema kayak ginian mulu dari kemarin?”. Yap, kenapa ya, karena ini urusan yang penting, meskipun terkesan remeh temeh namun pada dasarnya yang namanya urusan hati, bukan urusan yang remeh temeh. Ketika hatinya masih bermasalah, tentu hal yang lain akan bermasalah pula, ketika hatinya belum beres maka dapat dipastikan urusan yang lain juga tidak beres. Pada hakikatnya hati adalah pusat dari segala hal yang dilakukan seseorang. Bukan hanya logika yang bersumber dari otak, namun lebih cenderungnya hati. Ada satu daging dalam tubuh manusia yang apabila baik, maka baik semuanya, namun apabila buruk maka buruk semuanya. Daging itu bernama hati kurang lebih seperti itu bunyi sabda nabi.

Saat, saat dan saat
saat kita merasa nyaman (comfort in everything )dengan lawan jenis yang bukan muhrim. Apakah itu cinta?
Saat kita merasa dengan senang hati diperhatikan lawan jenis yang bukan muhrim. Apakah itu cinta?
Saat kita tiba-tiba merasa begitu penting untuk memberikan perhatian ekstra kepada si dia yang bukan muhrim. Apakah ini disebut cinta?
Saat logika kita hilang hingga akhirnya hanya feel yang berkuasa, hingga apapun ynag kita lakukan diluar kendali kita, apakah itu cinta juga?
Saat saudara kita yang ada disekililing kita mencoba untuk mengingatkan atas semua tindakan kita yang mulai berubah, dan kita tidak mau mendengar itu semua, apakah ini dalam rangka memperjuangkan cinta?
Saat prinsip itu dikalahkan hanya dengan gombalan ra mutu, apakah itu juga cinta?
Saat kita mulai merasa nyaman dengan perhatian-perhatian yang terkesan lebay itu. Apakah kayak gitu itu cinta?
Atau saat tiba-tiba jilbab kita mengecil, karena merasa malu dengan teman-teman yang lain, apakah itu akibat cinta?
Saat kita mulai menggeser jadwal kita dari yang awalnya kajian rutin  jadi telfonan rutin, apakah itu demi cinta?
Saat akhirnya kita lebih memilih untuk menjauh dari teman-teman terbaik kita karena merasa malu atas beberapa tindakan kita, apakah itu imbas dari sebuah cinta?

Bukankah, bukankah dan bukankah

Bukankah Allah juga mengajarkan cinta?
Bukankah kita ada di dunia juga karena cinta?
Bukankah Khadijah RA  telah mencontohkan rasa pengungkapan cinta yang agung, ketika akhirnya kaum hawa harus memulai lebih dulu?
Bukankah Fatimah RA telah mengajarkan bagaimana menyimpan sebuah rasa yang memang belum saatnya diungkapkan, hingga akhirnya menemukan saat yang indah untuk mengungkapkan?
Bukankah Ali bin Abi Thalib  juga telah membuat sebuah sejarah, bahwa keterjagaan itu paling utama, meskipun saat itu Ali dan Fatimah ada dalam satu rumah?
Bukankah Rosulullah SAW telah menggoreskan banyak sejarah yang terkandung banyak hikmah dalam memahami semua itu dalam hadistnya?
Lalu, mana yang kita ambil sebagai contoh?
Mungkin salah satu antara kita akan ada yang menjawab,
“sory je, gue bukan rosul”
Jawabannya mudah saja, “siape bilang ente rosul, gue juga ogah punya rosul kayak situ” hehehe just kidding.
Artinya kebaikan itu bukan hanya milik Rosul semata, Rosul meninggalkan banyak hikmah yang terkandung dalam bnayak hadistnya, bukan untuk Rosul sendiri, tapi untuk seluruh umat.
Atau yang lain lagi,
“afwan ukh, saya bukan siti Khodijah”
Paling-paling akan ada yang menjawab, “kalau situ bunda khodijah, jadi kayak ape umat ini”
Tidak ada manusia sempurna, namun adalah sebuah keniscayaan bahwa kita ingin meuju sesuatu yang sempurna. Tidak salahkan kalau kita meneladani rosul? Meneladani Bunda Khodijah, atau meneladani Fatimah RA.

