Senin, November 12, 2012

Pembelajaran dari Seember Pasir



“Nomor satu!”
Saya langsung lari tunggang langang masuk kelas.

Huaaa..mencongak lagi?
Begitulah kira-kira ekspresi saya waktu itu. Saat saya masih kelas 4 SD. Hampir setiap pagi musti mngerutkan kening, pura-pura mikir, padahal sebenarnya bingung mau nulis apa. Lupa apa jawabannya.

Kami memanggilnya Pak Parjan. Nama lengkap beliau Soeparjan, dengan ejaan lama. Huruf ‘u’ masih ditulis dengan ‘oe’. Beliau adalah kepala sekolah si SD tempat saya belajar. Oranng tidak terlalu tinggi, bahkan boleh dibilang agak pendek. Perwakan gemuk dengan perut buncit, dan satu lagi botak. Bagi yang pertama kali melihat, kesan pertama yang terlintas adalah GALAK. Tapi, menurut saya yang sudah lama mengenal beliau, beliau emang galak. Sekali galak tetap galak, hehehehe Selain galak, beliau juga ngeyelan. Kebetulan beliau sering main kerumah. Biasalah ngobrol ngalor ngidul sama babe. Kadang beliau berdua (babe dan Pak Parjan), kayak dua orang yang sedang berantem.

“Lha kalau aku sholatnya caranya gini gimana mbah?” Pak Parjan memanggil bapak saya dengan sebutan mbah.
“Ya, nggak boleh!
“Kenapa nggak boleh?” Begitulah, setiap beliau berdua ketemu, pasti ada saja yang diributkan. Eits, out of topic! Oke, let`s back to the topic.

Setiap pagi hari sebelum bel berbunyi saya ketir-ketir (khawatir), karena apa? Kepala sekolah kami punya kebiasaan untuk mencongak matematika pagi-pagi. Tanpa pemberitahuan pula. Nyebelin kan? Saat kita lagi asyik-asyiknya maen petak umpet, tiba-tiba si bapak dengan PDnya, jalan cepat dengan kekuatan penuh masuk ke ruangan kelas empat. Bisa ditebak kalimat pertama yang beliau ucapakan.

“Nomor satu”
Sontak kita yang masih berkeliaran maen langsung berlari rebutan masuk kelas. Belum sempurna kami meletakkan pantat di kursi, muncul kalimat selanjutnya,
“4X8”
Wuaaa…mencongak matematika lagi! Belum selesai mengeluarkan alat tulis dari tas, sudah muncul pertanyaan kedua,
“8X9”

Hiks, kali ini sumpah saya pengen mewek, nangis. Gimana nggak nagis coba, mana ada anak kelas empat hafal perkalian dari 1X1 hingga 10X10. Parahnya hal ini harus saya hadapi minimal 4 kali dalam seminggu. Coba bayangkan, betapa menderitanya saya waktu itu? #lebay.

Selain kita seringnya lupa jawabannya, lebih tepatnya belum tahu jawabannya. Ketinggalan menjawab menambah sempurna lubang-lubang dijawaban kami. Tak heran kalau kami sering dapat nilai 4, karena yang berhasil dijawab cuma 8 nomor dan setengah dari jawabannya salah. Sebenarnya nggak masalah sih, berapapun nilai yang nantinya kita dapatkan. Tidak ada pengaruhnya ini sama nilai ulangan harian. Nilainya memang tidak masuk ke penilaian raport, tapi si bapak kepala sekolah yang super kreatif ini punya cara tersendiri yang unik dan ajaib untuk memakasa kita belajar perkalian dan pembagian matematika, yaitu kalau sampai nilainya dibawah lima, besoknya kami diwajibkan membawa pasir sungai  satu ember.

Cara ini manjur dan mujarab saudara, kita yang dasarnya nggak pinter-pinter amat, jadi rajin ngapalin perkalian dan pembagian matematika. Sebabnya satu, kita tidak mau jadi kuli bangunan setiap hari. Bisa dibayangkan kalau dari hari senin sampai kamis, dapat nilai dibawah lima, bisa-bisa saat naik kelas lima, kami semua sudah kekar berotot. Bisa-bisa sekolah kami jadi sekolah pertama penghasil atlet angkat ember pasir se-Indonesia. Tak bisa dibayangkan, tiba-tiba ada cabang olahraga baru, lomba angkat ember berisi pasir. OMG! Oh No! Big no no!

Semenjak saat itu hampir setiap hari pada pegang catatan kecil sambil mengucapkan matra ajaib macam-macam.
“Lima kali dua sama dengan sepuluh”
“Delapan kali sembilan sama dengan tujuh puluh dua”
“Sembilan kali sembilan sama dengan delapan puluh satu”

Begitulah, si bapak membelajarkan kami. Meskipun setiap hari kami harus senam jantung, belum lagi ancaman seember pasir, tapi akhirnya kami terbiasa. Mencongak matematika menjadi kegiatan rutin yang tidak lagi menakutkan, karena lama-lama kami hafal (walau ada yang masih dengan terpaksa).  Satu lagi cara unik untuk membelajarkan Indonesia. Pembiasaan!


Spesial untuk Almarhum bapak Soeparjan
Terimakasih untuk semua pembelajarannya




Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba: Indonesia Berkibar "Guruku Pahlawanku"

    Choose :
  • OR
  • To comment
1 komentar:
Write Comment