Selasa, Februari 12, 2013

Yuk dihalalin..

Credit here

Sebenernya ini prinsip masing-masing orang sih, tapi kalau tak pikir-pikir, bisa dihalalin kenapa juga masih tetep keukeuh dengan yang haram atau setengah haram(emang ada? J)

Hla, ngemeng apa sih aye, datang-datang tanpa komando, langsung cuap-cuap tentang yang halal.

Hayooo, ngaku yang pas awal baca judul nih tulisan mikirin tentang dunia en I ka ha alias nikah?

 Huuu..ketahuan ntu, udah mupeng berat. Tapi apa daya, ingin hati memeluk gunung tapi tak ada gunung yang dipeluk. Hihihi.

Kali ini aye pengin bahas tentang sesuatu yang harus halal sebelum kita makan. Yup betul, ini tentang apa yang akan masuk kedalam perut kita dan akan mengalir dalam darah kita. Hem, bukan tentang memperolehnya (kapan-kapan boleh lah ya, kita bahas itu), bukan juga tentang menggunakannya, tapi tentang sifat makanan yang kita makan. Pada artikel kali ini, aye anggap para blogie sudang mudeng tata cara mendapatkan makanan yang halal dan thoyib. So, aye cuma mau cuap-cuap tentang sifat kehalalannya.

“Je, emang harus ada label halal MUI-nya ya?” Suatu hari seorang teman bertanya.
“Iyalah, kalau bukan sama MUI, sama siapa lagi kita percaya.”

Ini hal yang paling sering diremehkan oleh masyarakat kita. Nggak peduli ntu makanan dibuat n diolah dari apa, asal enak, semuanya masuk perut. Kagak peduli ada label halalnya ape kagak yang penting mak nyus. Padahal makanan yang tidak halal bisa merusak tubuh loh. Percaya deh. Allah sudah ngasih petunjuk, pasti tuh petunjuk ada gunanya. Lha wong petunjuk jalan yang bikinan polisi saja ada gunanya, apalagi petunjuk dari Allah.

Kenapa kita harus percaya MUI? Bagaimana kalau diluar negeri?

Karena hingga saat ini hanya MUI-lah satu-satunya lembaga yang mempunyai tugas untuk memeriksa kehalalan suatu produk makanan sebelum makanan tersebut beredar luas di masyarakat. Itu pun sifatnya berkala, artinya sertifikat halal MUI hanya berlaku dalam jangka waktu tertentu dan harus diperpanjang oleh si pemilik usaha makanan agar produk makanannya tetap terjamin halal.

Banyak sekali makanan yang beredar di masyarakat yang tidak berlabel halal MUI. Baik itu berupa makanan ringan ataupun makanan berat seperti roti. Masih banyak juga pemilik rumah makan yang masih ogah-ogahan untuk “menghalalkan” makanan mereka. Mungkin bagi mereka hal itu nggak penting, toh juga tetep banyak yang berkunjung dan makan disana. Tapi, bagi masyarakat hal ini penting untuk diperhatikan. Tidak ada satupun pihak yang menjamin kehalalan suatu produk apabila produk tersebut belum berlabel halal. Itu artinya ketika kita mengkonsumsi makanan tersebut, kita sudah mengabaikan satu poin yang paling penting.
Adanya label halal selain label halal MUI terkadang juga membuat masyarakat bingung. Siapa yang menjamin kehalalan produk tersebut kalau label yang tertera adalah label halal “biasa”. Apakah iya kita akan menuntuk pihak produsen? Kan keputusan ada pada diri kita masing-masing, akan mengkonsumsi atau tidak.
Lha, kalau lagi merantau di LN gimane donk. masak kita puasa terus tiap hari. Udah gitu bukanya cuma pake air putih (paling mudah mengidentifikasi kehalalannya). Hihihi, nggak perlu sewot kali, meskipun di LN nggak ada MUI, tapi di setiap Negara pasti punya kebijakan sendiri dalam mengatur makanan yang beredar di Negara masing-masing.

Lha kalau ternyata kita hidup di Negara yang o`on alias nggak mudeng konsep halal haram piye? Cara terbaik adalah membuat atau mencari komunitas islam disana. Bisa dipastikan komunitas tersebut tahu makanan apa saja yang layak untuk dikonsumsi atau tidak.

Nah kalau sudah tahu konsepnya, sekarang tinggal pelanksanaannya. Cek kembali persediaan buat hibernasi di lemari makan. Adakah yang masih berlabel halal “biasa” atau malah jangan-jangan ada yang GJ, kagak tahu tuh halal apa haram.

Yuk dihalalin.

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write Comment