fitriamaliyahdiazura.files.wordpress.com |
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia mencipatakan untuk kalian dari anfus (jiwa-jiwa) kalian dan
dijadikan-Nya (pasangan hidup), supaya kalian bersakinah kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antara kalian mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang bersyukur” QS. Ar
Rum ayat 21.
Saya pikir, inilah yang kita punya. inilah
manhaj yang seharusnya kita jadikan plot (alur) dalam merayakan cinta. Sedihnya,
kebanyakan mereka yang mencantumkannya dengan tinta emas di atas undangan mewah
tak menghayati maknanya. Ringkasnya, ada beberapa kata kunci yang saya tangkap
dari ayat ini.
1. Man anfusikum. Dari Jiwa-jiwa kalian. Artinya,
hal pertama yang dibicarakan Al Quran tentang pernikahan dua manusia adalah
kesejiwaan. Ruh itu, kata Nabi seperti tentara. Jika kode saya, sandinya
nyambung, meskipun belum saling melihat mereka pasti bersepakat. Jika tidak, ya
tembak dulu, urusan belakangan. Kodenya saja sudah nggak nyambung sih. Nah, apa
sih kode dan sandi untuk ruh? Komitmen kepada Allah dan agamanya. Itu saja. Itulah
kesejiwaan.
2. Azwajan. Pasangan hidup. Tak berlama-lama,
sesudah kesesuaian jiwa, Al Quran segera mengatakan bahwa mereka menjadi suami
istri. Saya tergelitik dengan sebuah pesan yang mengisyaratkan kuatnya komitmen
mengalahkan kekanak-kanakan jiwa. “Orang selalu berpikir, bahwa kita harus
mencari pasangan yang tepat, maka hubungan akan berhasil. Aku ingin katakana,
berhentilah mencari orang yang tepat, dan jadikan orang di samping anda yang
memang hebat itu menjadi orang yang tepat!”. Ini mengajari kita menjadi manusia
yang lebih tinggi, manusia yang menjadikan, bukan mencari. Ada dua hal di dunia
ini. Menikahi orang yang dicintai atau mencintai orang yang dinikahi. Yang pertama
hanyalah kemungkinan. Sedangkan yang kedua adalah kewajiban.
3. Litaskunuu ilaihaa. Suapaya kalian
tenteram, tenang, padanya. Unik sekali. Kata hubung yang dipakai adalah huruf
lam (li) yang menunjukkan otomatis. Kata Allah, kalau pernikahan dimulai dari
kesejiwaan, maka otomatis seorang suami akan merasakan tenteram pada istrinya,
dan seorang istri akan merasakan ketenangan pada suaminya. Lhoh, kok banyak
rumah tangga tidak sakinah? Mungkin karena tidak dimulai dari kesejiwaan,
sehingga untuk sekedar tenteram saja ikhtiyarnya harus luar biasa keras. apa
sih sakinah itu? Sederhananya, sakinan inilah yang menyebabkan pernikahan
tersebut disebut separuh agama seseorang. Dengannya seorang insane bisa
mengoptimalkan potensinya untk menjadi ‘Abdullah (hamba Allah), khalifah (pengelola
nikmat-nikmat-Nya untuk kemashalahan alam semesta). Tenteram karena gejolak
syahwat telah menemukan saluran yang halal dan thayyib, tenang karena ada
sahabat lekat yang siap mendukung perjuangan.
4. Wa ja’ala bainakum mawaddatan. Kemudian ada
yang harus diproses, diupayakan, yakni mawaddah. Apa itu mawaddah? Wah, bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris memang kekurangan kosakata untuk cinta. Hanya cinta
dan love. Padahal bahasa Arab punya empat belas. Nah, saya membandingkan pemaknaan
Ibnul Qayyim Al jauziyah terhadap mawaddah dalam buku Raudhatul Muhibbin dengan
salah satu jenis cinta yang disebut Erich fromn dalam The Art oh loving sebagai
cinta yang erotis-romantis. Nah, ternyata bisa disejajarkan. Jadi mawaddah
adalah cinta yang erotis romantic. Bentuknya bisa ekspresi yang paling bathin
sampai paling zhahir, dari yang sifatnya emosional hingga seksual. Inilah mawaddah.