Dan akhirnya, ketika cinta itu tak bertasbih
Mungkin kita perlu berkaca dengan apa yang ada disekitar kita. Melihat dan merasakan apa yang terjadi disekitar kita, di kanan kiri kita, mencoba menyelami hati tiap-tiap manusia. Hingga akhirnya kita bisa belajar dan saling membelajarkan.
Kaca 1
Sebut saja namanya Maya, Maya adalah seorang putri, sebutlah dia akhwat(akhwat dalam sebutan bahasa Indonesia yang telah mengalami penyempitan makna). Suatu ketika dia terlihat ngobrol santai di kantin kampus dengan seorang ikhwan (ikhwan dalam bahasa Indonesia yang telah mengalami penyempitan makna) sebutlah namanya Adi. Saat itu mereka berdua memang terlihat sangat akrab, beberapa teman sempat agak salah sangka dengan kedekatan mereka, namun teman-teman lebih memilih untuk mendiamkan. Mencoba untuk berfikir positif. Beberapa waktu berselang, kedekatan itu tak kunjung terpisah, namun malah semakin dekat. Hingga akhirnya beberapa orang mencoba mempertemukan mereka berdua dan kroscek kebenaran hubungan keduanya. Menurut beberapa orang yang kroscek tersebut, mereka dapat kabar bahwa hubungan mereka tambah dekat karena ada salah satu teman Maya yang “melapor” kepada “orang-orang tua” dikampus. Sebutlah teman Maya itu adalah Iin. Iin sudah mencoba menasehati namun pada kenyataannya mereka tidak bisa diingatkan, begitu kata IIn, akhirnya “orang-orang tua” turun tangan. Stelah melalui proses yang panjang akhirnya hubungan anatara Maya dan Adi merenggang, Adi merasa malu atas apa yang telah dilakukan. Tidak bisa menjaga kesucian hati.
Sekian waktu, kira-kira satu tahun mereka tanpa komunikasi, Maya merasa ditinggalkan, Maya marah, tidak terima. Dalam bahasa mudahnya dia merasa ditinggalkan. Beberapa waktu berlalu, kabar yang kini terdengar adalah, Adi kini telah bertuangan dengan wanita lain, dan si maya sendiri menjadi tidak jelas, mudah menjalin hubungan dengan pria yang bukan muhrimnya. Dan kini keduanya sama-sama tak terjaga, Adi asyik dengan tunangannya dan Maya kini sudah jauh tidak berprinsip. Maya yang dulu tidak mau diboncengin lawan jenis yang bukan muhrim, kini fine-fine aja ketika bonceng lawan jenis. Apakah itu cinta?

Kaca 2
Iin, masih ingat nama itu, ya right, dia adalah teman Maya yang pernah menasehati agar Maya menjaga hubungannya dengan Adi.
Mungkin memang yang namanya wanita itu mudah sekali untuk diluluhkan, dengan sedikit pujian atau sedikit perhatian saja klepek-klepek..
Sama halnya dengan Iin, dia tergolong perempuan yang cukup cantik di kampus, aktivis pula. Beberapa orang terlihat interest dengan Iin, hal itu membuat akhirnya beberapa orang mencoba mendekati Iin, beberapa kali Iin masih bisa menjaga. Namun akhirnya dia luluh juga.
Salah satu orang yang getol berjuang (ceile berjuang, perang kalee) adalah salah satu patner kerjanya, sebut saja namanya Aga. Keduanya sama-sama aktivis kampus, karena seringanya kerja bareng akhirnya muncullah benih-benih rasa itu. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan benih-benih itu kalau seandainya mereka segera menumbuhkan benih itu di koridor yang seharusnya. Namun dengan berbagai macam alasan, mereka berdua, menjalin hubungan yang tanpa status, meskipun kedua orang tua sudah tahu, tetap saja hubungan mereka tidak bisa dibenarkan.
Bahkan beberapa waktu yang lalu seorang teman pernah melihat mereka berboncengan dengan motor. Selain itu juga sering sekali Iin dan Aga pergi berdua, atau ketemuan berdua. Tidak jarang pula Aga main ke kost Iin dan Iin telah menyambut dengan makanan hasil masakannya.  Ketika mereka diingatkan, ada jawaban lucu yang mereka gunakan untuk membela diri, “kami sudah berusaha untuk tidak melakukan itu dihadapan teman-teman kampus”. Capek deh, helloooo, Allah boy yang lagi melihat, bukan manusia, manusia lihat mah kagak perlu dipikirin.
Disaat yang sama Maya melihat hal itu. Dan ada satu kalimat yang keluar dari mulutnya, “hah, mending aku yang kayak gini, aku gak munafik, gak kayak dia” sambil menunjuk Iin. Apakah itu cinta???

Sekali lagi, ketika cinta tak bertasbih, maka bukan cinta Allah menjadi tujuannya. Dan bertasbih pasti selalu ada contohnya. Allah SWT menjadi saksi bahwa Rosul suci itu tak pernah mengajarkan bertasbihnya cinta sebelum dihalalkan. Allahu`alam.

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment