Pernah mendengar kalimat itu meluncur dari
mulut mungil adek-adek? Atau malah pernah mengatakan itu? Ah, aku jadi teringat
beberapa waktu yang lalu, saat semuanya rasa-rasanya sudah memuncak, lelah,
keluh kesah, marah, masalah, semuanya. Kalimat itu meluncur dengan pelan namun
sempurna terucap, “Aku tidak mau ngaji lagi karena bla..bla..bla…”. beberapa
orang yang sudah mengenalku hanya mengatakan, “Yo wis, karepmu Je”, “Ya udah,
gpp”, “Ya, yang penting masih tetap terjaga”, dan berbagai kalimat serupa.
Intinya sama, mereka tahu disaat seperti itu, aku menjadi orang yang paling
tidak bisa dicegah. Cara satu-satunya, biarkan saja aku melakukan apa yang aku
katakan dan aku inginkan saat itu.
Kini aku mendapatkan kata itu sempurna terucap
dari adek-adekku. Karma? Entahlah? Allah sepertinya ingin menunjukka kondisi
yang sama dengan apa yang orang lain hadapi saat aku “ngambek” seperti dulu.
:-D. Lebih dari sekedar tidak mau ngaji, namun, “Mbak, aku mau pindah
lingkaran”. Saat itu aku hanya mengerutkan kening, “Kenapa?” sebuah kata yang
belum sempat kuucapkan saat itu. Kata demi kata meluncur dari bibir mungilnya,
alasan-alasan, kekecewaan yang sudah belapis, kemarahan yang sudah meluber,
amarah yang sudah siap meledak, dan diakhiri dengan helaan napas panjang.
Ada satu hal yang sepertinya, sesuatu yang
penting gak penting namun dipenting-pentingkan. Lingkaran. Apa semudah itu
mengazamkan diri, mengaku-akukan diri sebagai bagian lingkaran X, Y, Z dan
diumumkan pula. Penting ya? Kita lebih sering bingung memilih lingkaran
dari pada bingung memilih ibadah mana
yang sesuai dengan tuntunan syar`i. Justru ketika kita disibukkan dengan
memilih lingkaran, ada yang perlu diluruskan dalam diri kita. Sejauh apa kita
memahami konsep lingkaran itu sendiri. jangan-jangan selama ini kita
menganggap, lingkaran itu adalah sesuatu yang menentukan amalan, sesuatau yang
menentukan ibadah-ibadah kita, ngaji kita dan lain sebagainya. Padahal
lingkaran itu tak lebih dari sekedar kendaraan. cara sholat, cara berdzikir,
cara berinteraksi, cara hidup dan lain sebagainya sama, semua diambil dari
rosul. Kenapa harus merasa penting untuk mementingkan lingkaran?
Selanjutnya tentang ngaji, dalam bahasa lain
bisa disebut liqo, halaqoh, tutorial, bimbingan agama Islam dan lain
sebagainya. Ini tentang menuntut ilmu, hukumnya wajib. Sekali lagi, menuntut
ilmu itu hukumnya wajib. Ngaji sendiri merupakan salah satu cara untuk menuntut
ilmu. Bagi yang kecewa hingga akhirnya nggak mau mengaji lagi, ada satu hal
yang ingin sekali aku tanyakan, “Apa yang sebenarnya kalian fahami dari hakikat
mengaji?”. Khawatirnya selama ini kita memahami, ngaji itu adalah sebuah cara
untuk mengikat seseorang di sebuah lingkaran. Akhirnya saat kita marah dengan
orang-orang disekitar kita, hingga akhirnya kita memilih untuk keluar dari
lingkaran, langkah pertama yang kita ambil adalah keluar dari ngaji. Bila
memang benar seperti itu, maka apa yang selama ini kita lakukan adalah sesuatu
hal yang pelu diluruskan. Jangan-jangan selama ini kita mengaji hanya untuk
dianggap bergabung dalam sebuah lingkaran. Kini setelah kekecewaan itu
mengumpul jadi satu, kita ingin keluar dari ngaji agar kita dianggap keluar
dari lingkaran. Sesederhanakah itu? Tentu saja tidak.
Apalagi setelah kita keluar dari kelompok
ngaji kita, kita tidak bisa mengontrol diri. Tidak ada asupan pengganti. Tidak
mau ikut kajian-kajian dan majelis ilmu. Tersibukkan dengan kegiatan kita yang
lain. Hingga akhirnya kita terkuras habis, banyak output namun tak ada input.
Hanya karena kita salah memahami konsep lingkaran dan menuntut ilmu. Dua hal
yang berbeda namun kita campur adukkan. Sejujurnya, kalau kita bisa lebih
jernih dalam menilai, kita akan bisa lihat, mana yang seharusnya tetap lanjut
dan mana yang harus kita pending lebih dulu. Sekali lagi, menuntut ilmu dan
lingkaran adalah dua hal yang punya ranah masing-masing.
Yuk mari kita tata ulang konsep kita tentang
menuntut ilmu dan lingkaran :-D.
_SedangTidakBisaMenulisGokil_
~Je~
Tidak ada komentar:
Write Comment