Tulisan ini spesial untuk
mereka yang pernah mengalami sebuah rasa kecewa yang teramat dalam, hingga tak
ada satupun penyelam yang mampu menyentuh dasarnya. Jalan ini memang bukan
jalan yang lancar untuk dilewati. Sepanjang jalan ini ada berbagai macam cabang
yang selalu menarik untuk kita singgahi. Ada serambi-serambi yang mengajak
untuk bersantai sejenak. Sebuah pilihan untuk diam dan tidak kecewa, atau terus
bergerak menghapus kekecewaan demi kekecewaan.
Ini memang bukan
jalannya orang biasa. Orang-orang luar biasa yang mampu bertahan untuk menapak
di jalan. Kecewa menjadi pilihan pertama saat kita berharap kita berjalan
bersama manusia.
Kecewa, itu menjadi
kata yang begitu banyak terdengar sepanjang jalan ini. Banyak hal yang bisa
membuat kita kecewa, merasa bisa tapi ternyata dianggap tidak bisa, merasa
mampu tapi tidak dapat tanggungjawab, mempunyai suara namun tak didengar,
melulu menjadi obyek namun tak pernah menjadi subyek. Bukan hanya itu, ada
orang-orang yang kelewat PD bergerak menerjang apapun, namun ternyata dia tidak
tahu apa-apa. Tiba waktunya bertanggungjawab, kita menjadi orang pertama yang
ditampar. Apa maksudnya? Diam kena tampar, bergerak tidak boleh. Tentu saja ini sangat menyakitkan. Bikin geram,
pengen marah, tapi tidak didengarkan, kalau diam saja, kita yang kena timpuk
dari banyak orang.
Sije pernah
mengalami hal yang seperti itu, bukan hanya sekali dua kali, namun
berkali-kali, hingga akhirnya kebal dan membuat lapisan cuek itu bertambah
berlipat-lipat. Tidak urun rembug, tapi tiba-tiba datang maklumat wajib yang
harus dilakukan. Jujur, saat-saat seperti ini, pengen banget nimpuk orang-orang
“sok tua” yang terkadang nggak tua-tua
amat cara berpikir dan bertindaknya. Bukan hanya pengen nimpuk, tapi pengen
ninju, njitak, dan lain sebagainya. Belum lagi kalau ada adek-adek angakatan
yang tiba-tiba merasa sudah saatnya dewasa, bertindak “membabi buta”. Semua diterjang,
maklumat harus dijalankan apapun yang
terjadi, hanya itu yang dipikirkan. Padahal kita yang kelabakan mengembalikan
tatanan menjadi lebih baik. Si pembuat maklumat yang tidak tahu apa yang
dilakukan anak buahnya merasa sudah membuat keputusan yang baik. Kalau sudah
kayak gini, pengen banget tuh orang tak kilo`in bareng sama kertas-kertas bekas
pembungkus cabe.
Kecewa? Banget…
Sakit? Pol sakitnya,
sampai ke ulu hati…
Neg? Buanget, sampai
pengen muntah semuntah-muntahnya…
Gregetan? Nggak hanay
gregetan lagi, ini udah gemes tingkat dewa.
Mangkel? Jangan ditanya
deh, kepala udah berasap, tanduk udah tumbuh dan gigi serasa sudah jadi taring
semua. Ibarat kata, kalau ada yang macam-macam tinggal mbrakot.
Mau kecewa? Trus kabur
pergi menjauh? Haih…dunia tetap indah tanpa mereka koq. Bahasa tingginya, kita
masuk surga kagak rame-rame. Karcisnya tetep beli sendiri-sendiri.
Lucu juga sih, kalau
melihat mereka yang kecewa tiba-tiba berubah menjadi aneh-aneh. ada yang
jilbabnya jadi mini, rok ganti jadi jeans ketat, bahkan ada yang jadi gundulan
alias lepas jilbab. Ngapain sih, mau bilang sama orang-orang yang pernah bikin
kecewa? “INI LHO, AKU LAGI KECEWA “ atau “OI…AKU LAGI KECEWA SAMA KALIAN. AKU
NGGAK MAU LAGI KAYAK KALIAN”, gitu? Lalu kalau sudah pakai jeans ketat, bahkan
lepas jilbab, mereka yang bikin kecewa jadi sadar. Kagak kan, mereka tetep maju
jalan. Kalau sudah kayak gini, siapa yang rugi? Diri sendiri kan?
Ada juga yang aksi
protesnya pakai mogok dari liqo`. Ceritanya protes sama MR-nya. Ngilang dari
liqo gara-gara MR-nya selalu bahasa sejarah H*San A* Ba**a terus. Setiap hari
bahasannya politik mulu. Hadweh..emang tujuannya liqo buat apaan sih? Cari ilmu
agama kan? Kalau yang ada dirasa bukan ilmu ya sudah dilewatkan saja. Kasih masukan
buat MR, sekali-kali bahas yang lain, biar beragam. Beres to? Simpel kan? Nggak
usah dibikin ribet lah.
Liqo emang bukan kewajiban. Hanya saja, liqo wae
masih nggak beres, apalagi nggak liqo. Liqo saja masih umpet-umpetan sama
MR-nya tentang gebetan, apalagi kalau nggak liqo. Pasti malah jadi meraja lele
eh meraja lela. Justru kalau hal-hal
sepele membuat kita kabur, itu semakin membuktikan kalau kita ngajinya bukan
karena Allah, tapi karena manusia. Jadi kalau manusia berubah, kita juga ikut
berubah. Cabe deh…!!!
Sudahlah, yuk mari
kita katakan loe gue end sama makluk
Allah yang paling aduhai bernama kecewa. Hidup kita harus tetap berjalan
jendral. Kecewa sama manusia? Cuekin aja deh. Ada yang aneh-aneh, tinggal pergi
aja. Dunia tak selebar daun kacang koq. Luruskan niat dan cari ladang amal yang lain.
_JeannaMilagros_
2 komentar:
Write Comment"kita masuk surga kagak rame-rame. Karcisnya tetep beli sendiri-sendiri"
BalasHapusaku suka kata2 SiJe... ^^
ntar kalo beli karcih, aku diajak ya... :D
hohohoho, sekarang kita kumpulin "uang" dulu, buat beli karcis ke surga. :-D
BalasHapus