“Saya tidak tahu”
Terdengar bodoh kah?
Atau terlihat seperti mencari titik aman?
Justru disinilah para manusia terlihat sebagai
manusia. Bukan mkhluk yang tahu segalanya. Lebih tepatnya sok tahu segalanya.
Bukan karena ingin mencari posisi aman. Bukan juga karena bodoh, tapi karena
tahu batas kemampuannya.
Sayangnya budaya ini sudah mulai punah dari sekitar
kita. Lasannya klasik. Ego! Nggak terima karena dianggap bodoh. Nggak suka
kalau dianggap mencari titik aman. Akhirnya mengada-ada jawaban yang sebenarnya
tidak ada.
Menjelang pilpres kemarin, banyak yang mengalami
ini. Bisa jadi saya pelakunya. Banyak orang yang tiba-tiba merasa menjadi paling ahli dibidang politik.
Semua pertanyaan dibabat habis. Jawabannya? Jauh dari kesan membelajarkan.
Hanya karena tidak mau dianggap bodoh atau tidak tahu.
Padahal bisa jadi Allah menjadikan ketidaktahuan
kita sebagai sebuah tameng. Biar kita tidak sombong, agar kita tidak tahu. Biar
kita bisa hidup nyaman. Bisa dibayangkan kalau kita bisa melihat atau tahu
semua hal. Betapa mengerikannya kalau kita harus melihat tulang belulang atau
daging yang membusuk saat lewat makam. Juga seperti apa jijiknya kita saat mau
minum justru kita melihat berbagai macam bentuk kuman sedang berenang diminuman
kita.
Jawaban “aku tidak tahu”
pada hakekatnya bukan jawaban yang memalukan. Rosul pun pernah menjawab tidak
tahu. Saat malaikat jibril bertanya. “Fa akhbirnii ‘anis-saa’ah—beri
tahun aku tentang (kapan datangnya) hari kiamat!”
Jawab
Rasul, “Mal mas-uulu ‘anha ya’lama minas-saa-il, yang ditanya tidak
lebih tahu dari yang bertanya.”. Yap, rosul tidak malu mengatakan kalau beliau
tidak tahu. Rosul tidak malu kalau harus kehilangan pamor atas kerosulannya
hanya gegara menjawab tidak tahu. Rosul juga tidak kemudian mengarang jawaban.
Misalnya menjawab, “kiamat akan datang sekian juta tahun lagi bla..bla..bla..”.
Padahal bisa jadi banyak orang yang akan percaya atas itu. Tapi Rosul lebih
memilih bilang tidak tahu. begitulah Allah menjaganya.
Tapi bukan
dunia kalau tidak diisi oleh berbagai macam jenis orang. Termasuk juga tentang
ketidak tahuan ini. Ada orang yang tahu kalau dirinya tahu. Mereka ini orang
yang berilmu. Yuk didekati. Serap ilmunya. Ada juga orang yang tahu kalau
dirinya tidak tahu. Orang seperti ini terhormat. Dia tahu batas kemampuannya. Dia
tahu batas ilmu yang dia miliki. Dia pun tidak mengarang jawaban untuk menutupi
ketidaktahuannya.
Selain itu
ada orang yang tidak tahu kalau dirinya tahu. Mereka yang minder. Ini bisa
terjadi karena lingkungan tumbuh. Misalnya sedari kecil dia tumbuh dalam
lingkup keluarga yang selalu menyalahkan. Apapun yang dia katakana selalu
salah. Nah, orang yang hidup dalam lingkungan seperti ini bisa tumbuh menjadi
pribadi yang tidak percaya diri atau apa yang dia ketahuinya.
Terakhir,
orang yang tidak tahu kalau dia tidak tahu. Inilah mereka yang biasanya kita
sebut sok tahu. Mengarang jawaban atas pertanyaan. Berlagak sok tahu atas apa
yang dia tidak ketahui. Ketika diingatkan,
merasa paling benar dan sulit menerima masukkan.
Semua berharap
yang terbaik, kalaupun tidak jadi yang pertama, minimal jadi yang kedua. Menyadari
kemampuan diri. Menyadari batas keilmuan diri. Akhirnya mau belajar dan tidak
mudah menyalahkan orang lain. Tidak gampang menganggap diri paling benar, juga
tidak mudah menganggap orang lain yang paling salah.
Catatan
penulis: Sekarang ini banyak yang dengan mudah menekan tombol share. Tanpa mau
mencari tahu kebenaran atas apa yang dia sebarkan. Hingga akhirnya muncullah
kehebohan atas apa yang disebarkan. Apalagi yang disebarkan itu mendukung apa
yang diyakini. Urusan sumber dan kevalidan, dijadikan nomor sekian.
Ah, saya
pun kadang juga masih sulit mengendalikan kehebohan diri kalau membaca sebuah
berita. Padahal belum tentu berita itu benar adanya.
Senorita
2118|17072014
21 Ramadhan 1435 H
Dan saya pun masih begini.
Tidak ada komentar:
Write Comment