5. Wa (ja’ala bainakum) rahmatan. Yang harus
diusahakan bukan cuma mawaddah tapi juga rahmah. Ini juga cinta lho, bukan
sekedar kasih sayang. Cinta yang bagaimana? Cinta yang seperti lagu, kasih ibu
kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya member tak harap kembali. Bagai
sang surya menyinari dunia. He,he, jadi ingat waktu TK. Inilah cinta yang
memebri –bukan meminta-, berkorban –bukan menuntut-, berinisiatif –bukan
menunggu-, dan bersedia –bukan berharap-harap-. Erich fromn menyebutnya cinta
keibuan.
Nah, sekilas inilah alur
perayaan cinta yang diturunkan Al Quran. Jika kita mendesain perayaan cinta
dnegan plot ini. tanpa bermaksud lancing pada Allah saya berani menjamin bahwa
dalam ikatan pernikahan, kita hanya bisa menemukan ‘Bahagianya Merayakan Cinta’.
Nah, kok banyak pernikahan yang
error? Biasanya karena plotnya kacau. Pernikahan nggak dimulai dengan
kesejiwaan tapi justru mawaddah. Sebelum menikah mereka sudah menikmati cinta
yang erotis romantic. Entah apa namanya. Pacaran. TTM. HTS. Semuanya adalah
mawaddah. Tanpa sakinah, apalagi rahmah.
Perhatian, kado, bunga, coklat,
kedekatan, khalwat, bersentuhan, pandangan. Itu semua mawaddah. Bahkan sms
berisi nasehat “Bertaqwalah pada Allah”, missed call tahajud, hadiah buku &
kaset nasyid berjudul ‘jagalah hati’, dan seterusnya, itu juga mawaddah. Bentuknya
saja berbeda. Yang stau bungan dan coklat valentine. Yang lain buku dan kaset
dakwah. Tapi sensani yang dirasakan oleh pemberi dan penerima sebenarnya sama:
mawaddah. Demi Allah, silahkan pasang ECG (Electro
Caediograph) di jantungnya dan EEG (Elekctro
Encephalograph) di otaknya. Sinyal yang dihasilkan persis. Artinya, sensasi
yang dirasakan sama.
Nah, hati-hati dengan mawaddah.
Biasanya meski engkau wahai aktivis dakwah, memulai dnegan kesejiwaan,
coba-coba mencicipi mawaddah sebelum dihalalkan akan mengaburkan kesejiwaan itu
dan membuat segalanya berantakan.
-Potongan Artikel Alur
Perayaan Cinta. Oleh Salim A. Fillah-
Inilah yang menjadi catatan. Kadang ingin
saya katakan kepada mereka, menikah dengan siapa itu nggak penting. Jauh yang
lebih penting adalah kita menikah dengan orang yang seperti apa. Maka, jangan
dulu tumbuhkan rasa. Lihat dulu orangnya seperti apa. Urusan rasa, itu mudah (selama kita menikah dengan orang yang dekat dengan Rabb-nya).
Percayalah, rasa itu akan mudah tumbuh
seiring dengan penerimaan secara ihklas. Dan itu terngantung bagaimana kita
menata hati untuk bisa menerima.
Saya punya seorang teman. Dulu, dia pernah
mempunyai simpati kepada seorang laki-laki (katakanlah ikhwan). Keduanya saling
ada rasa. Tapi Allah punya rencana lain, mereka berdua tidak dipertemukan dalam
satu kapal. Teman perempuan saya ini, akhirnya dikhitbah oleh seorang laki-laki
yang baik. Dalam Istikharahnya, Allah memberikan jawaban ‘iya’. Sampai hari H
pernikahan, teman saya ini menangis. Dia mencoba menghilangkan laki-laki di
masa lalunya. Bahkan sampai akad nikah berlangsung, dia masih saja terus
menangis.
Tapi, kau tahu, Allah memang maha membolak
balikkan hati. Begitu akad nikah selesai, rasa ikhlas itu seolah langsung
memenuhi ruangan tempat berlangsungnya akad nikah. Keraguan itu langsung
hilang. Pengharapan kepada orang lain langsung menguap begitu saja. Yang ada
hanyalah, “Dia, orang yang dengannya, aku harus taat kepada Allah”.
Alur itu, sudah Allah tetapkan. Menyalahi
alur, itu artinya menyalahi fitrah kita sebagai manusia. Tanyakan saja kepadanya,
segumpal daging yang apabila ia baik, maka baiklah semuanya. Hati. Dia selalu
tahu, saat apa yang kita lakukan tidak seharusnya kita lakukan. Hanya saja seringnya kita mencoba membuat
alasan-alasan untuk pembenaran.
Maka, masih percayakah dengan janji Allah?
Dengan beberapa proses editing
Endorfin
Tidak ada komentar:
Write Comment