Rabu, Juni 24, 2015

Joke

Credit here
Sudah lama tidak menulis tentang negeri ini. Negeri yang kucintai, sumpah aku cinta negeri ini. Bagaimana tidak kucintai, hanya di negeri ini aku temukan sego pecel seharga 2000 rupiah, itu pun sudah sepaket dengan tempe buntel godhong jati yang sudah digoreng tepung. Rasanya? Duh, para ahli flavor itu kudu neliti senyawa apa yang bikin tempe godhong jati itu nagih. Uwenak rek. Coba saja di Jogja ada penjual pecel kayak gitu, nggak perlulah tiap bulan mampir ke ATM buat ngambil jatah bulanan. Sebab uang hasil ngajar dan nulis pasti sudah berlebih buat makan sebulan.

Bagaiamana tidak kucintai, hanya di negeri ini aku bisa melihat puncak gunung dari gunung yang lain. Belum lagi rasa bahagia saat ketemu warung bakmi di atas gunung. Kamu tahu rasanya? Ampun deh, aku sampai nggak peduli tatapan cowok-cowok berambut  gimbal yang lagi mengelilingi tungku api mbok yem. Mungkin mereka mikir, “cewek jadi-jadian. Pake rok pethangkringan munggah gunung”. Aku cuma senyum simpul dan bilang, “misi mas”. Dan itu aku alami di negeri ini.

Mau nggak cinta bagaimana, cuma di negeri ini aku ketemu keluarga yang tetiba bilang, “Wahh ibu pengen punya anak kayak adek.” Itu hanya gegara aku menyampaikan amanah yang tidak seberapa besarnya. Untungnya si ibu ndak punya anak cowok, kalau punya, aku kabur. Hahaha.

Aku nggak punya alasan buat nggak cinta sama negeri ini. Terlebih saat aku bertemu ibu-ibu di ujung Garut sana, yang meskipun baru ketemu satu kali langsung nawarin makan (inget pipi je), sama nginep dirumah beliau. Padahal beliau bukan orang kaya. Pulang dari sana masih dibawain burayot pula. Duh…

Gimana aku nggak jatuh cinta sama negeri ini, kalau hingga sekarang pun aku masih dianggap cucu sama simbah yang dulu rumahnya aku tinggali selama KKN. Padahal kita udah sering bikin kekacauan disana. Mulai dari bikin banjir rumah gegara lupa nggak matiin pompa air sampai sampai ngabisin buah kelapa belakang rumah. Hahhah #salim dulu sama simbah.

Dan aku semakin cinta setelah perjalanan panjangku pertama kali naik kereta api dari Jember sampai Jogja. Widiiiwww itu keren. Ketemu macem-macem. Pokokmen keren. Kapan-kapan aku tuliskan.

Tapi….

Ah aku nggak suka cinta dengan tapi. Kalau cinta mah cinta aja ya. Tapi mau nggak mau harus ada tapinya.

Tapi aku suka sebel dan gemes dengan mereka yang katanya cinta negeri ini tapi cuma basa basi busuk. Aku kira mereka kurang piknik, nggak pernah menlejahi negeri ini, makanya cintanya cuma basa basi busuk. Kalau pernah, dijamin mereka nggak bakal korupsi. Jamin deh.

Ooo jadi tulisan ini muaranya tentang korupsi?

Enggak juga. Salah satunya tentang itu, tapi tidak semunya. Etapi, mumpung kita lagi bahas korupsi, aku jadi pengen nanya, apa pembuat undang-undang tentang hukuman koruptor nggak pernah berpikir out of the box ya. Mbok agak kreatif dikit gitu. Sekali-sekali jalan-jalan biar ada ide unik bin menarik muncul. Dari dulu hukumannya gitu-gitu. Ditahan, disidang, masukkin tahanan, disana senang-senang, potongan tahanan, lalu keluar. Gitu terus.

Apa kapok? Enggak kan. Nyatanya besok-besok ada yang korupsi lagi. Diciduk lagi, ditahan, masukkin tahanan, senang-senang, potongan tahanan, lalu keluar. Gitu lagi.

Kenapa nggak coba bikin hukuman baru. Misal nih, orang-orang yang terbukti korupsi itu, nggak usah ditahan, cukup disuruh bersihin kali ciliwung sampai bersih. Kalau masih kurang, tambahin dengan bangunin rumah buat para orang nggak mampu. Duitnya? Dari hasil korupsi merekalah. Jadi Negara nggak perlu pusing mikirin duitnya dari mana.

Aku jadi ingat, jaman imut dulu pernah ikut lomba menulis yang diadain dari KPK. Intinya kita diminta buat nulis ide hukuman apa yang bikin jera para koruptor (kalau nggak salah ingat). Dasarnya aku masih imut dan polos meluap-luap, maka ide yang saat itu aku tulis adalah, buat penjara terbuka. Monas kan luas tuh halamannya. Bikinlah penjara terbuka yang tiap warga negara boleh berkunjung kapan saja. Jadi semacam ‘zoo’. Lha wong singa yang nggak salah apa-apa aja dipamerin, jadi nggak masalah dong kalau kita ‘mamerin’ sampah di negeri ini.  Nggak usah bicara HAM deh. Ngomong deh tuh sama masyarakat pinggiran yang tiap hari harus makan nasi aking berlauk ikan asin kalau mau ngomongin HAM. Atau sama keluarga yang ketika kamu bertamu kerumahnya, kamu disuguhi air putih beraroma cubluk. Tahu cubluk? WC cemplung (hanya tanah yang digali dan diberi tutup atasnya). Barulah ngomongin HAM para sampah negara, itu pun kalau kamu masih sanggup.

Lalu menang nggak lombanya? Ya enggak lah. Hahaha. Padahal waktu itu aku udah mimpi ketemu ketua KPK.

Lalu sekarang kamu masih mau bilang negeri ini lucu? Negeri ini indah mamen, cuma orang-orangnya nggak sadar kalau negeri ini kece. Negeri ini butuh orang baik yang mau bicara dan bergerak. Orang-orang baik yang nggak cuma diam sambil bilang, “woi, dilarang mengkritik pemerintah.” Negeri kece ini butuh orang-orang baik yang mau jadi pemimpin, bukan hanya melulu berdoa. Ups, doa harus ada usaha kan ya? Semuanya kan kudu diusahakan. :D

Negeri ini lucu? Mungkin kitalah badutnya.
Senorita
7 ramadhan 1437 H
Selamat mengisi bulan penuh cinta
Sebuah awalan random untuk tulisan selanjutnya
 masih tentang negeri yang kucinta


    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment